Dari 18 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Serawak, Malaysia, baru dua perusahaan yang bersedia menyelenggarakan pendidikan nonformal bagi 137 anak tenaga kerja Indonesia. Di luar itu, masih ada ribuan anak TKI yang belum mendapatkan akses pendidikan.
“Pendidikan bagi anak TKI oleh perusahaan itu merupakan yang pertama di Serawak. Peresmian sekolah dilakukan Sabtu lalu,” kata Joko Suprapto, Konsul RI di Kuching, Selasa (17/2).
Menurut dia, Konsulat RI sudah mengirim surat kepada 18 perusahaan perkebunan di Serawak untuk mengirim data jumlah anak TKI, tetapi baru dua perusahaan yang mau bekerja sama.
“Perusahaan lain tertutup karena sebagian besar TKI dan karyawan perusahaan itu masih ilegal,” kata Joko.
Dua perusahaan yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak TKI adalah PBB Oil Palm dan Serawak Oil Palm.
PBB Oil Palm yang memiliki kebun Saremas di Bintulu dan Miri membuat dua tingkat pendidikan yang menampung 95 anak TKI.
“Penyelenggaraan pendidikan bekerja sama dengan LSM Humana. Gurunya orang Malaysia, pengajaran menggunakan kurikulum Malaysia,” kata Joko.
Adapun pendidikan yang diselenggarakan Serawak Oil Palm di Miri menampung 42 anak. Pola pendidikan relatif sama dengan PBB Oil Palm
Joko berharap Pemerintah Indonesia bisa mengirim guru dan buku pelajaran dari Indonesia agar anak-anak TKI tidak melupakan negara asalnya.
Konsulat RI di Kuching juga berencana menyelenggarakan pendidikan nonformal bagi anak TKI di Serawak. Menurut Joko, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan berjanji akan mendukung.
Upaya memberikan akses pendidikan bagi anak TKI juga dirintis LSM Anak Bangsa di Entikong, Kabupaten Sanggau, yang berbatasan langsung dengan wilayah Serawak. TKI yang tinggal di perbatasan menitipkan anak-anak mereka untuk mengikuti pendidikan nonformal di lembaga itu.
Buta huruf
Menurut Direktur LSM Anak Bangsa Arsinah Sumetro, banyak anak TKI di Serawak yang sudah berusia belasan tahun belum bisa baca tulis karena sama sekali tidak mendapat pendidikan.
“Anak-anak TKI banyak yang tidak bisa mengenyam pendidikan formal di Malaysia karena sekolah di sana mendapatkan subsidi dari Pemerintah Malaysia. Subsidi hanya diperuntukkan bagi warga Malaysia,” kata Arsinah.(FUL/RYO/AIK/WHY)