Kompas/Luki Aulia

Ketika berada di Ambon, naturalis Inggris, Alfred Russel Wallace, bertemu dengan ular piton yang melata di atap pondoknya. Ular sepanjang 4 meter itu dibunuh dengan kapak, lalu dikuliti dan dibawa pulang oleh Wallace ke Inggris. Kini, kulit ular piton itu disimpan di ruang arsip The Linnean Society of London di Inggris.

Maluku

Ambon, Taman Bermain Naturalis

·sekitar 3 menit baca

Setelah Ternate, Ambon termasuk daerah yang sering dikunjungi naturalis berkebangsaan Inggris, Alfred Russel Wallace, baik untuk sekadar transit maupun untuk menjelajahi pedalaman Ambon dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Wallace tercatat tiga kali berada di Ambon, yakni Desember 1857, Oktober 1859, dan Februari 1860. Wallace tiba di Ambon pertama kali dengan kapal uap Belanda setelah bertualang ke Makassar.

Di Ambon, Wallace banyak dibantu oleh naturalis asal Jerman, Mohnike, dan entomologi asal Hongaria, Doleschall. Di dalam bukunya, The Malay Archipelago, yang diterbitkan 150 tahun yang lalu, Wallace menceritakan Doleschall fokus penelitian pada lalat dan laba-laba serta mengumpulkan kupu-kupu dan ngengat. Sementara Mohnike lebih banyak meneliti tentang kumbang.

Selama berada di Ambon, Wallace mengungkapkan kebahagiaannya berjam-jam berburu serangga, seperti Curculionidae, longicorn, dan Buprestidae, di bawah terik matahari, di antara dahan-dahan dan ranting-ranting pohon yang ditebang. Setiap beberapa menit ia mendapatkan serangga, yang pada saat itu, kata Wallace, merupakan jenis yang masih langka dan bagus menurut standar koleksi Eropa.

Yang membuatnya senang adalah ketika ia mendapat selusin variasi spesies Buprestidae abu-abu metalik. Selain itu, ia juga menemukan banyak kupu-kupu dan yang paling menonjol adalah Papilio ulysses yang berwarna biru dan mengilap. Pada masa itu, jenis ini langka di Eropa, tetapi masih banyak di Ambon. Wallace kagum pada kekayaan spesies kupu-kupu Ambon yang dianggapnya tidak biasa.

Di Ambon itu pula Wallace bertemu dengan ular piton yang melata di atap pondoknya. Ia menceritakan pengalaman mendebarkan pada malam hari itu. Ular itu merayap ke salah satu tiang rumah, menyusup ke bawah atap. Ia lalu memanggil dua asistennya serta buruh perkebunan, dan ular sepanjang 4 meter itu pun dibunuh dengan kapak. Ular itu kemudian dikuliti dan dibawa pulang oleh Wallace ke Inggris. Kini, kulit ular piton itu disimpan di ruang arsip The Linnean Society of London, di London, Inggris.

KOMPAS/ARIS PRASETYO

Sejumlah koleksi serangga dan kupu-kupu yang dikumpulkan AR Wallace dari Nusantara. Koleksi tersebut kini tersimpan di British Library, London, Inggris. Foto ini diambil pada 13 Maret 2018.

Wallace menyayangkan tidak banyak mendapat burung di Ambon, tetapi tetap ada yang berhasil dia tangkap. Yang paling istimewa adalah nuri Eos rubra dan dua spesimen raja-udang Ambon yang ekornya berbentuk raket, Tanyasiptera nais, pemakan serangga dan siput darat kecil.

Pada Oktober 1859, ia berkunjung ke Pulau Seram dan tinggal selama dua bulan di Paso yang berada di jalur pelayaran Ambon ke Seram, Kepulauan Haruka, dan Saparua. Di sana, Wallace menemukan kumbang berkaki panjang, Euchirus longimanus, yang sulit ditemukan dan ditangkap kecuali saat sedang mengisap getah dari gula aren. Wallace menceritakan, penduduk lokal sering menemukannya pagi-pagi saat mengambil bambu dan mereka sering membawakannya 1-2 ekor setiap hari.

Wallace terpaksa menetap lebih lama di Paso karena terkena ruam yang dibawa kutu kecil. Ia juga kekurangan gizi. Seluruh tubuhnya terserang bisul-bisul, sampai ia tidak bisa duduk atau berjalan dan sulit berbaring. Penyakit ini ia derita selama berbulan-bulan.

Tak semua cerita di Ambon menyedihkan. Ada cerita Wallace yang menunjukkan kesukaannya pada buah sukun. Selama berada di Paso, ia menikmati buah sukun yang banyak ditanam di sana. Buah sukun dipanggang dan bagian dalamnya dicongkel. Ia membandingkannya dengan puding Yorkshire dan menurut dia rasanya seperti campuran puding susu dan pai.

Kadang-kadang, buah sukun itu dimakan Wallace dengan gula dan direbus atau dipotong-potong lalu digoreng. Namun, menurut dia, yang paling enak dipanggang biasa saja. Sukun bisa dimakan manis ataupun pedas. Dengan ditambah daging dan kuah, sukun menjadi sayuran paling lezat yang pernah ia makan. Dengan menambahkan gula, susu, mentega, dan sirup, sukun juga bisa menjadi puding lezat. Teksturnya lunak, tetapi memiliki karakteristik yang membuat orang tidak bosan terus memakannya, seperti roti dan kentang.

Walaupun tinggal selama beberapa bulan di Ambon, bagi Wallace, tidak begitu menguntungkan dari segi jumlah koleksi, perjalanan itu tetap menjadi bagian istimewa dalam perjalanan ke timur. Di sana, Wallace pertama kali mengenal banyak burung dan serangga yang menakjubkan.

Bagi Wallace, Maluku merupakan lahan istimewa bagi naturalis dan merupakan salah satu daerah yang memiliki karakteristik fauna paling indah dan luar biasa di dunia. Wallace meninggalkan Ambon pada 20 Februari 1860, kemudian melanjutkan perjalanan ke Pulau Seram dan Waigiou. (LUK)

Artikel Lainnya