KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE) 27-07-2019

Kirab ketel uap menuju pabrik teh Kaligua, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, menjadi acara utama Kaligua Culture Festival, Sabtu (27/7/2019).

Jawa Tengah dan Yogyakarta

Gending Nyai Ken Sari

·sekitar 5 menit baca

Ratusan inlander bergantian mengusung ketel uap dari jalan utama Brebes-Purwokerto ruas Kretek menuju lereng barat Gunung Slamet di Jawa Tengah, pada tahun 1901. Butuh 20 hari untuk memobilisasi ketel baja berkapasitas 10.000 liter itu sampai ke Kebun Teh Kaligua dengan jalur tanah mendaki sejauh 15 kilometer.

Van de Jong selaku Administratur Kebun Teh Kaligua saat itu menyertakan kelompok ronggeng berikut gamelan sepanjang mobilisasi ketel uap. Tugas ronggeng adalah menyanyi dan menari untuk menghibur para pengusung ketel setiap kali rehat agar fisik dan mental pengusung bugar kembali.

Salah seorang ronggeng, Nyai Ken Sari, menembangkan gending. Di salah satu tempat perhentian, dikisahkan bahwa parasnya tampak cantik berseri-seri dan suaranya mengalun merdu sehingga membuat para pengusung ketel yang kelelahan segar kembali. Tempat itu kini dijadikan petilasan yang diberi nama Candi Ronggeng.

Prosesi ketel uap ke lereng barat Gunung Slamet berikut kesenian ronggeng yang menyertainya tersebut merupakan bagian dari mobilisasi peralatan dan mesin pabrik pengolahan teh hitam ke perkebunan Kaligua di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Ketel uap adalah mesin besar pertama yang didatangkan ke lokasi Perkebunan Kaligua. Fungsinya sebagai instalasi penghasil panas untuk fermentasi pucuk teh.

Saat ini, ketel uap itu masih terawat baik. Pengelola perkebunan yang sejak 1996 dipegang PTPN IX menempatkannya di belakang pabrik. Tidak lagi difungsikan sebagai sumber panas, tetapi untuk menampung solar kebutuhan operasional pabrik. Adapun sumber panas guna fermentasi digantikan dengan kayu bakar yang hawa panasnya langsung dialirkan melalui pipa besar ke bagian fermentasi.

Kebun Teh Kaligua didirikan oleh NV Cultuur Onderneming. Untuk operasionalisasinya, perusahaan yang berkedudukan di Belanda itu menunjuk Van John Pletnu & Co selaku perusahaan di Batavia. Van de Jong bekerja untuk Van John Pletnu & Co.

Mobilisasi ketel uap dengan otot manusia berikut kesenian ronggeng itu adalah ikon sejarah perkebunan teh di Kaligua. Pada peringatan Hari Ulang Tahun berdirinya Pabrik Teh Hitam Kaligua yang jatuh setiap 1 Juni, pihak perkebunan pun selalu menjadikan kesenian ronggeng sebagai bagian dari acara utama.

Pada zaman kolonial Belanda, Kaligua merupakan satu dari sejumlah ekstensifikasi perkebunan teh di Jawa Tengah menyusul ambisi Kerajaan Belanda menguasai perdagangan teh dunia. Selain Kaligua di Kabupaten Brebes, perkebunan teh juga dikembangkan antara lain di Pekalongan, Batang, Wonosobo, Pemalang, dan Karanganyar.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE) 11-07-2019

Pemetik teh naik ke mobil bak terbuka untuk menyetor daun teh ke pabrik teh Pagilaran, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Sentra-sentra perkebunan teh warisan zaman penjajahan Belanda di Jawa Tengah itu telah melintasi waktu lebih dari satu abad lamanya. Sampai hari ini sebagian besar masih bertahan.

Pasca-nasionalisasi tahun 1950-an, pengusahaan perkebunan-perkebunan teh di Jawa Tengah dilakukan oleh tiga pelaku utama, yakni PTPN IX, tujuh perusahaan swasta besar, dan perkebunan rakyat. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah tahun 2016, PTPN IX mengusahakan Kebun Kaligua, Kebun Semugih, dan Kebun Blimbing seluas 1.342 hektar.

Sebanyak tujuh perusahaan swasta besar mengusahakan 2.466 hektar. Perusahaan tersebut meliputi PT Pagilaran, PT Tambi, PT Medini, PT Tunjungsari, PT Kemuning, PT Bedakah, dan PT Kaligintung.

Adapun perkebunan rakyat mengusahakan 4.792 hektar dengan jumlah petani mencapai 27.160 orang. Rata-rata kepemilikan lahan adalah 0,18 hektar per orang.

Dengan areal sekitar 9.253 hektar pada 2016, Jawa Tengah memproduksi 12.019 ton teh kering atau 8,6 persen dari total produksi nasional.

Harga jatuh

Sejak 2001, hampir semua perkebunan merugi. Awalnya karena produksi teh dunia yang berlebih sehingga harga jatuh. Harga rendah ini berlangsung konsisten selama bertahun-tahun, sementara biaya produksi naik rata-rata 15 persen per tahun.

Dampaknya, terjadi akrobat dalam perawatan dan pemeliharaan tanaman sehingga kualitas pucuk rendah. Ujung-ujungnya, harga jual rendah. Harga jual teh kering milik PTPN IX di pasar lelang selama tiga tahun terakhir misalnya, harga tertinggi hanya 1,2 dollar Amerika Serikat (AS) per kilogram (kg). Inilah lingkaran setan industri teh nasional.

Anggota Staf Optimalisasi Aset dan Wisata Agro, Bagian Perencanaan Strategis, PTPN IX, Dicky Pramudito, menyatakan, PTPN IX merugi miliaran rupiah selama 10 tahun terakhir. Mereka menutup kerugian pada industri teh dari keuntungan di unit lain, terutama karet yang porsinya mencapai sekitar 70 persen dari total omzet PTPN IX.

Persoalan yang terjadi di perusahaan besar seperti PTPN IX dan sejumlah swasta besar secara langsung berimbas pada perkebunan rakyat. Sebab mayoritas pucuk teh dari perkebunan rakyat dijual ke perkebunan besar yang memiliki pabrik pengolahan teh.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE) 10-07-2019

Aktivitas di pabrik teh Kaligua, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Ketua Kelompok Tani Sumber Rezeki, Ningsih, di Pekalongan, mengatakan, harga jual teh stabil rendah. Sudah begitu, pembayarannya bisa makan waktu sampai beberapa hari. Akibatnya, petani juga tidak memiliki modal untuk merawat tanaman. Misalnya untuk pemupukan dan penyemprotan.

Direktur Produksi dan Komersial PT Pagilaran, Ngadiman, menyatakan, PT Pagilaran yang bermitra dengan perkebunan rakyat menanggung rugi dari kemitraan tersebut. Namun, PT Pagilaran berupaya mempertahankan kemitraan karena sebagai unit usaha Universitas Gadjah Mada, PT Pagilaran mengemban amanat Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Oleh sebab itu, PT Pagilaran menutup kerugian tersebut dengan subsidi silang. Kerugian pada unit bisnis perkebunan rakyat ditambal dengan keuntungan dari unit perkebunan yang diusahakan sendiri. Namun, model ini tidak akan berkelanjutan.

Untuk itu, PT Pagilaran pada awal Juli lalu menggelar pertemuan di Pekalongan dengan sejumlah kelompok tani mitra untuk mencari solusi. PT Pagilaran dan petani bersepakat bahwa perawatan dan cara petik teh di perkebunan akan menentukan harga jual pucuk teh. Atas permintaan petani, PT Pagilaran berjanji akan mengadakan penyuluhan kembali ke kelompok tani. ”Kami berharap pemerintah daerah juga bisa membantu. Ini adalah tanggung jawab bersama,” kata Ngadiman.

Permasalahan teh sedemikian pelik. Tanpa komitmen dan strategi bersama yang solid, industri teh nasional akan semakin terpuruk. Semua pemangku kepentingan dan pemerintah harus duduk bersama mencari solusi.

Peluang sangat terbuka. Salah satunya adalah pasar domestik. Saat ini, rata-rata konsumsi teh masyarakat Indonesia baru sekitar 350 gram per kapita per tahun. Bandingkan dengan Turki yang menjadi tingkat konsumsi per kapita per tahunnya tertinggi di dunia, yakni 3,16 kilogram (kg). Sementara Irlandia sebanyak 2,19 kg per kapita per tahun, Inggris sebanyak 1,94 kg per kapita per tahun, dan Jepang 0,97 per kapita per tahun.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE) 27-07-2019

Gabungan foto tangan petani saat memetik daun teh di perkebunan teh Kaligua di Brebes, Jawa Tengah.

Industri teh dalam negeri juga terbukti memiliki lahan yang cocok dan ratusan ribu buruh perkebunan yang loyal dan militan. Ini adalah modal vital.

Sukses masa lalu Kebun Teh Kaligua berawal dari kolaborasi rezim, pengusaha, rakyat, dan kearifan lokal. Ini termanifestasi dengan sangat ikonik pada mobilisasi ketel uap. Meski berat bukan kepalang, toh ketel uap baja itu akhirnya sampai juga ke tujuan. Dan akhirnya perkebunan teh di lereng barat Gunung Slamet itu bisa melintasi zaman sampai sekarang.

Oleh karena itu, jika hari-hari ini beban berat menggelayuti industri teh nasional, kiranya masyarakat teh di Indonesia dan pemerintah harus bersatu untuk kembali ke Candi Ronggeng di Lereng Barat Slamet. Tidak untuk merayakan romantisisme gending Nyai Ken Sari yang dulu mujarab menyegarkan para pengusung ketel, melainkan untuk mencari gending baru untuk kebangkitan baru.

(LAS/REK/XTI/DKA)

Artikel Lainnya