KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Perajin cincin memperlihatkan batu bacan yang belum diproses di Pulau Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara Senin (22/4/2019). Pamor batu bacan kini meredup sejalan dengan berakhirnya demam batu cincin. Kini batu yang dihasilkan hanya untuk kualitas yang bagus dengan harga mencapai jutaan rupiah.

Maluku Utara

Kilauan Batu Bacan yang Memudar

·sekitar 3 menit baca

Jika mendengar nama Pulau Bacan, yang terbayang pasti batu bacan. Bagi pencinta batu akik, nama batu bacan pasti tak asing lagi. Batu alam berwarna kebiru-biruan dan kehijau-hijauan itu pernah booming sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Harga batu bacan melambung sejak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memberikan batu bacan sebagai cendera mata untuk Presiden Amerika Serikat Barack Obama ketika keduanya bertemu di Konferensi Asia Afrika Ke-60 di Jakarta pada 2015. Batu bacan terdiri dari beberapa jenis, seperti bacan obi, pancawarna, doko, dan palamea. Bacan yang selama ini dianggap favorit adalah bacan doko dan palamea.

Namun, kilauan batu bacan kini memudar. Perajin batu bacan di Labuha, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Jufri Ahmad, mengatakan, harga batu bacan sebenarnya tidak turun drastis, tetapi peminatnya saja yang berkurang drastis. Pada saat masih ramai diburu orang, harga cincin batu bacan yang dijualnya bisa mencapai Rp 50 juta-Rp 70 juta untuk penjualan di Pulau Bacan saja. Belum lagi yang dibeli oleh orang dari luar Bacan. Bahkan, batu bacan sudah sampai di Taiwan. Harga mata batu bacan cincin saja bisa mencapai minimal Rp 4 juta-Rp 5 juta. Padahal, pada tahun 2002, harganya masih sekitar Rp 5.000.

Wakil Bupati Halmahera Selatan Iswan Hasjim juga mengatakan, sebelum menjadi tren, batu bacan tidak ada harganya, bahkan sering hanya digunakan sebagai ganjal pintu rumah. Karena sekarang minatnya turun, pemerintah daerah mulai mengimbau masyarakat agar menggunakan batu bacan, termasuk cincin batu bacan, untuk mendukung produksi batu bacan. Apalagi mengingat sejarah batu bacan yang sudah menjadi bagian dari tradisi Kasultanan Bacan dan dipasang juga di mahkota Sultan. Ada kebijakan tidak tertulis bagi pegawai pemerintah daerah untuk memakai cincin batu bacan, ujarnya.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Cincin batu bacan di Pulau Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Senin (22/4/2019). Pamor batu bacan kini meredup sejalan dengan berakhirnya demam batu cincin. Kini batu yang dihasilkan hanya untuk kualitas yang bagus dengan harga mencapai jutaan rupiah.

Potensi batu bacan di Halmahera Selatan, kata Iswan, sayangnya belum berkontribusi langsung ke pendapatan daerah. Pasalnya, tambang batu bacan masih berbentuk tambang rakyat atau tidak dibuka untuk investasi yang berskala besar. Pemerintah juga tidak mencampuri aktivitas tambang batu bacan karena sifatnya tambang rakyat. Jadi tidak ada kontribusinya bagi pendapatan asli daerah, kata Iswan saat dijumpai di ruang kerjanya, akhir April lalu.

Sebagai petambang batu bacan, Jufri mengatakan, dalam 1-2 tahun terakhir semakin sulit mendapatkan batu bacan karena harus menggali hingga kedalaman ratusan meter. Jufri yang sudah mulai menggali sendiri pada tahun 2002 itu mengaku tidak setiap tahun memperoleh hasil karena belum tentu bisa menemukan jalur atau urat batunya. Berbulan-bulan menggali baru bisa dapat hasil. Yang sering didapat itu batu kuning dan merah. Kalau tidak dapat hasil terus, harus pindah ke lokasi penggalian yang lain, ujarnya.

Meski bernama batu bacan, sebenarnya batu bacan tidak ada di Pulau Bacan, tetapi hanya ada di Pulau Kasiruta, Halmahera Selatan. Untuk mencapai Kasiruta, dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan menggunakan kapal motor dari Pulau Bacan. Jika menggunakan kapal motor cepat bisa lebih cepat, hanya sekitar 2 jam. Di Pulau Kasiruta itulah terdapat Kampung Doko dan Palamea yang terkenal sebagai penghasil batu bacan. Dulu ketika sedang tren, sampai ratusan orang yang menggali, tetapi sekarang tersisa puluhan orang saja. Tidak semua berhasil karena butuh ahli yang punya instingnya, kata Jufri.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Perajin cincin mengasah batu bacan di Pulau Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Senin (22/4/2019). Pamor batu bacan kini meredup sejalan dengan berakhirnya demam batu cincin. Kini batu yang dihasilkan hanya untuk kualitas yang bagus dengan harga mencapai jutaan rupiah.

Proses menggali dan mencari batu bacan di kedalaman hingga ratusan meter ini bukan hal gampang karena membutuhkan keahlian. Setiap saat risiko tertimbun tanah mengancam. Ahli pencari batu bacan yang masuk ke dalam tanah pun harus dibekali dengan kantong udara untuk bernapas dengan dibantu selang udara. Proses yang berisiko tinggi dengan taruhan nyawa ini, kata Jufri, akan terbayar apabila bisa mendapat bongkahan batu bacan bernilai jutaan rupiah. (LUKI AULIA)

Artikel Lainnya