KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Kawasan konservasi terumbu karang di sekitar Pulau Tidung Kecil yang dikelola kelompok masyarakat pengawas Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Senin (16/3). Terumbu karang berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem di Pulau Tidung.

Liputan Kompas Nasional

Konservasi: Menjaga Fondasi Alam Pulau Tidung * Kelana Seribu Pulau

·sekitar 4 menit baca

”Jangan mendekat! Jauh-jauh sana! Snorkeling di sana!” seru seorang pria dari atas kapal. Dia memperingatkan nakhoda sebuah kapal cepat yang ditumpangi wisatawan agar tidak mendekati areal terumbu karang di sisi selatan Pulau Tidung Kecil, Kabupaten Kepulauan Seribu, Sabtu (14/3).

Oleh FRANSISCA ROMANA dan MADINA NUSRAT

Di dekat pantai terpasang papan peringatan bertuliskan ”Terumbu karang, dilarang mendekat”. Areal itu dianggap ”suci” oleh warga Pulau Tidung. Wisatawan yang gemar snorkeling di Pulau Tidung tidak boleh menjamah lokasi tersebut.

Fauzi, nakhoda kapal cepat, menuturkan, tidak sembarang orang boleh mendekat apalagi berada di perairan itu. Dia tidak membuang jangkar, tetapi mengikat kapal ke tonjolan beton di dasar perairan.

Sisi selatan Pulau Tidung Kecil merupakan salah satu lokasi konservasi terumbu karang atau dikenal sebagai kebun karang. Usia karang di situ terbilang muda, baru tiga tahun, sehingga sebisa mungkin segala ancaman terhadap kelangsungan hidupnya dijauhkan.

Terumbu karang yang indah di sekitar perairan Pulau Tidung yang biru jernih memang menjadi daya tarik utama wisatawan di pulau tersebut. Namun, seperti bumerang, daya tarik itu pun berbalik menjadi ancaman.

Tak sedikit terumbu karang yang rusak akibat terkena jangkar yang dibuang kapal-kapal yang mengantarkan wisatawan untuk snorkeling. Pada akhir pekan, Pulau Tidung seluas 50,13 hektar ramai dikunjungi wisatawan. Jumlahnya bisa mencapai 2.000-3.000 orang. Sebagian besar wisatawan melakukan kegiatan wisata air, terutama snorkeling.

Belum lagi eksploitasi karang yang telah lama terjadi oleh warga sekitar yang memanfaatkannya sebagai fondasi bangunan rumah. Ditambah dengan aktivitas nelayan menangkap ikan yang secara sengaja atau tak sengaja merusak terumbu karang.

Kesadaran

Melihat kerusakan itu, Suhardi alias Erik (53), seorang warga Pulau Tidung, mulai menyadari bahwa sesuatu harus dilakukan jika dia ingin kehidupan anak cucunya kelak tetap terjamin. Suhardi menuturkan, kesadaran itu muncul karena dia dulu termasuk salah satu pelaku perusakan karang untuk menangkap ikan. ”Karang inilah yang menjadi fondasi pulau kami. Tanpa terumbu karang, sudah hancur pulau ini. Karang menahan abrasi dan menjadi rumah bagi ikan yang menghidupi kami,” ujarnya.

Bersama sekitar 20 warga Pulau Tidung yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), Erik mulai merintis konservasi terumbu karang sejak sekitar lima tahun lalu. Saat ini ada empat lokasi konservasi terumbu karang di Pulau Tidung dan sekitarnya, yaitu kebun karang di selatan Pulau Tidung Kecil, Pulau Payung Kecil, areal perlindungan laut di utara Pulau Tidung Besar, dan di sekitar Jembatan Cinta yang merupakan ikon wisata Pulau Tidung.

Apabila berjalan di sepanjang Jembatan Cinta kini, di sisi kanan kirinya bisa dilihat terumbu karang aneka warna di dasar perairan yang jernih. Tahun 2012, kata Erik, karang di lokasi itu habis dibabat alat berat demi mewujudkan jembatan beton tersebut.

Erik menuturkan, dia mempelajari sendiri cara-cara menumbuhkan terumbu karang. Bermodalkan Rp 500.000 milik sendiri, dia membuat substrat dari semen dan paralon sebagai media tumbuhnya karang.

Dia dan anggota Pokmaswas mengembangkan jenis karang Acropora yang berbentuk seperti ranting. ”Karang itu cepat tumbuh, sekitar 1 sentimeter setiap bulan. Ada juga karang meja yang lebar dan karang Montipora yang seperti kol. Jenis Montipora ini tumbuhnya lambat,” ujar Erik.

Kini terumbu karang di kebun karang sudah sepanjang 1 kilometer membentang di pantai Pulau Tidung Kecil. Sementara di areal perlindungan laut sisi utara Pulau Tidung, terumbu karang sudah seluas 5 hektar.

Penghijauan

Tak hanya terumbu karang yang mengalami kerusakan di Pulau Tidung. Pepohonan juga mulai berkurang karena tergerus pembangunan rumah penginapan yang masif seiring tumbuhnya bisnis pariwisata di pulau tersebut.

Berhubung Pulau Tidung Besar menjadi daerah permukiman, penghijauan dipusatkan di Pulau Tidung Kecil. Kedua pulau itu terpisah dan dihubungkan oleh Jembatan Cinta. Pulau Tidung Kecil akhirnya difungsikan sebagai penyangga Pulau Tidung Besar.

Pulau Tidung Kecil seluas 17 hektar sama sekali tak berpenghuni. Hanya ada beberapa penjaga yang tinggal di Kebun Bibit Agrowisata yang dikembangkan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta.

Pulau ini sepenuhnya hutan dengan berbagai pepohonan besar; pohon buah budidaya, seperti, jeruk, jambu, sawo, dan belimbing; serta bakau di tepiannya. Guyantoro, anggota staf Pusat Budidaya dan Konservasi Laut, yang bertugas di Agrowisata Kebun Bibit Pulau Tidung Kecil, menuturkan, di tempat itu juga dikembangkan pohon sukun yang merupakan varietas asli Kepulauan Seribu.

”Orang pulau ini tidak begitu suka dengan tanaman. Mereka jarang menanam pohon di pekarangan rumah. Pohon di sini boleh diambil untuk penghijauan di tempat tinggal mereka. Sayangnya, mereka belum begitu tertarik,” ujar Guyantoro.

Hijaunya Pulau Tidung Kecil tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga beragam jenis burung. Berdasarkan pengamatan Guyantoro, ada beberapa jenis burung yang bersarang di pulau itu, seperti burung seke atau burung raja udang biru, gagak, pipit, ketilang, bangau kondo, dan tekukur. Burung laut, seperti elang bondol dan elang laut, pun sering singgah di Pulau Tidung Kecil.

Kendati demikian, masih ada tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab yang menyebabkan Pulau Tidung Kecil terusik. Arsad, penjaga keamanan di Kebun Bibit Agrowisata, menuturkan, tahun lalu terjadi tiga kali kebakaran di pulau itu saat musim kemarau. Wisatawan menyisakan bara api unggun atau membuang puntung rokok sembarangan. Apinya dengan mudah melalap ranting kering.

Konservasi di Pulau Tidung memang terhitung masih ”belia”. Namun, tanpa langkah awal ini, fondasi alam bisa semakin rusak digerus ulah manusia yang ingin mengeruk keuntungan semata.

Artikel Lainnya