KOMPAS/PRIYOMBODO

Nurjali memproses pemurnian air di tempat prasarana air bersih di Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, Jumat (23/1). Tempat prasarana air bersih yang memurnikan air payau dari sumur dalam itu menjadi andalan pemenuhan kebutuhan air bersih warga selain air hujan dan air sumur yang ketersediaannya terbatas.

Liputan Kompas Nasional

Krisis Air Bersih Menghantui * Kapasitas Alat Pemurnian Air Tanah Belum Memadai -Kelana Seribu Pulau

·sekitar 2 menit baca

PULAU HARAPAN, KOMPAS – Warga Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta, selalu dihantui krisis air bersih. Untuk kebutuhan memasak dan minum, mereka mengandalkan air hujan dan air tanah yang dimurnikan.

Menurut pantauan Kompas, Jumat (23/1), di pulau seluas 6,7 hektar itu hanya terdapat satu unit prasarana air bersih berupa alat pemurnian air tanah (reverse osmosis) untuk memasok ke 472 keluarga (1.760 jiwa).

Alat itu merupakan bantuan dari Pemerintah Provinsi DKI yang dioperasikan sejak 2003.

Warga membeli air bersih yang dimurnikan itu Rp 500 per jeriken isi 20 liter.

Budi Santoso (29), warga RW 001 Kelurahan Pulau Harapan, mengaku hanya membeli lima jeriken air yang dimurnikan itu saat musim hujan dan dapat dikonsumsi selama seminggu. Sebab, Budi masih dapat memanfaatkan air hujan yang ditampung di tandon berkapasitas 1.000 liter di rumahnya dan air bersih dari sumur.

Namun, ketika musim kemarau tiba, Budi harus membeli setidaknya 10 jeriken untuk memenuhi kebutuhan air bersih selama seminggu. ”Sumur itu hanya bisa dipakai saat musim hujan, soalnya kalau musim kemarau airnya asin,” kata Budi.

Agus (44), penjual air minum keliling, juga hanya mengisi 10 jeriken per hari di saat musim hujan karena sepi pembeli. Adapun saat musim kemarau dia harus mengisi 40 jeriken per hari yang dipasok ke produsen es batu dan pedagang minuman.

Nurjali, operator alat pemurnian air, mengatakan, alat pemurni itu dapat memproduksi air bersih sebanyak 360 liter per jam. Saat musim hujan, alat itu dioperasikan selama 4 jam saja atau menghasilkan 1.440 liter air per hari.

”Itu pun pengoperasiannya empat hari sekali karena warga jarang beli. Mereka,kan, sudah pakai air hujan,” katanya.

Sebaliknya, saat musim kemarau, alat harus dioperasikan setiap hari selama sekitar 10 jam sehingga dapat memproduksi 3.600 liter air bersih. Namun, jumlah itu pun belum dapat memenuhi kebutuhan warga yang hanya mengandalkan air bersih dari alat pemurni.

Camat Kepulauan Seribu Utara Agus Setiawan mengungkapkan, standar kelayakan kebutuhan air bersih berdasarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) adalah 60 liter per hari untuk tiap penduduk. Jika mengacu data itu, kebutuhan akan air bersih warga Pulau Harapan adalah 105.600 liter per hari. Masalah serupa dialami warga di Pulau Kelapa, Pulau Panggang, dan Pulau Kelapa Dua.

Agus mengakui, Pulau Harapan masih kekurangan alat pemurnian air bersih. Kabupaten Kepulauan Seribu telah mengajukan alat pemurni air tambahan untuk sejumlah pulau dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2015. Idealnya, ada tambahan satu alat pemurnian air. ”Namun, untuk Pulau Harapan belum bisa ditambah karena terkendala lahan untuk pengoperasian alat,” kata Agus. (ILO)

Sepasang muda-mudi menikmati suasana sore Pulau Kelapa, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jumat (23/1). Kepulauan Seribu menawarkan pesona wisata pantai dan laut yang terletak di utara Jakarta. (KOMPAS/PRIYOMBODO)

 

 

Artikel Lainnya