KOMPAS/PRIYOMBODO

Kapal penumpang Ksatria 1 menembus ombak relatif tinggi menuju Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, Kamis (22/1). Karena tak ada pilihan, kapal kayu yang biasa mengangkut penumpang dan barang-barang tersebut menjadi andalan transportasi murah bagi warga Kepulauan Seribu.

Liputan Kompas Nasional

Transportasi Laut: Berjibaku Menerobos Cuaca Buruk * Kelana Seribu Pulau

·sekitar 3 menit baca

Mendung bergelayut diikuti hujan deras saat kapal kayu Kapal Motor Ksatria baru bertolak sekitar 15 menit dari Pelabuhan Muara Angke menuju Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu. Sejenak kemudian terdengar bunyi benturan yang berasal dari lambung kapal. Rival (30) terbangun dari tidurnya.

Rival merupakan salah satu dari sekitar 90 penumpang KM Ksatria dalam pelayaran itu. Bunyi keras yang diakibatkan hantaman gelombang laut itu pun lagi-lagi mengusik. Rival tak dapat lagi memejamkan mata.

”Ini, kan, kapal kayu. Ngeri juga kalau ada apa-apa. Soalnya kayu, kan, bisa hancur kalau kena gelombang,” ujar Rival, yang terlihat kaget itu.

Padahal, warga Pulau Kelapa yang bekerja di Jakarta Utara ini sudah berkali-kali menaiki kapal kayu dari Muara Angke ke Pulau Harapan dan sebaliknya. ”Saya, kan, kerja di Jakarta, tapi keluarga masih di Pulau Kelapa. Jadi, ya sering pulang,” kata Rival. Dia menyadari risiko bepergian di tengah cuaca yang ekstrem.

Adnan (52), penumpang KM Ksatria lainnya, juga bangkit dari tidurnya dan memilih bersandar di tepi jendela kapal yang menghadap laut. ”Mungkin penumpang takut gara-gara belum lama ini ada kecelakaan pesawat terbang,” ucap Adnan.

Di dalam ruang kemudi, sang nakhoda, Suhair (53), mencoba bersikap tenang. ”Jadi nakhoda itu memang harus tenang dan sabar. Jangan sampai panik. Gelombang seperti ini sudah biasa,” ucap Suhair.

Menurut Suhair, cuaca kurang bersahabat biasanya melanda perairan Kepulauan Seribu pada Januari-Februari atau kala musim angin barat. ”Kadang tinggi gelombang bisa lebih dari 2 meter,” kata lelaki yang sudah 32 tahun menjadi nakhoda ini.

Jika gelombang melampaui 2 meter dan disertai angin kencang, Suhair terpaksa merapatkan kapalnya untuk sementara ke pulau-pulau terdekat dari daratan Jakarta, seperti Pulau Untung Jawa. Dia pun meminta penumpang sabar menunggu sampai cuaca mereda sebelum kembali melanjutkan perjalanan.

”Saya sering harus bersandar di Pulau Untung Jawa. Kalau dipaksakan, malah bahaya,” kata pria keturunan suku Mandar, Sulawesi Barat, itu.

Suhair sadar betul betapa perlunya membuat keputusan yang mengedepankan keselamatan penumpang.

Kapal kayu yang berkapasitas 400 penumpang ini baru beroperasi selama dua tahun terakhir. Ironisnya, jumlah pelampung hanya cukup untuk 150 penumpang. Itu pun bersumber dari bantuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Meskipun demikian, Suhair tak tampak khawatir. ”Pelampung memang masih kurang, tapi ya adanya segitu. Selama ini sih kondisi laut di Kepulauan Seribu aman-aman saja,” tutur Suhair.

Penumpang dan barang

Camat Kepulauan Seribu Utara Agus Setiawan mengakui, kapal ojek yang menjadi transportasi laut dari Jakarta menuju Kepulauan Seribu belum layak untuk mengangkut penumpang. ”Di kapal ini, kan, penumpang digabung dengan barang. Lagi pula, jumlahnya terbatas. Kapal juga bersandar di pelabuhan ikan yang seharusnya bukan untuk kapal penumpang,” ujar Agus.

Menurut Agus, kapal ojek belum memenuhi standar kelayakan dan keselamatan penumpang. Namun, warga tak memiliki pilihan lain karena 12 kapal angkutan laut milik Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang biasa melayani penumpang ke Kepulauan Seribu dari Dermaga Kali Adem tidak beroperasi karena kontrak habis (Kompas, 21/1).

Adapun jika menggunakan kapal cepat dari Pelabuhan Marina Ancol, tarifnya bisa lima kali lipat dari kapal ojek. Kapal ojek bertarif Rp 50.000, sedangkan tiket kapal cepat seharga Rp 270.000 per penumpang. Saat cuaca buruk menerpa, menaiki kapal ojek jelas jauh lebih berisiko.

Cuaca ekstrem memang menghantui warga Kepulauan Seribu yang hampir saban hari berjibaku di laut. Warga membutuhkan moda transportasi yang memadai demi meminimalkan risiko yang mengancam keselamatan. (HARRY SUSILO)

Artikel Lainnya