”Jembatan” yang biasa digunakan warga untuk menyeberangi anak Sungai Ciliwung di RT 005 RW 006 Kelurahan Pinangsia, Jakarta Barat, hanya berupa sepotong jalur rel. Banyak warga tidak tahu rel tersebut menyimpan sejarah luar biasa.
Sepotong rel tersebut menjadi penanda satu-satunya awal jalur rel kereta api di Jakarta.
Jalur rel kereta api pertama itu dimulai dari Pasar Ikan menembus Jakarta sampai Bogor sepanjang 58,5 kilometer. Jalur itu dibangun kurang dari empat tahun dari 15 Oktober 1869 sampai 31 Januari 1873.
”Jembatan rel itu sudah lama sekali. Sampai-sampai tidak ada warga yang mengetahui awal mulanya. Dulu sepertinya pernah digunakan kereta api untuk mengangkut gelondongan kayu jati sampai ke selatan Gedung Bank BNI Jakarta Kota yang sekarang,” kata Margono, warga yang tinggal di seberang timur anak Sungai Ciliwung di RT 002 RW 004 Kelurahan Ancol Barat, Pademangan, Jakarta Utara.
Beberapa batang gelondongan kayu jati yang dimaksudkan Margono sekarang masih dapat dijumpai di area permukiman penduduk di selatan Gedung Bank BNI Jakarta Kota. Lokasinya sekitar 500 meter tak jauh dari jembatan rel di atas anak Sungai Ciliwung.
Ukuran gelondongan kayu-kayu jati itu tergolong langka dengan panjang 8-10 meter dan berdiameter 60-150 sentimeter. Kayu itu seperti tak bertuan, kusam, dan bertumpuk tak beraturan.
Di atas onggokan gelondong kayu jati didirikan sebuah bangunan kayu semacam gardu atau balai-balai.
Belum ditemukan arsip yang menyatakan kepemilikan gelondongan kayu jati itu. Diduga gelondongan kayu itu ada sejak masa kolonial Belanda.
Emplasemen Jakarta Kota
Dari tempat berhentinya kereta api atau emplasemen Stasiun Jakarta Kota di sisi utara tampak lokasi jalur rel pertama di Jakarta yang sudah beralih fungsi menjadi jembatan warga. Anak Sungai Ciliwung juga melintas di bawah emplasemen Stasiun Jakarta Kota yang dibangun dan mulai dioperasikan pada 8 Oktober 1929 oleh Pemerintah Belanda.
”Di bawah kita berdiri sekarang ini ada saluran anak Sungai Ciliwung,” kata Aditya Dwi Laksana, sambil menunjuk jembatan rel dari emplasemen Stasiun Jakarta Kota yang berjarak sekitar 300 meter.
Aditya adalah anggota komunitas pencinta kereta api Indonesian Railway Preservation Society (IRPS). Ia menjadi Ketua IRPS periode 2007-2010 dan 2010-2013.
”Hanya satu itu saja bekas jalur rel pertama di Jakarta yang terlacak,” kata Aditya.
Pada waktu itu konsesi pembuatan jalur rel dari Pasar Ikan sampai Bogor dimiliki perusahaan swasta Belanda yang dikenal sebagai Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij atau sering disingkat NIS. Disebutkan di dalam buku Sejarah Perkeretaapian di Indonesia I tahun 1990 yang diterbitkan Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), penyelesaian jalur rel Pasar Ikan-Bogor dibagi dalam tiga tahap.
Dari Pasar Ikan di daerah Pelabuhan Sunda Kelapa, dikenal sebagai Stasiun Kleine Boom (pabean pelabuhan), jalur rel terhubung hingga Stasiun Gambir (Koningsplein) yang berjarak 9,27 kilometer. Bagian ini yang diselesaikan sebagai tahap pertama sejak 15 Oktober 1869 hingga mulai dioperasikan pada 15 September 1871.
”Di antara kedua stasiun itu terdapat simpangan rel menuju Stasiun Pusat Batavia (Batavia Hoofdstation) yang dulunya dibangun di lokasi parkir Bank BNI Jakarta Kota sekarang. Jejak stasiun itu sekarang sulit untuk dilacak,” kata Aditya.
Jalur rel berikutnya dari Stasiun Gambir menuju Stasiun Jatinegara dan dioperasikan pada 16 Juni 1872. Terakhir, dari Stasiun Jatinegara ke Bogor, selesai Januari 1873. Jalur Pasar Ikan sampai Bogor dioperasikan sepenuhnya sejak 31 Januari 1873.
Penyelesaian jalur rel Pasar Ikan-Bogor hampir bersamaan dengan jalur rel Samarang-Lempuyangan (Semarang-Yogyakarta) melalui Surakarta. Jalur itu mulai dioperasikan pada 21 Mei 1873, sekitar lima bulan setelah jalur Pasar Ikan-Bogor diresmikan. Keduanya dibangun perusahaan swasta Belanda yang sama, yaitu NIS.
”Stasiun Kleine Boom (Pasar Ikan) digunakan untuk mendistribusikan batubara dari Kalimantan Selatan ke Batavia,” kata Kepala Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur PT Kereta Api Indonesia (Persero) Ella Ubaidi.
Dari Priangan
Stasiun Kleine Boom di Pasar Ikan terutama mengekspor kopi, teh, dan kina dari Priangan, Jawa Barat. Lalu lintas kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa kemudian berkembang pesat, di antaranya dipicu oleh pembukaan jalur perdagangan pemintas Eropa-Asia di Terusan Suez, Mesir, sejak November 1869.
Pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk membangun pelabuhan baru di Tanjung Priok, sekitar 8 kilometer arah timur Pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk memperlancar pengangkutan material dari Pelabuhan Sunda Kelapa, dibangunlah jalur rel kereta api dari Stasiun Kleine Boom menuju Stasiun Tanjung Priok pertama yang persis berada di pinggir dermaga.
Stasiun Tanjung Priok pertama di dermaga diresmikan pada 3 November 1885. Pengoperasian Stasiun Tanjung Priok pertama dihubungkan ke Stasiun Batavia Noord. Stasiun Kleine Boom kemudian tidak dipakai lagi.
Margono dan banyak warga lainnya yang sekarang menetap di sekitar Stasiun Utama Jakarta Kota tidak banyak mengetahui awal mula perkeretaapian di Jakarta. Bukan hanya mereka, sebagian besar masyarakat Jakarta pun sudah mulai ahistoris, tak mengenal sejarah kotanya sendiri….