Ada proses dan mereka yang tekun sehingga membuat stasiun-stasiun kereta api di Indonesia menjadi lebih bersih. Di antara proses itu, ada peran petugas kebersihan alih daya atau ”outsourcing”, seperti Duma Mariana Simanjuntak (19). Bertugas setiap hari di Stasiun Medan, Sumatera Utara, dia bekerja keras dalam proses menggapai mimpinya. Mimpi pertama adalah kuliah.
”Jadwal bekerja saya pukul 07.00-15.00. Selanjutnya, selama dua jam belajar di lantai dua di dekat pintu masuk stasiun kereta bandar udara, lalu berjalan kaki ke kampus untuk kuliah mulai pukul 17.00 sampai 21.00,” kata Duma, sewaktu dijumpai di Stasiun Kereta Api Medan, akhir April 2015.
Duma menjadi sorotan pegawai dan pejabat PT Kereta Api Indonesia (KAI/Persero) di Stasiun Medan. Salah satu pemicunya, karena tekadnya. Dalam bekerja pun, ia amat rajin.
Hal yang paling menarik perhatian, seperti diungkapkan Kepala Divisi Regional I PT KAI Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam Saridal (52) selepas bekerja Duma selalu mengambil ruang tersendiri di lantai dua stasiun untuk belajar.
Tempat itu merupakan ruang tunggu calon penumpang yang ingin berangkat ke Bandara Kualanamu. Meja dan kursi yang sering dipakai Duma berada di pojok, agak menjauh dari deretan kursi calon penumpang.
”Anak ini sangat rajin bekerja dan sedang berjuang dari bawah,” kata Saridal.
Duma mengingatkan Saridal dengan kariernya sendiri di PT KAI, yang juga dirintis dari bawah setelah lulus SMA di Purworejo, Jawa Tengah.
Bagaimana perjuangan Duma? Perempuan ini lulus dari Jurusan Manajemen di Sekolah Menengah Kejuruan Raksana, Medan, tahun 2013. Setelah lulus, dia bekerja sebagai petugas kebersihan pada perusahaan alih daya SOS untuk bagian bersih-bersih di Stasiun Medan.
”Pertama kali saya masuk bekerja, gaji saya Rp 1,3 juta per bulan. Sekarang sudah naik menjadi Rp 1,9 juta per bulan,” katanya.
Gaji itu, antara lain, dipergunakan untuk membayar uang kuliahnya di International Business Management Indonesia di Medan, yang lokasinya tidak jauh dari stasiun. Dia biasa setiap hari pergi-pulang kuliah berjalan kaki.
Saat ini, dia memasuki masa kuliah semester II. Nilai indeks prestasi kumulatif terbilang tinggi, yaitu 3,75 dari angka maksimal 4. Total masa kuliahnya diperkirakan 3,5 tahun. Selama itu pula, dia akan bekerja keras agar bisa menjalani kerja di stasiun sambil menuntaskan kuliah. Dia bertekad tak akan berhenti di tengah jalan.
Pemimpin perkantoran
Untuk ukuran seorang yang bekerja bersih-bersih di stasiun kereta api, Duma memiliki kepercayaan diri yang luar biasa. Ketika ditanya apa cita-citanya, dia tegas mengatakan, ”Saya ingin menjadi pemimpin. Pemimpin perkantoran, karena saya sekarang belajar manajemen perkantoran.”
Duma tidak pernah ragu menjalankan tugas sehari-harinya. Meski saat ini ia bekerja sebagai petugas kebersihan, bukan berarti akan selamanya seperti itu. Tetap realistis dan tekun menjalankan pekerjaan utamanya sekarang, tetapi dia telah menatap jauh ke depan.
Keseharian Duma, sejak pukul 07.00, gadis itu sudah membersihkan ruang kerja kepala stasiun, toilet umum, mushala, tempat air wudu, tangga, dan ruang loket. ”Kalau sudah biasa, tidak terasa capai. Tugas pokok saya membersihkan stasiun dengan lokasi yang berpindah-pindah,” ujarnya.
Berbagai pengalaman buruk pernah mengusik Duma. Di antara para lelaki pengunjung Stasiun Medan, misalnya, ada yang berterus terang ingin mengajak Duma ke Jakarta, lalu dijanjikan untuk dijadikan model foto. Kerap pula dia mendengar pujian sambil bertanya, ”Mengapa orang seperti saya mau bekerja menjadi cleaning service.”
Ada pula pengalaman pahit yang dialami Duma. Suatu ketika, ada seorang berambut cepak memasuki toilet perempuan. Kebetulan Duma berada di ruang toilet perempuan tersebut. Mengira sosok itu lelaki, Duma segera mengingatkan sambil menunjukkan bahwa ruang toilet pria ada di sebelahnya.
”Ibu itu langsung memaki saya dan menyingkap pakaian di bagian perut hingga dadanya untuk menunjukkan bahwa dia benar-benar perempuan,” katanya mengenang.
Naik kereta pertama
Duma terlahir sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Ayahnya, Junian Simanjuntak, pedagang di Pasar Sentral Medan, sedangkan ibunya, Friska Sitinjak, ibu rumah tangga.
Dengan penghasilan dari bersih-bersih di Stasiun Medan sejak 2013, Duma bisa menghidupi diri sendiri. Itu berarti juga meringankan beban orangtuanya.
Meskipun bekerja di stasiun kereta api, Duma belum pernah bepergian menggunakan kereta api. Pengalaman naik kereta api pertamanya terjadi ketika ia ditugaskan untuk mengantar berbagai perlengkapan kebersihan dari Stasiun Medan ke Stasiun Bandara Kualanamu.
”Pertama kali saya naik kereta, ya, sewaktu saya bekerja dan diminta mengantarkan tisu, sabun pencuci tangan, dan pewangi lantai ke Bandara Kualanamu. Selain itu, saya belum pernah naik kereta api,” kata Duma.
Sama seperti kebanyakan orang, pada mulanya Duma juga membayangkan kereta api yang kotor dan tidak nyaman. Karena itu, ketika harus bepergian ke suatu daerah, seperti ke Binjai, dia lebih memilih menggunakan bus. Apalagi, waktu itu sering dikatakan naik kereta di ruas itu kurang nyaman.
Kini, dengan mata kepala sendiri, Duma menyaksikan perubahan. Setidaknya stasiun di tempatnya bekerja tampak selalu bersih. Kereta api yang beroperasi senantiasa dibersihkan.
Perubahan itu membuat masyarakat semakin nyaman bepergian dengan kereta. Duma bangga menjadi bagian dari perubahan itu. Dia bekerja keras, kuliah, dan terus mendorong dirinya untuk meraih impiannya yang lebih tinggi.
Namun, ia terkadang juga memberikan dorongan kepada rekannya untuk tetap mempunyai cita-cita. Ia memberikan semangat untuk mengerjakan dengan serius pekerjaan mereka. Prinsipnya, apa pun jenis pekerjaan, selama tak bertentangan dengan hukum, ia akan jalani dengan tekun. Semoga berhasil, Duma.