KOMPAS/NAWA TUNGGAL

Tjahjono Rahardjo.

Susur Rel 2014

Sosok: Tjahjono Rahardjo – Kecintaan Berawal di Emplasemen Lempuyangan * Liputan Khusus Susur Rel 2014

·sekitar 4 menit baca

Kecintaan Tjahjono Rahardjo (62) terhadap perkeretaapian, terutama pada bagian kesejarahannya, berawal di emplasemen tempat kereta api berhenti di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Semasa kanak-kanak, hampir setiap sore ia bersepeda dengan ayahnya melihat-lihat kereta api di stasiun pertama di Yogyakarta itu. Sejak tahun 2009, dia berupaya menelusuri sejarah mula kereta api di Indonesia.

”Mulanya ada keraguan tentang informasi sejarah stasiun kereta api yang pertama di Indonesia. Keraguan ini kami diskusikan dalam komunitas pencinta kereta api karena saya tergabung dalam komunitas IRPS (Indonesian Railway Preservation Society),” kata Tjahjono, Kamis (20/2), di Semarang, Jawa Tengah.

Sejak tahun 1996, dia mengajar di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Semarang. Pada 2002 hingga kini, ia mengajar di Program Magister Lingkungan dan Perkotaan Unika Soegijapranata.

Banyak aktivitas yang dia tekuni berhubungan dengan sejarah, antara lain menjadi anggota Badan Pengelola Kawasan Kota Lama Semarang periode 2013-2017. Ia juga menjadi anggota Tim Ahli Cagar Budaya Kota Semarang periode 2013-2014.

Untuk urusan kerja sama lintas budaya dengan negara lain, terutama Belanda, Tjahjono bergabung di Yayasan Budaya Widya Mitra Semarang sejak 2006. Sebelumnya, tahun 1993-1994 dia menempuh studi S-2 Manajemen Perkotaan di Erasmus Universiteit, Rotterdam, Belanda.

Dari beberapa buku sejarah perkeretaapian di Indonesia, Tjahjono menemukan informasi stasiun kereta api pertama di Tanah Air adalah Stasiun Semarang Gudang yang dibangun tahun 1864 dan mulai beroperasi tahun 1867. Stasiun itu kini terletak di Kelurahan Kemijen, Semarang Timur.

Sederhana

Bangunan bekas Stasiun Semarang Gudang masih mudah ditemui. Bangunan itu masih berdiri tegak, tetapi dikelilingi rawa-rawa dari rob atau limpasan air laut pasang. Meski sudah ambles sedalam lebih kurang 3 meter akibat penurunan tanah, bagian bangunannya masih bisa dilihat dari kejauhan di pinggir Jalan Ronggowarsito, jalan menuju Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.

Bersama beberapa rekan anggota IRPS, Tjahjono beberapa kali mendatangi bangunan itu. Struktur dan bentuk bangunannya yang persegi panjang tampak sederhana untuk ukuran stasiun kereta api pertama masa Hindia Belanda.

”Hal itu memunculkan keraguan, mengingat stasiun-stasiun kereta api lain di Indonesia, terutama stasiun besar, punya nilai arsitektural tinggi,” kata Tjahjono yang lulus dari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang, tahun 1981.

Keraguan akan kebenaran sejarah stasiun pertama kali di Indonesia makin bertambah karena ditemui pula informasi berbeda dari Museum Transportasi di Taman Mini Indonesia Indah. Di museum itu, stasiun kereta api pertama di Indonesia adalah Stasiun Kemijen, Semarang.

”Bangunan Stasiun Kemijen tampak seperti halte atau perhentian kereta api dilengkapi rumah sinyal di lantai dua. Kami juga meragukan kebenarannya,” katanya.

Peta dan foto

Diskusi menguak kebenaran sejarah stasiun kereta api pertama di Indonesia terus berlangsung. Sejak tahun 2008, Tjahjono bersama rekan IRPS lainnya, seperti Deddy Herlambang dan Karyadi Baskoro, dengan serius mengambil tindakan atas keraguan itu.

Dibantu salah seorang pencinta kereta api dari Jerman, Stefan Matthaeus, diperoleh data penting. Stefan mencarikan peta-peta kuno tentang sejarah stasiun kereta api pertama di Indonesia dari Koninklijk Instituut voor de Tropen (Royal Tropical Institute), juga foto-foto kuno sejarah perkeretaapian di Indonesia dari Koninklijk Instituut voor Taal-Land-en Volkenkunde (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies) di Leiden, Belanda.

Dari berbagai data peta dan foto kuno itu, disimpulkan bahwa stasiun kereta api pertama di Indonesia bukan Stasiun Semarang Gudang ataupun Stasiun Kemijen, tetapi Stasiun Samarang. Letak ketiga stasiun itu berdekatan dan di area yang sama, Kelurahan Kemijen.

Stefan juga membantu perkiraan penentuan lokasi pemetaan dengan citra satelit dari aplikasi Google Earth tahun 2009. Berpegang dari semua data itulah, jejak bekas Stasiun Samarang ditemukan. Bangunan sisanya menjadi hunian penduduk dan disebut Asrama Spoorland.

”Saat mendapati lengkungan besi konsol yang sama persis dengan gambar di foto kuno Stasiun Samarang, kami kehilangan kata-kata. Ternyata keraguan kami benar,” kata Tjahjono yang bersama rekan-rekan IPRS menyebarluaskan informasi baru itu ke sejumlah pihak.

Awal kereta api

Sejarah global awal mula kereta api juga menarik perhatian Tjahjono. Ia menyebut Richard Trevithick dari Inggris yang pertama kali membuat lokomotif uap dan dijalankan di atas rel pada tahun 1804. Waktu itu lokomotif dicoba menarik lima gerbong bermuatan 10 ton besi dan 70 orang, dengan kecepatan sekitar 8 kilometer per jam.

Dia juga menyebut George Stephenson yang merancang kereta api dengan lokomotif berdaya angkut besar. Kereta api itu digunakan untuk mengangkut hasil tambang batubara.

Teknologi perkeretaapian terus berkembang semenjak dioperasikannya kereta api penumpang pertama di Inggris tahun 1825. Selain lokomotif uap, juga dimanfaatkan tenaga penarik kuda.

Sebelum mengembangkan kereta api di Indonesia 150 tahun lalu, atau pada 1864, Belanda lebih dulu mengembangkan kereta api di negerinya tahun 1839.

”Kecintaan terhadap kereta api dan sejarahnya saya pupuk sejak masih kecil. Saat berangkat sekolah dengan becak dari rumah di depan Stadion Kridosono, ke SD Santo Yusuf di Dagen, dekat Malioboro, saya melintasi rel kereta api di sebelah timur Stasiun Tugu, Yogyakarta,” kata Tjahjono lagi.

Sebelum tiba di pelintasan kereta api, Tjahjono kecil berharap ada kereta api yang lewat. Lokasi itu pun tak jauh dari Stasiun Lempuyangan, tempat dia bermain dan tumbuh menjadi pencinta kereta api yang berbagi pengetahuan dengan orang banyak.

Artikel Lainnya