Ratusan spesies terumbu karang, beragam jenis individu perairan, mulai dari hiu paus, dugong, lumba-lumba, hingga paus; serta bangkai pesawat terbang dari masa Perang Dunia II, semua relatif mudah ditemukan dalam penyelaman di Taman Nasional Teluk Cenderawasih, yang masuk dalam wilayah Kabupaten Teluk Wondama serta Nabire di Papua Barat dan Papua. Penyelaman pun telah dilakukan harian Kompas di 14 titik pada 10-15 Agustus lalu.
Sebanyak 14 titik penyelaman itu antara lain adalah perairan Pulau Wairundi, Apimasum, Purup, Mekefer, Somobokoro, Rippon, Numamuram, Rouw, Matas, dan Tridacna Reef di wilayah Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Selain itu titik penyelaman di perairan Tanjung Mangguar, Pulau Mangga di dekat Kwatisore, dan Nutabar yang masuk wilayah Kabupaten Nabire, Papua.
Penyusuran titik-titik penyelaman dilakukan sembari mengamati keragaman biota di dalamnya. Titik pertama yang diselami adalah perairan Pulau Wairundi di Teluk Wondama, Papua Barat.
Ludi Parwadani Aji, peneliti Loka Konservasi Biota Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berbasis di Biak, Papua, mengatakan, kondisi terumbu karang secara umum dalam kondisi cukup. Persentase tutupan karang hidupnya antara 25 persen dan 49,9 persen. Kondisi itu terkonfirmasi dengan kehadiran hiu black tip (Carcharhinus limbatus) di Wairundi dan Tanjung Mangguar, sebagai penanda relatif sehatnya ekosistem perairan. Adapun predator terumbu karang berupa bintang laut berduri atau bulu seribu (Acanthaster planci) relatif hanya ditemukan di perairan Pulau Nutabari.
Kerusakan terumbu karang, termasuk pemutihan di beberapa titik, sebenarnya juga ditemukan di perairan itu. Ludi pun menduga hal itu terjadi karena faktor alam, seperti arus laut yang dipicu oleh badai dan ulah manusia, seperti pengeboman ikan serta jangkar kapal.
Target wisata
Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) Ben Gurion Saroy pun kini makin gencar mengupayakan peralihan profesi ribuan nelayan itu menjadi pelaku wisata. Ini menyusul relatif besarnya potensi pariwisata yang bisa dijual, di sisi lain adanya kecenderungan perusakan ekosistem yang dilakukan sebagian nelayan.
Ben pun merujuk pada tiga hal untuk mengedepankan pariwisata. Pertama, keragaman terumbu karang terkaya di Indopasifik dengan kehadiran 220 spesies per hektar. Kondisi ini, kata Ben, dikonfirmasi oleh survei organisasi nonpemerintah Conservation International dan World Wildlife Fund. Kedua adalah kehadiran hiu paus (Rhincodon typus) sepanjang tahun di perairan Teluk Cenderawasih. Ketiga, aspek budaya kepercayaan masyarakat lokal yang menanti untuk dieksplorasi.
Konsep mengedepankan pariwisata awalnya ditolak oleh masyarakat. Setidaknya, hingga 2012, penolakan masih terus terjadi. Belakangan, model ekowisata diperkenalkan dengan harapan masyarakat lokal menerima manfaat ekonomi. “Kita harapkan mereka (masyarakat) tidak resisten karena ada dampak ekonomi,” ujar Ben.
Bersama sejumlah organisasi nonpemerintah, praktik pemberdayaan masyarakat berbasis ekowisata mulai didorong dalam bentuk peraturan daerah. Proses ini telah dimulai sejak 2014 dan kini dalam proses pengesahan. Di dalamnya, tercantum aturan mengenai standar biaya aneka jasa wisata. Ini termasuk layanan pemandu wisata dan beragam obyek serta atraksi wisata yang bisa dinikmati.
Upaya itu termasuk peninjauan zonasi dan konsultasi publik sebelum pengesahan secara resmi oleh pemerintah. Ini merupakan perubahan mendasar dari pola sebelumnya yang hanya melindungi lingkungan hidup menjadi upaya pemberdayaan masyarakat. “Ini sinergitas kita untuk membangun dan memanfaatkan potensi wisata supaya mereka (penduduk) juga jaga lingkungan,” ujar Ben.
Project Leader WWF Indonesia Program Papua Site TNTC Juswono Budisetiawan pun mengingatkan sejumlah status yang melekat terkait pembagian zonasi di taman nasional itu. Misalnya, pemanfaatan terbatas di daratan Pulau Rouw dan perlindungan bahari untuk status lautnya. Pada zona perlindungan bahari, misalnya, masih boleh dimasuki dan dilakukan rekayasa ekosistem.
Selain itu, masih ada zona inti dan zona pemanfaatan umum. Pada zona inti, kegiatan wisata sama sekali tidak bisa dilakukan. Adapun zona pemanfaatan umum dapat dimanfaatkan dengan aktivitas perekonomian non-ekstraktif, seperti pariwisata.
Pada sebagian zona inti dapat dilakukan pemanfaatan secara terbatas setelah peninjauan zonasi. Misalnya, pemanfaatan untuk pendataan ilmiah, praktik pemantauan biota laut, dan ekspedisi khusus.
Kata Ben, bagi praktik wisata massal selain ekoturisme dapat dilakukan di kawasan penyangga Teluk Cenderawasih. Ben menilai kawasan penyangga juga masih dapat menampung jumlah kunjungan turis yang masih sedikit. Kebetulan, investor dari luar negeri juga menaruh minat menanamkan modal.
Di sisi lain, Kepala Program Pascasarjana Sumber Daya Akuatik Universitas Papua Paulus Boli menekankan ketidaksetujuannya dengan konsep wisata massal. Ini menyusul daya dukung lingkungan yang menurut dia tidak cukup kuat.
Paling luas
Namun, kata Ben, dengan luas 1.453.500 hektar, TNTC merupakan taman nasional terluas di Indonesia. Wilayah TNTC terbagi dalam 12.400 hektar pesisir pantai, 55.800 hektar daratan dan pulau-pulau, serta 1.385.300 hektar perairan laut. Di dalamnya, terdapat 15.000 penduduk yang tersebar di 15 distrik, yakni dua distrik di Kabupaten Nabire, Papua, dan 13 distrik di Kabupaten Teluk, Papua Barat.
Nasib sebanyak 15.000 penduduk inilah yang ingin diupayakan kesejahteraannya lewat pariwisata berkelanjutan. Pada sebagian distrik terdapat sejumlah kampung yang memulai langkah-langkah menjalankan pariwisata berkelanjutan.
Pada penyelaman saat petang hari di Apimasum, misalnya, terlihat hamparan transplantasi terumbu karang. Upaya tersebut dilakukan masyarakat dengan pendampingan WWF dan belakangan dikelola sendiri oleh masyarakat termasuk adanya pemantauan rutin.
Selain itu, terdapat pula sejumlah kima besar (Tridacna gigas) yang dijaga keberadaannya. Warga setempat, terutama kaum ibu, kemudian mengumpulan kima-kima besar itu dan menjadikannya sebagai kawasan konservasi berjuluk “kebun kima”.
Akan tetapi, di lokasi penyelaman lain, di Tridacna Reef, misalnya, yang masuk zona inti menyusul banyaknya keberadaan (kima), justru ditemukan jejak-jejak kerusakan terumbu karang. Ludi berpendapat, kerusakan itu terjadi karena aktivitas pengeboman ikan.
Mengapa hal itu dapat terjadi? Ternyata, lokasinya relatif jauh dari permukiman penduduk di daratan sehingga pelaku pengeboman leluasa beraksi. Kabar baiknya, kata Ludi, tutupan karang di kawasan itu juga relatif cepat pulih karena letaknya relatif jauh dari daratan sehingga terbebas dari potensi sedimentasi dan paparan limbah.
Dimana lokasi penyelaman terbaik? Kata Evi Nurul Ihsan, Monitoring and Surveillance Officer WWF Indonesia di Teluk Cenderawasih, secara umum kondisi tutupan karang terbaik dari 14 lokasi penyelaman itu berada di Numamuram, Distrik Teluk Duairi, Kabupaten Teluk Wondama. Tutupan karangnya hingga 53 persen atau dalam kondisi baik dan cenderung stabil pada pemantauan di tahun 2011 dan 2016. Kondisi karang baik tentu saja kabar baik pula bagi pariwisata.
Namun, untuk lebih menjamin perbaikan kesejahteraan bagi sekitar 15.000 penduduk, lokasi-lokasi lain di Teluk Cenderawasih tempat terdapatnya potensi hidup terumbu karang mesti diupayakan sebaik kondisi di Numamuram. (ICHWAN SUSANTO/MOHAMMAD HILMI FAIQ/INGKI RINALDI)