Misteri Sang Bidadari Halmahera

Coklat adalah warna dominan burung ini. Untuk yang jantan, ia berhias bulu perisai berwarna hijau mengilap. Keunikan lain adalah ada dua pasang bulu putih memanjang yang mirip antena. Waaakaakkk…waakaakkk, begitu kicauannya.

Hingga sekarang, burung yang hanya bisa ditemukan di Halmahera, Maluku Utara, ini belum diketahui di mana sarangnya serta bagaimana perilaku saat bertelur dan mengerami telurnya. Namun, tak sukar mendapati burung ini beraksi di pagi hari, salah satunya di sudut Hutan Aketajawe Lolobata di Halmahera.

”Sulit sekali menemukan di mana burung ini bersarang dan bertelur. Penelitian dan pencarian yang berulang kali dilakukan belum mampu menemukannya,” kata Kepala Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata Muhammad Wahyudi saat dijumpai di Sofifi, Maluku Utara, April lalu.

Burung dengan nama Latin Semioptera wallacii ini adalah salah satu spesies yang dikagumi AR Wallace. Ia mendapatkannya dari Ali, asistennya yang setia, saat kunjungan mereka ke Pulau Bacan pada periode Oktober 1858 sampai April 1859. Bagi Wallace, burung itu ibarat hadiah besar yang tak lain dan tak bukan adalah seekor cenderawasih jenis baru dan berbeda dari yang lain.

”Lihat, Tuan. Benar-benar burung yang aneh,” seru Ali kepada Wallace saat memamerkan burung itu, persis seperti yang tertulis dalam The Malay Archipalego.

Nama Latin ini, seperti penuturan Wallace dalam bukunya, diberikan oleh GR Gray dari British Museum. Gray, di masa itu, adalah pakar zoologi dari Inggris yang bekerja untuk British Museum.

Bagaimana status burung ini di alam? Tak jelas, sama misteriusnya dengan keberadaan sarang mereka. Dalam daftar Badan Konservasi Dunia (IUCN Red List), status bidadari halmahera ini dikategorikan berisiko rendah. Status ini diberikan kepada spesies yang tidak dikategorikan terancam.

Namun, IUCN memberi catatan bahwa populasi spesies ini menurun kendati tidak diyakini mendekati batas rentan. Secara resmi, belum ada penghitungan ukuran populasi bidadari halmahera di alam liar. Ancaman utama spesies indah ini adalah hilangnya habitat akibat penebangan, pembukaan ladang, perkebunan, dan pertambangan.

”Dari tiga titik pengamatan di Hutan Aketajawe, setidaknya ada 20-30 ekor bidadari halmahera yang bisa kami amati,” ucap Adriel L Muda, salah satu polisi hutan Taman Nasional Aketajawe Lolobata.

Potensi wisata

Di kawasan Wallacea, terdapat sekitar 700 spesies burung dan 250 spesies di antaranya endemik. Adapun di seluruh Indonesia terdapat 1.777 spesies burung. Dari total spesies burung di zona Wallacea, 250 spesies berstatus endemik.

Menurut Vincentia Widyasari, Koordinator Kemitraan Kepulauan Maluku pada Burung Indonesia, status endemik burung-burung di zona Wallacea adalah potensi tinggi untuk pariwisata. Sebab, tak bisa ditemukan di bagian bumi mana pun untuk bisa melihat burung-burung tersebut di alam liar.

”Perhatian kepada burung tak cukup pada aspek pelestariannya saja. Daripada diburu, ditangkap, dan dijual secara ilegal, akan lebih baik jika dikelola menjadi obyek wisata khusus,” ujar Vincentia.

Hutan Aketajawe Lolobata tak hanya punya bidadari halmahera. Hutan dengan luas lebih dari 167.000 hektar itu menjadi rumah bagi 141 spesies burung, seperti nuri, kakatua, atau mandar gendang yang punya suara ajaib mirip gendang itu.

Sayangnya, potensi itu belum dikembangkan dengan optimal. Belum ada layanan jasa pariwisata secara profesional untuk mengembangkan kekayaan flora dan fauna di Hutan Aketajawe Lolobata sebagai obyek wisata andalan. Tiket masuk bagi wisatawan lokal terbilang murah, yaitu Rp 5.000 per orang. Sementara bagi turis mancanegara Rp 150.000 per orang.

Selain itu, belum tersedia penginapan bagi pengunjung di sekitar Hutan Aketajawe Lolobata. Sejauh ini, baru ada rumah salah satu sukarelawan Taman Nasional Aketajawe Lolobata yang disewakan untuk tamu, yaitu di Desa Ake Jawi, Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten Halmahera Timur. Padahal, demi menghemat waktu, menginap di lokasi yang berdekatan dengan Hutan Aketajawe Lolobata akan lebih efisien. Untuk bisa menyaksikan burung-burung endemik beraksi di pagi hari, pengunjung harus tiba di lokasi di dalam hutan selambatnya pukul 07.00.

(APO/LUK/FRN)