Asap mengepul dari mesin pengolah teh di pabrik pengolahan teh Gunung Dempo PTPN VII, Pagar Alam, Sumatera Selatan. Para pekerja hilir mudik mengisi karung-karung dengan teh hitam lalu mengangkutnya untuk disortasi. Wajah mereka suram penuh debu teh, sesuram pabrik itu sendiri.
Mohammad Hilmi Faiq
Ilustrasi tersebut sebangun dengan kondisi industri teh yang dialami PTPN VII. Dalam 20 tahun terakhir, pabrik ini terus merugi. Banyak faktor penyebabnya, salah satunya pemasaran yang terpusat lewat holding, yakni PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN). Pola ini dianggap para pemangku PTPN menutup kreasi sehingga sulit maju.
Gambaran kerugian itu diungkapkan Direktur Operasional PTPN VII Husairi begini: dalam sebulan, PTPN VII harus mentransfer uang Rp 2,3 miliar sampai Rp 2,5 miliar untuk membayar gaji karyawan. Padahal, uang masuk dari penjualan teh, mayoritas teh hitam ortodoks dan CTC, hanya Rp 1,7 miliar.
PTPN VII mengalami itu, tetapi kemudian berani belok kiri keluar dari lubang kerugian puluhan tahun itu. Ini langkah belok kiri karena jarang PTPN berani mengambil langkah ini. PTPN VII perlu memperbaiki pabrik, terutama mesin yang sudah lama tidak dirawat secara maksimal lantaran kekurangan dana. Selain itu, kebun-kebun yang luasnya mencapai 1.500 hektar itu juga sudah lama tidak dirawat dengan baik, setidaknya sejak tahun 2016. ”Semua butuh rehab, tetapi mengganggu keuangan perusahaan,” kata Husairi yang kemudian memilih jalan lain atau belok kiri
Gandeng swasta
Jalan belok kiri itu adalah dengan menggandeng PT Kabepe Chakra. Dua perusahaan ini lalu meneken nota kerja sama pada akhir November 2018. Persisnya adalah kerja sama operasional (KSO) atas lahan seluas 1.500 hektar.
Husairi melihat beberapa keuntungan dalam KSO yang akan berjalan selama lima tahun tersebut. Misalnya, gaji karyawan ditanggung Chakra sehingga PTPN VII tak perlu mengirim uang lagi tiap bulan. Selain itu, Chakra ikut memperbaiki tanaman dan membeli seluruh produk untuk dijual kembali. ”Cash flow enggak terganggu, kebun bagus, enggak jual aset. Secara ekonomi kami juga dapat belajar tentang marketing dari Chakra,” ujarnya.
Chakra sebenarnya banyak bertaruh dengan KSO ini karena masalah yang dihadapi Pabrik Teh Gunung Dempo ini sangat serius. Dalam bahasa Direktur Kabepe Chakra Sukiman Sumarto, kerja sama dengan PTPN VII bentuk kolaborasi terberat dan terdalam di antara jenis kolaborasi lain.
Biasanya Chakra hanya menaruh satu atau dua orang untuk mendampingi di perusahaan mitra untuk kategori kolaborasi ringan. Lalu, ikut dalam menaruh modal kerja yang sifatnya utang dan dibayar lewat produk untuk kategori kolaborasi sedang. Nah, untuk PTPN VII ini, Chakra ikut berinvestasi bersifat titipan dan membeli semua produknya. Chakra ikut menanggung kerugian dan baru dapat bagi hasil ketika hasil penjualan melampaui keuntungan tertinggi selama lima tahun.
Keunggulan
Di balik itu, Sukiman melihat potensi besar pada perkebunan teh di lereng Gunung Dempo tersebut. Kebun di Pagar Alam mirip dengan di Kabawetan, Kapahiang, Bengkulu, yakni kebun yang dikelola PT Sarana Mandiri Mukti, salah satu perusahaan grup Chakra. ”Sejarahnya sama. Ada transmigran dari Jawa. Di sini bahasa Jawa. Ini menunjukkan sebuah demografi yang mudah diarahkan,” kata dia.
Selain itu, Pagar Alam sangat cantik karena tanahnya subur dan populasi tehnya padat. Yang utama, perkebunan di lerang Gunung Dempo ini menghadap matahari terbit yang dengan demikian mempercepat proses fotosintesis dan meningkatkan zat hijau daun (klorofil). Ini poin amat penting dalam pertimbangan kualitas daun teh. Penyinaran yang cukup, minimal 4 jam sehari, juga efektif mencegah beragam penyakit, seperti cacar daun (Exobasidium vexans).
Kebun teh di lereng Gunung Dempo ini mayoritas klon TRI 2025, yakni bibit dari Tea Researc Institute (TRI) Sri Lanka. Chakra cocok dengan ciri fisik daun klon TRI 2025 karena sesuai dengan kebutuhan pasar.
Jika selama ini pola pemasaran PTPN VII mengandalkan produk, Chakra memutar jalan dengan mengandalkan pasar. Artinya, produk-produk yang dihasilkan akan berubah-ubah bergantung kebutuhan pasar. Misalnya, jika selama ini PTPN VII mayoritas memproduksi teh hitam ortodoks, Chakra akan mengubah dengan menjadikan pucuk segar menjadi teh hijau dan orange peko (OP). Kedua jenis teh ini, terutama teh hijau, amat laris di pasar dibandingkan dengan teh hitam.
Sekarang ini, Chakra sudah menggelontorkan dana sekitar Rp 10,7 miliar untuk perbaikan kebun dan pabrik. Juga membangun instalasi pabrik teh hijau dan teh OP.
Chakra amat lincah mencari pasar dan memiliki jaringan luas. Tahun lalu, Chakra secara umum menghasilkan 14.000 ton teh kering per tahun. Sebagian besar diekspor ke berbagai belahan dunia, seperti Inggris, Timur Tengah, dan Eropa. Beberapa perusahaan yang dipasok Chakra ini masuk kategori blue chip dalam pasar modal. Ada jaminan keuangan.
Chakra menjual teh-teh premium dengan harga yang berlipat jika dibandingkan dengan teh hitam ortodoks yang hanya sekitar Rp 25.000 per kilogram. Mereka tahu bahwa teh dengan kualitas menengah ke bawah atau bahasa awamnya, teh biasa, sudah over supply sehingga harganya jatuh. ”Kami harus mencari ceruk pasar yang memiliki apresiasi harga yang baik,” begitu Sukiman menggambarkan.
Sukiman tahu bahwa kualitas pucuk daun teh segar di lereng Gunung Dempo ini sangat bagus dan bisa produktif. Ini sebangun dengan kabar terbaru dari lereng Gunung Dempo yang sekarang sedang meningkat produktivitasnya.
Jumat (10/4/2020), Asisten Abdi Suranta Sinulingga mengabarkan, sekarang bisa memetik 45 ton per hari pucuk segar. Padahal, Agustus tahun lalu rata-rata hanya 30 ton per hari. Ini antara lain karena kebun sudah dipupuk dengan baik dan mendapat curah hujan yang cukup.
Meskipun pandemi virus korona baru juga membayangi para pekerja kebun, mereka tetap bisa produktif dengan menjaga rambu-rambu pencegahan penularan. Pemetik tidak boleh kumpul-kumpul seperti biasanya, selalu memakai masker, dan rutin cuci tangan. Semua kendaraan keluar dan masuk pabrik disemprot disinfektan.
Sore itu, para pegawai pabrik berberes pulang. Semoga dalam waktu dekat wajah mereka cerah karena pabrik teh segera meraup untung.