Lasem adalah sebuah kota kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, berjarak lebih kurang empat jam perjalanan darat dari Semarang. Lasem dikenal sebagai Tiongkok kecil karena merupakan tempat awal pendaratan orang-orang Tiongkok di tanah Jawa dan memiliki permukiman Tiongkok yang tersebar di sekitar Lasem. Sebagai kota tua, Lasem memiliki banyak peninggalan bersejarah. Mari, saatnya menjejak Lasem yang penuh daya magis.
Rabu (18/5)
07.00-09.00
Warung Kopi Jinghe
Lasem tak bisa dipisahkan dari keberadaan warung kopi. Maka, pergilah ke warung kopi yang tersebar di Lasem untuk merasakan denyut Lasem yang bersahaja. Salah satunya, warung kopi Jinghe di daerah Karangturi. Pagi, saat sinar matahari baru saja menghangat, adalah saat yang pas untuk bertandang ke warung kopi. Sembari menyesap kopi hitam panas yang uapnya mengepul ke udara, menggigit aneka gorengan yang aduhai lezatnya, atau mencicipi nasi bungkus yang super-sedap, banyak obrolan akan lahir dan mengalir di sana. Rasakan atmosfernya yang akrab tanpa jarak dari orang-orang Lasem, apakah dia Tiongkok atau Jawa. Jika Lasem adalah sebuah buku, maka warung kopi adalah sampulnya.
09.00-11.00
Kelenteng Cu An Kiong
Setelah perut kenyang terisi dan hati senang karena berjumpa dengan banyak orang ramah di warung kopi, saatnya bertualang menguak Lasem. Tujuan pertama adalah Kelenteng Cu An Kiong di Jalan Dasun yang merupakan kelenteng terbesar dari tiga kelenteng yang ada di Lasem. Selain kisah keberadaannya yang menarik sebagai salah satu rekam jejak kedatangan Tiongkok ke Lasem, secara visual Kelenteng Cu An Kiong yang diperkirakan dibangun pada abad ke-15 ini juga sangat cantik. Di dinding bagian dalam Kelenteng Cu An Kiong, misalnya, terdapat mural hitam putih yang diperkirakan diambil dari 100 panel ”komik” tentang kisah Mitologi Dewa-Dewa Taois karya Xu Zhonglin yang diterbitkan tahun 1550. Cari dan temui Pak Gandor, salah seorang pengurus kelenteng, agar tur di Kelenteng Cu An Kiong makin berkesan karena banyak cerita untuk dibawa pulang.
11.00-12.00
Lawang Ombo atau Omah Candu
Dari Kelenteng Cu An Kiong, berjalan kakilah menuju Lawang Ombo atau yang dikenal juga dengan nama Omah Candu. Ya, Omah Candu. Di abad ke-19, perdagangan candu memang marak di pesisir utara Jawa. Sudah bukan rahasia jika Lasem pun tercatat dalam peta perdagangan candu tersebut. Jejaknya ada di Lawang Ombo atau Omah Candu. Di rumah berukuran besar, terutama pintunya sehingga disebut lawang ombo, dan berhalaman luas itu, candu diselundupkan dari salah satu ruangan khusus yang memiliki lubang yang terhubung dengan terowongan bawah tanah, tembusan dari pelabuhan. Ruangan dengan lubang candu itu hingga kini masih ada, tetapi sudah ditimbun karena banyak sarang ular.
12.00-13.30
Kuliner Khas Pesisir
Cukup banyak yang sudah kami dengar dan lihat sepagian itu. Saatnya duduk santai mengisi tenaga dengan menu khas pesisir yang menggoda di Warung Makan Bu Tri di Jalan Raya Timur Alun-alun Lasem. Menu yang sangat khas adalah mangut iwak pe atau ikan pari. Disantap bersama nasi putih hangat di siang hari bolong yang panas, mangut iwak pe ini memberi sensasi rasa luar biasa. Kesedapannya terasa maksimal, hingga sepiring nasi pun tak akan cukup. Selain mangut iwak pe, ada banyak pilihan yang tak kalah menggoda. Pindang serani, asem pedes, asem-asem ayam, semur, opor, lodeh, sop, hingga pecel. Komplet dan sedap. Sungguh surga kuliner khas pesisir yang menjerat lidah. Tak heran, meski hanya warung kecil, Warung Makan Bu Tri tak pernah sepi.
13.30-16.00
Belanja Batik Lasem
Ke Lasem, tentu tak afdal apabila tak belanja batik. Apalagi di Lasem produsen batiknya masih banyak. Salah satu kekhasan batik Lasem yang tersohor adalah warna merah darah ayam atau abang getih pithik-nya. Konon, warna merah batik Lasem ini sangat spesifik dan tidak bisa ditiru oleh pebatik di daerah lain. Hal ini karena keberadaan mineral khusus pada air yang mengalir di Lasem. Nah, kalau soal motif, beragam sekali. Tinggal pilih mau yang mana, karena batik Lasem, selain memiliki motif-motif kuat nuansa Tiongkok, juga kaya dengan motif-motif baru rasa Jawa yang dikembangkan oleh juragan-juragan batik Jawa yang belakangan jumlahnya meningkat. Sekar jagad, latohan, gunung ringgit, tiga negeri, es teh, pasiran, tinggal pilih saja dengan harga yang terjangkau. Sentranya ada di Karangturi dan Babagan. Hati-hati kalap, ya….
16.00-17.00
Keliling Karangturi dan Babagan
Sisa waktu menjelang matahari tenggelam ini kami manfaatkan untuk berkeliling di sekitar Karangturi dan Babagan. Melihat-lihat bangunan tua yang kuat ciri Tiongkok-nya dan menikmati keramahan warga Lasem yang kami temui sepanjang jalan. Sore hari juga adalah waktu bagi para pengobeng berhamburan pulang mengayuh sepeda-sepeda mereka menuju rumah, membawa bau malam di tubuh mereka. Pemandangan yang sungguh romantis.
Kamis (19/5)
09.00-10.30
Museum Nyah Lasem
Hari kedua. Kami menuju Museum Nyah Lasem di Jalan Karangturi Gang 5 No 2. Bangunannya dimiliki oleh Pak Soesantio yang kemudian menyulapnya menjadi museum. Di sini, kita bisa menyaksikan jejak-jejak perdagangan batik di masa lalu. Sebagai contoh tentang batik tiga negeri yang dibuat di tiga kota, yaitu Lasem, Pekalongan, dan Solo. Nah, komunikasi antara para pebatik di tiga kota itu ada jejaknya di Museum Nyah Lasem dalam bentuk dokumen perdagangan. Ada juga alat-alat perbatikan tua yang tersimpan di museum ini.
10.30-11.30
Lontong Tuyuhan
Setelah mengubek Nyah Lasem, kami meluncur ke daerah Tuyuhan yang merupakan sentra lontong tuyuhan. Lontong tuyuhan sebenarnya adalah lontong opor ayam kampung seperti yang biasa kita santap saat Lebaran. Disebut lontong tuyuhan karena memang lahir di daerah Tuyuhan. Kalau biasanya lontong opor ayam yang disantap kala Lebaran dipadu dengan sambal goreng ati untuk mendapat rasa pedas, tidak begitu dengan lontong tuyuhan. Rasa pedas lontong tuyuhan sudah langsung ada di dalam kuah opornya sehingga tak perlu lagi ditambah sambal. Lontongnya lembut, dengan kuah sedikit pedas dan daging ayam kampung yang menggigit. Sedap…. Soal adakah kaitan antara lontong tuyuhan dan keberadaan orang Tiongkok di Lasem, belum ada yang tahu!
11.30-13.00
Pabrik Tegel Lasem
Dari Tuyuhan, kami menuju pabrik tegel Lie Thiam Kwie. Lokasinya di pinggir Jalan Raya Lasem, dekat Masjid Jami di Kauman. Di sana kami ditemui Pak Marto yang bertutur, saat ini pabrik lebih banyak membuat pesanan paving. Ibu Lie, pemilik pabrik yang berdomisili di Semarang, menuturkan, sejak ada keramik, hampir tak ada lagi yang memesan tegel. Padahal, dulu mesin-mesin untuk membuat tegel milik pabrik Bu Lie sanggup membuat tegel dengan motif yang bermacam rupa. Sekarang, hanya motif tertentu yang bisa dibuatkan, salah satunya marblon, itu pun jika ada yang pesan. Lokasi pabrik yang menyatu dengan bangunan rumah itu kini menjadi salah satu tujuan wisata di Lasem. Orang bisa ke sana dengan membayar biaya kunjungan Rp 10.000 per orang. Cukup keren untuk ber-selfie ria.
13.00-14.00
Oleh-oleh cangkir kopi
Kami menggenapi perjalanan ke Lasem dengan membeli cangkir-cangkir kopi berukuran kecil mungil yang biasa dipakai di warung-warung kopi di Lasem sebagai oleh-oleh. Bentuknya yang unik, dengan motif bunga-bunga yang bernuansa lawasan, sungguh menarik hati. Toko Kuning adalah salah satu toko yang menyediakan cangkir-cangkir kopi mungil itu. Meski sebenarnya merupakan buatan Tiongkok, nyatanya cangkir-cangkir itu kerap menjadi buruan wisatawan, termasuk dari Bali. Senang rasanya bisa membawa pulang si cangkir mungil sebagai kenang-kenangan dari Lasem selain segepok cerita.