JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur fisik dan telekomunikasi turut memacu pertumbuhan ekonomi wilayah perbatasan. Namun, warga berharap agar jumlah dan mutunya bisa meningkat, setidaknya setara dengan Negara Bagian Sabah dan Sarawak, Malaysia.
”Sudah terlalu lama pemerintah fokus di pusat, terutama di Pulau Jawa, Bali, dan sebagian Sumatera, tetapi tiga tahun ini beda,” kata Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie dalam diskusi grup terfokus bertajuk ”Jelajah Tapal Batas 2017” yang digelar harian Kompas dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Kamis (10/8).
Hadir sebagai pembicara adalah Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rak-yat Ridho Matari Ichwan, Pelaksana Tugas Pengembangan Pita Lebar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Marvel Situmora, dan Wali Kota Tarakan Sofian Raga. Diskusi yang dibuka oleh Redaktur Pelaksana Kompas Mohammad Bakir tersebut antara lain diikuti oleh perwakilan asosiasi pengusaha, pemerintah daerah, TNI/Polri, dan kelompok masyarakat.
Menurut Irianto, perubahan terlihat di wajah pintu-pintu lintas batas negara serta desa dan kecamatan di wilayah perbatasan. Pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, dan infrastruktur telekomunikasi mulai dilakukan sehingga meningkatkan mobilitas warga, selain membuka akses informasi lebih luas.
Perubahan tecermin pada angka pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2015, ekonomi Kalimantan Utara tumbuh 3,75 persen, lebih rendah dari Kalimantan Tengah (7,01 persen), Kalimantan Barat (4,81 persen), atau Kalimantan Selatan (3,84 persen). Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan I-2017 menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Utara 6,17 persen, tertinggi kedua setelah Kalimantan Tengah (9,49 persen).
”Akses jalan sudah lebih baik, antarkabupaten dan kecamatan terhubung jalan darat, telepon juga tak perlu memakai kartu operator (telekomunikasi) negara tetangga atau memanjat pohon lagi untuk mencari sinyal meski ada beberapa kawasan masih tak bersinyal,” ujar Irianto.
Ririek menambahkan, Telkomsel terus memperluas jangkauan jaringan internet (broadband), termasuk wilayah perbatasan, karena yakin akan dampaknya pada perekonomian. Riset Bank Dunia pada 2010 menunjukkan, setiap 10 persen peningkatan penetrasi broadband, akan memacu pertumbuhan ekonomi sebesar 1,38 persen di negara maju dan 1,12 persen di negara berkembang.
Kualitas
Sultan (32), perantau asal Desa Makmur, Kecamatan Tulin Onsoi, Nunukan, Kalimantan Utara, berpendapat, infrastruktur telekomunikasi serta jalan, jembatan, pasar, dan dermaga kini lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Warga lebih mudah memasarkan hasil bumi, seperti mangga, terung, pisang, dan sayuran, ke pasar.
Warga, khususnya anak-anak muda, juga terhubung ke internet sehingga bisa memanfaatkan gawai. Namun, kualitas layanan dirasa masih kurang. Sinyal kadang naik turun. Di sejumlah wilayah, warga belum memperoleh sinyal telepon seluler.
Marvel menyebutkan, secara nasional ada 8.831 desa yang belum bersinyal dari total 79.191 desa dan kelurahan di Indonesia. Karena itu, Kemkominfo menempuh sejumlah cara untuk mengatasi kemacetan komunikasi, antara lain melalui program Palapa Ring yang menghubungkan kota/kabupaten dengan jaringan serat optik, membangun infrastruktur di wilayah tanpa sinyal, dan menyediakan akses internet melalui desa broadband terpadu.
Wilayah perbatasan di Kalimantan Utara adalah sebagian yang menjadi sasaran pembangunan menara BTS (base transceiver station). Program ini menyasar 228 lokasi sepanjang tahun 2016-2017, antara lain 41 lokasi di Kalimantan Utara, 22 lokasi di Nusa Tenggara Timur, dan 18 lokasi di Papua. Kemkominfo juga membangun akses internet di sarana publik, seperti sekolah, puskesmas, kantor pemerintah, dan pos lintas batas negara. (MKN)