KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Pedagang bambu menghanyutkan barang dagangannya di Sungai Ciliwung untuk dijual di Citayam, Depok, Jawa Barat, Selasa (20/1). Bagi mereka keberadaan Ciliwung sangat penting karena menjadi sarana transportasi yang murah.

Liputan Kompas Nasional

Belasan Situs Purbakala Rusak * Alih Fungsi di Sepanjang Ciliwung Tak Terkendali

·sekitar 3 menit baca

Belasan situs purbakala di sepanjang Sungai Ciliwung, mulai dari Depok hingga Jakarta, berada dalam kondisi rusak atau bahkan hancur sama sekali. Hal ini terjadi akibat proses alih fungsi lahan yang tak terkendali di sepanjang bantaran sungai tersebut.

Arkeolog senior dari Universitas Indonesia, Dr Hasan Jafar, Selasa (20/1), menjelaskan, di sepanjang tepian Ciliwung, mulai dari Depok hingga Jakarta, terdapat 19 situs prasejarah, yang semuanya sudah rusak akibat lahan-lahan terbuka di sana sudah berubah menjadi kawasan permukiman.

“Itu baru situs-situs di mana para arkeolog pernah melakukan ekskavasi atau penggalian. Padahal, seluruh Daerah Aliran Sungai Ciliwung sebenarnya sebuah situs arkeologi yang sangat luas,” paparnya.

Ia menambahkan, di situs-situs purbakala di sepanjang Ciliwung telah ditemukan ribuan artefak prasejarah hingga zaman kerajaan Sunda Hindu-Buddha.

“Temuan-temuan itu merupakan bukti bahwa pada masa sekitar 1500 hingga sekitar abad ke-15 Masehi, di sepanjang Ciliwung telah berkembang peradaban masyarakat yang kemudian menjadi nenek moyang bangsa Indonesia. Sayang, belum ada usaha penyelamatan situs-situs purbakala di sepanjang Sungai Ciliwung ini,” papar Hasan.

Hasan, yang memimpin berbagai penggalian arkeologi di sepanjang tepi Ciliwung sejak tahun 1970-an hingga awal 1980-an, mengaku telah menemukan ribuan artefak purbakala, seperti kapak batu, pecahan gerabah, patung perunggu, hingga topeng emas. Semua merupakan bukti pernah adanya peradaban kuno di tepian Sungai Ciliwung.

Pemantauan Kompas di situs-situs prasejarah di daerah Kelapa Dua, Kota Depok; Pejaten dan Kampung Kramat, Jakarta Selatan; serta di Condet Balekambang, Jakarta Timur; hampir seluruh bantaran Sungai Ciliwung di sana sudah menjadi kawasan hunian. Di tempat-tempat tersebut, pernah ditemukan jejak-jejak peradaban Indonesia masa lalu, nyaris tidak lagi tersisa ruang terbuka hijau.

Di Kelurahan Tugu, Kelapa Dua, lahan situs prasejarah yang pernah menjadi tempat Hasan melakukan penggalian arkeologi sudah tertutup aspal jalan dan rumah di kompleks real estat Griya Tugu Asri.

Sementara itu, di Condet Balekambang, situs arkeologi di tepian Ciliwung, yang sebelumnya berada di tengah pekarangan rumah dan kebun salak, sekarang sudah tidak jelas lagi lokasinya. Hal itu akibat pembangunan rumah dan bangunan lainnya.

Umar Alatas (40), warga Kelurahan Condet Balekambang, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, sejak ia tinggal di kawasan cagar budaya Betawi itu pada tahun 1985, jumlah kebun salak, yang merupakan produk perkebunan khas Condet, terus berkurang.

“Luas kebun salak di sini sekarang mungkin tinggal 20-an persen dibanding waktu itu. Kini kebun hampir tak ada lagi yang tersisa di kawasan itu,” ujarnya.

“Tahun 1980-an, pekarangan dan kebun terbuka masih banyak di bantaran Ciliwung. Sekarang, tebing sungai pun sudah diuruk untuk hunian warga. Rumah Betawi yang harus dilestarikan saja sudah hampir punah di Condet, apalagi peninggalan prasejarah,” papar Umar.

Situs tersisa

Satu-satunya situs prasejarah yang relatif masih baik ditemukan di daerah Pejaten, di dalam lingkungan perumahan Kalibata Indah, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.

Slamet (40), penjaga lahan yang belum terbangun di tepi Sungai Ciliwung itu, mengatakan, lahan tersebut merupakan milik keluarga seorang pengusaha nasional dan pejabat tinggi pemerintah.

“Saya menjaga tanah ini sejak tahun 1999. Memang ada warga yang bercerita dulu di lokasi ini pernah ada penggalian dan ditemukan benda bersejarah,” kata Slamet tentang lahan seluas sekitar 7.000 meter persegi yang kini berupa lapangan rumput dan kebun pisang.

Menurut Hasan Jafar, dalam ekskavasi arkeologi yang dilakukan di sana, pernah ditemukan benda-benda sisa bengkel prasejarah tempat pengecoran perunggu dan sisa-sisa tempat pembuatan barang-barang tembikar.

“Lokasi itu berseberangan dengan situs Kampung Kramat di Condet. Ditemukan perkakas logam dan pencetak logam tuangan sebagai bukti tingginya tingkat peradaban. Kalau memungkinkan, perlu dibuat konservasi di lokasi sebagai penanda adanya peninggalan sejarah dari nenek moyang,” ujar Hasan yang juga mengatakan, penyelamatan situs-situs purbakala di sepanjang aliran Sungai Ciliwung juga penting dilakukan. Langkah itu perlu dilakukan dalam rangka pembangunan identitas bangsa dan kebanggaan nasional. (ONG/MUK/NEL/LKT/MZW/WAS/ELN)

Artikel Lainnya