Kompas/Danu Kusworo

Tato Dayak Aoheng

Ekspedisi Lintas Barito-Muller-Mahakam 2

Pengalaman Adat Sepanjang Perjalanan

·sekitar 2 menit baca

Ekspedisi Lintas Barito-Muller-Mahakam 2005

PENGALAMAN ADAT SEPANJANG PERJALANAN

Oleh: Danu kusworo

Perjalanan tim ekspedisi yang menempuh selama 15 hari menyusuri Sungai Barito, menembus pegunungan Muller, dan kembali menyusuri Sungai Mahakam, berhasil merekam berbagai peristiwa adat dan tradisi Suku Dayak yang mulai langka. Di hulu Sungai Barito, tepatnya di Desa Tumbang Topus, Kecamatan Sumber.

Barito, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, tim ekspedisi berkesempatan menyaksikan upacara Balian, yakni ritual magis menyembuhkan orang sakit. Basie atau dukun yang dipercaya bisa mengusir roh jahat yang berada di badan orang yang sakit, dengan mantra dan sesaji beraneka warna. Ritual ini terhitung berskala kecil karena hanya berlangsung dalam hitungan lima hari.

Seusai melintasi pegunungan Muller di Desa Lung Bagun Ilir, tim ekspedisi menyaksikan tradisi Moruane, atau upacara memberi nama adat untuk anak oleh Suku Dayak Aoheng atau Penihin. Tradisi ini juga dikenal dengan nama Babtisan Dayak. Seorang anak yang berumur kurang dari satu bulan akan dimandikan di Sungai Mahakam, sebelum tengah hari, sebagai tanda pengesahan nama adat si anak. Di sepanjang Sungai Mahakam masih bisa dijumpai perempuan Dayak Aoheng yang berciri khas tato di tangan dan di pergelangan kaki. Menurut tradisi mereka, perempuan terlihat cantik dengan aksesori tato. Perempuan Dayak dengan telinga panjang lengkap dengan belasan anting-anting yang menggelantung juga masih banyak dijumpai.

Upacara Balian dengan skala yang lebih besar juga dijumpai di lamin atau rumah panjang khas Kaltim di Desa Papas Eheng, Kutai Barat. Upacara yang berlangsung selama 20 hari juga diwarnai dengan ritual penyembelihan babi dan ayam. Hati hewan yang disembelih selanjutnya akan diperiksa oleh basie untuk dideteksi jenis penyakitnya. Upacara yang menghabiskan dana puluhan juta ini akan ditutup dengan menyembelih sapi.

Usai Ekspedisi Lintas Barito-Muller-Mahakam, sebagian kecil tim berangkat menuju perkampungan Dayak Meratus di Desa Lhoksado, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Tengah. Sebagai rasa syukur atas hasil panen yang melimpah, masyarakat di Desa Tumingki mengadakan upacara Baaroh Ganal atau Bawanang. Di Balai Tanginau sejak pagi hingga petang ratusan masyarakat terlihat sibuk mempersiapkan tempat dan sesaji untuk upacara yang berlangsung malam harinya. Dipimpin tetua- tetua adat, sesaji yang berupa hasil pertanian selanjutnya didoakan bersama-sama. Upacara diakhiri dengan menari bersama oleh masyarakat yang hadir di balai Tanginau. Bersamaan dengan upacara Baaroh Ganal, tim ekspedisi beruntung menyaksikan acara Beruji, yakni tradisi tawar- menawar besarnya mas kawin antara orangtua mempelai pria dan mempelai wanita. Mereka bergantian mengucapkan pantun, sampai disepakati besarnya mas kawin dalam satuan tahil. Satu tahil melambangkan uang sejumlah satu juta rupiah. Perjalanan yang melelahkan terobati dengan pengalaman adat dan budaya di sepanjang perjalanan.

Foto-Foto: Kompas/Danu Kusworo

Nenek Lampang Udau

 

Acara Baruji

 

Balian di Kalimantan Timur

 

Balian di Tumbang Topus

 

 

Artikel Lainnya