Kompas/Wisnu Aji Dewabrata

Peneliti dari Balai Arkeologi Palembang, Tri Marhaeni, menunjukkan konstruksi candi Hindu di Desa Kota Kapur, Kecamatan Mendo, Kabupaten Bangka, Rabu (7/10). Struktur candi Hindu dari zaman pra-Sriwijaya itu terletak di tengah kebun karet milik warga setempat. Upaya pelestarian peninggalan purbakala di situs Kota Kapur terhambat pembebasan lahan yang membutuhkan biaya besar.

Liputan Kompas Sumbagsel

Penyelaman Dimulai * Tinggi, Kesadaran Warga Melaporkan Temuan Benda Purbakala

·sekitar 3 menit baca

Tim ekspedisi Sriwijaya mulai melakukan penyelaman di sekitar perairan Pulau Lampu, Kabupaten Bangka, Rabu (7/10). Kegiatan penyelaman mengalami banyak hambatan karena arus yang kuat di Selat Bangka dan jarak pandang yang pendek di dalam air.

Ketua tim ekspedisi Sriwijaya, Budi Wiyana, menuturkan, penyelaman dilakukan selama dua hari pada hari Rabu dan Kamis ini. Penyelaman pertama dilakukan oleh empat orang penyelam untuk menyiapkan jalur penyelaman pada hari kedua.

Menurut Budi, tim penyelam berhasil menemukan lokasi bangkai kapal perang Belanda dari zaman Perang Dunia II. Kapal tersebut diduga tenggelam karena terkena torpedo. Kondisi kapal terbelah menjadi dua yang terletak di kedalaman 15 meter sampai 24 meter. Panjang kapal mencapai sekitar 70 meter dan lebar sekitar 15 meter.

“Tim arkeologi baru pertama kali melakukan penyelaman ke bangkai kapal itu. Sebelumnya pernah ada penyelaman oleh tim dari sebuah stasiun TV swasta dan oleh pemburu harta karun, tetapi tidak jelas benda apa yang diburu,” kata Budi.

Banyak kendala

Menurut Budi, kendala yang paling menghambat kegiatan penyelaman adalah arus di dalam laut yang kuat dan rendahnya visibilitas. Para penyelam harus menyelam berpasangan dan berpegangan tali agar tidak hanyut. Jarak pandang atau visibilitas di dalam laut maksimal hanya 2 meter. Besarnya ombak juga menyebabkan anggota tim ekspedisi yang menunggu di atas kapal mabuk laut.

Budi mengungkapkan, lokasi tenggelamnya kapal Belanda itu dapat ditempuh selama 1 jam 45 menit dengan naik kapal dari dermaga Kota Kapur. Namun, untuk penyelaman hari kedua, tim akan diberangkatkan dari Tanjung Tedung karena hanya membutuhkan waktu 30 menit.

“Kami mendapat informasi bahwa di sekitar Pulau Lampu ada bangkai pesawat Jepang. Namun, tinggal kerangkanya. Adapun di sekitar Pulau Gadung dan Pulau Lampu banyak keramik China dari Dinasti Cing abad XVII hingga abad XX,” ujarnya.

Menurut Budi, kegiatan penyelaman pada hari Kamis ini akan diisi dengan pembuatan dokumentasi bawah laut dan pengukuran bangkai kapal Belanda. Jumlah penyelam lebih banyak daripada hari pertama, yaitu 10 hingga 13 orang.

Budi menuturkan, adanya bangkai kapal Belanda dan bangkai pesawat Jepang merupakan sebuah potensi wisata di Selat Bangka. Sayangnya, arus dan visibilitas menjadi kendala.

Kesadaran tinggi

Kesadaran warga Desa Kota Kapur untuk melaporkan temuan benda purbakala kepada pihak yang berwenang cukup tinggi. Tim ekspedisi Sriwijaya yang masih berada di Kota Kapur, hingga Rabu kemarin, menerima banyak laporan dari warga yang menemukan benda-benda purbakala.

Laporan warga ditindaklanjuti oleh tim ekspedisi Sriwijaya dengan mendatangi rumah warga yang menyimpan benda purbakala. Benda purbakala hasil temuan warga tersebut kemudian didokumentasikan oleh tim ekspedisi Sriwijaya dengan foto dan video, serta melakukan wawancara.

Peneliti Balai Arkeologi Palembang, Tri Marhaeni, mengatakan, selama berada di Kota Kapur menerima informasi tentang temuan timah batangan dari zaman sebelum tambang timah di Bangka diolah oleh Belanda. Timah batangan tersebut diperkirakan dibuat pada abad XVII hingga abad XVIII Masehi.

Tim ekspedisi juga menerima laporan warga tentang penemuan keramik-keramik China dan sebuah batu berlubang yang diduga dari zaman Sriwijaya. Muncul dugaan batu berlubang itu adalah dudukan untuk meletakkan prasasti.(WAD)

Artikel Lainnya