KOMPAS/ANTONIUS PONCO ANGGORO

Tampak depan rumah Jiyono Purwanto, warga Sukorejo, Kecamatan Sudimoro, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, yang dijadikan kos-kosan bagi pekerja proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sudimoro, Kamis (30/4). Pembangunan proyek tersebut ditambah pembangunan jalan lintas selatan Jawa Timur diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Liputan Kompas Nasional

Membuka Keterisolasian: Impian Warga Pacitan

·sekitar 4 menit baca

Bangunan rumah baru bertipe minimalis itu berdiri tidak jauh dari jalan masuk ke lokasi proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Sukorejo, Sudimoro, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Rumah berarsitektur modern itu tampak mencolok dibandingkan dengan bangunan rumah di sekitarnya.

Usia rumah tersebut baru tiga bulan. Rumah itu sengaja dibuat dengan harapan dikontrak oleh pekerja di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Gayung bersambut, tak lama setelah pembangunan selesai, rumah itu langsung dikontrak sejumlah pekerja di PLTU.

“Biaya kontraknya Rp 30 juta per tahun,” kata Yanti, pemilik warung Peceng 3 di samping rumah baru tersebut, Kamis (30/4). Biaya kontrak itu sangat besar mengingat rumah tersebut berada di desa terpencil, jaraknya sekitar 70 kilometer dari pusat Kabupaten Pacitan.

Yanti juga baru setahun lalu mendirikan warung. Warga Lorok, Trenggalek, itu menyewa tanah kosong dengan harga Rp 2,5 juta per tahun. Meski terbilang mahal, dia tetap menyewa dengan keyakinan dagangannya akan laris. Perkiraannya betul. Sekarang, penghasilan kotor yang diterimanya bisa Rp 1 juta per hari.

Di belakang warung Yanti, ada Jiyono Purwanto yang “menyulap” rumahnya menjadi kos-kosan. Sejak berdiri sampai sekarang, kamar-kamar di rumah kos itu tidak pernah kosong. Padahal, biaya sewa per kamar terbilang mahal, Rp 600.000 per bulan.

Yanti dan Jiyono hanyalah gambaran kecil dari banyaknya warga Sukorejo yang meraup keuntungan besar imbas dari pengerjaan PLTU bernilai Rp 1,3 triliun, ditambah proyek pengerjaan jalan lintas selatan (JLS) Jawa Timur di jalan raya Sukorejo.

Perubahan kehidupan warga Sukorejo ini memberikan harapan kepada warga Pacitan secara keseluruhan.

Terendah

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Timur tahun 2007, di antara delapan kabupaten di wilayah selatan Jawa Timur, pendapatan per kapita Pacitan terendah. Pendapatan per kapita tahun 2007 hanya Rp 4,5 juta per tahun, sedangkan pendapatan per kapita Jawa Timur Rp 14,07 juta per tahun. Selain itu, masih ada 137.042 penduduk miskin di sana.

Padahal, tidak sedikit hal yang ditawarkan di tanah kelahiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, terutama wisatanya.

Obyek wisata pantai Pacitan bahkan kerap dijadikan ajang festival surfing internasional. Atas dasar itulah, warga Pacitan antusias menyambut pembangunan JLS ditambah PLTU.

Hal itu mereka harapkan dapat membuka keterisolasian daerah itu. Sejumlah warga bahkan rela melepas tanahnya yang terkena proyek JLS tanpa ganti rugi sedikit pun.

Akankah harapan perubahan yang diimpikan warga Pacitan bakal terjadi? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. (A PONCO ANGGORO/DODY WISNU PRIBADI)

Infrastruktur: Jalan Lintas Selatan di Perbatasan Belum Berstatus

Jalan lintas selatan di wilayah Jawa Timur sepanjang 8,3 kilometer yang berbatasan dengan Jawa Tengah belum berstatus. Akibatnya, jalan yang ditingkatkan dari jalan kabupaten pada tahun 2004 itu belum pernah mendapat pemeliharaan.

Dari pengamatan Tim Ekspedisi Susur Selatan Jawa 2009, Kamis (30/4), jalan selebar 7 meter dari Wareng, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, hingga perbatasan Jawa Tengah di Mukus, Kecamatan Giritontro, Kabupaten Wonogiri, itu kondisinya masih mulus. Namun, di beberapa lokasi tampak lapisan aspal yang terkelupas.

Petugas pembangunan jalan lintas selatan (JLS), Suyatni, menuturkan, jalan tersebut belum mengalami pemeliharaan meski sudah berusia lima tahun karena statusnya belum jelas, apakah jalan provinsi atau jalan negara. “Akibatnya, belum ketahuan pemeliharaannya oleh pemerintah daerah atau PU Bina Marga,” kata Suyatni.

Dikhawatirkan, jika jalan tidak segera dipelihara, kerusakannya akan makin parah. Sambungan jalan itu sepanjang 7 kilometer di Jawa Tengah belum ditingkatkan, padahal jalan itu merupakan jalur terdekat dari Pacitan menuju Yogyakarta.

Kepala Tata Usaha Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperang, Pacitan, Chairul Huda mengemukakan, JLS sangat dibutuhkan agar pengiriman ikan dari Pacitan ke Bandung, Jakarta, dan Surabaya menjadi lebih cepat.

Pacitan yang dijuluki Kota 1.001 Goa membutuhkan infrastruktur pendukung, terutama jalan yang lebih memadai menuju obyek-obyek wisata goa. Proyek JLS diharapkan mampu menjadi solusi guna meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang cenderung menurun setahun terakhir.

“Saya tidak tahu mengapa pada hari libur tak pernah lagi ada antrean pengunjung. Sudah saatnya wisata goa dibantu dengan keberadaan JLS,” kata penjaga loket Goa Tabuhan, Suradi.

Perlu kreativitas

Pembukaan kawasan baru di wilayah selatan diharapkan berdampak positif terhadap jumlah pengunjung wisata goa. Penurunan minat masyarakat tersebut terasa miris mengingat wisata goa merupakan salah satu andalan Kabupaten Pacitan.

Berdasarkan pengamatan tim, wisata goa membutuhkan lebih dari sekadar JLS. Itu karena infrastruktur jalan menuju sebagian besar goa sudah sangat bagus. Selain lebarnya 6 meter dan sudah diaspal, jalan menuju goa sudah dilengkapi papan penunjuk.

Hal yang terpenting dalam meningkatkan jumlah pengunjung justru terletak pada kreativitas pengelola wisata goa. Selama ini pengelola wisata goa kurang optimal menggarap sisi pemasaran. Mereka sangat jarang menyelenggarakan acara hiburan untuk menarik minat masyarakat yang berkunjung di hari libur. (LAM/SIR/HRD/RIZ/NIK)

Artikel Lainnya