KOMPAS/MADINA NUSRAT

Sejumlah ruas jalan mulai rusak pascahujan deras yang melanda Jawa Tengah belakangan ini. Di jalur selatan, beberapa kendaraan harus berjalan bergantian ketika melalui ruas jalan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Senin (9/3/2009), yang masih dipenuhi endapan lumpur karena banjir lumpur selama hujan turun pada Februari lalu

Liputan Kompas Nasional

Susur Selatan 2009; Jalur Lintas Selatan Jawa Tengah, Jalan Keseimbangan

·sekitar 3 menit baca

Sebagaimana kawasan selatan Jawa Timur, kawasan selatan Jawa Tengah juga merupakan potret ketertinggalan dan kemiskinan. Beragam kegiatan terkonsentrasi di kawasan utara yang terkenal dengan sebutan kawasan pantai utara, ditambah lagi ibu kota provinsi, Kota Semarang, terletak di kawasan itu.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih dalam diskusi internal di Kantor Kompas Biro Jawa Tengah pada 22 April lalu mengakui, pemerintah lebih memprioritaskan membangun kawasan utara dibandingkan dengan kawasan selatan. “Sejak awal saya rasakan saat menjadi bupati, perhatian pemerintah ke selatan nomor dua,” kata mantan Bupati Kebumen tersebut.

Dia mencontohkan, pembangunan dan perbaikan jalan di wilayah Jateng bagian selatan selalu menunggu pembangunan dan perbaikan jalan di kawasan pantai utara (pantura) selesai. “Untuk memperbaiki jalan di selatan, menunggu lubang jalan di utara tertutup. Ketika kemudian berpikir membangun jalan di selatan, jalan di utara sudah berlubang lagi. Kapan jatah selatan?” tanya Rustriningsih.

Pemerintah memang tidak pernah berhenti memperbaiki jalur pantura. Padatnya arus kendaraan di jalur pantura yang dari tahun ke tahun terus bertambah menyebabkan kondisi jalan cepat menurun. Banjir yang terjadi di sejumlah ruas jalur pantura setiap musim hujan menambah panjang “mata rantai” kerusakan jalan pantura.

Paham bahwa untuk membangun jalan harus menunggu wilayah tersebut ramai semakin meminggirkan wilayah selatan. Oleh karena itu, sulit bagi wilayah selatan untuk tumbuh dan berkembang secara alami, menyejajarkan dengan wilayah utara. Apalagi dari faktor alam, wilayah selatan kurang bersahabat dibandingkan dengan wilayah utara.

Tentara Inggris Mayor William Thorn dalam bukunya, The Conquest of Java (1815), dan sejarawan Indonesia asal Perancis, Denys Lombard, dalam jilid pertama Nusa Jawa: Silang Budaya, menggambarkan bahwa pantai selatan berbahaya dan tidak bersahabat, tebing-tebing karangnya terjal dan ombaknya ganas. Kondisi ini berbeda dengan pantai utara yang sangat ramah dan terbuka terhadap pengaruh-pengaruh luar.

Keganasan ombak pantai selatan menjadi misteri bagi masyarakat di wilayah pantai selatan, yang kemudian memunculkan mitos Ratu Kidul, penguasa Laut Selatan. Masyarakat takut melawan keganasan alam karena hal itu dapat berarti melawan kekuatan Ratu Kidul dan itu berarti bencana bagi mereka.

Beberapa lokasi pantai bahkan menjadi daerah keramat bagi masyarakat, seperti Pantai Sembukan di Kabupaten Wonogiri dan yang dipercaya sebagai pintu gerbang Kerajaan Ratu Kidul. Akhirnya, potensi alam pantai selatan, baik perikanan tangkap maupun wisata pantai, tetap lestari apa adanya. Baru 20 tahun terakhir ini tampak pertumbuhan nelayan di pantai selatan setelah laut utara mulai jenuh (overfishing).

Membuka

Pembangunan jalur lintas selatan akan membuka keterisolasian wilayah selatan dan mengikis mitologi tersebut. Pada akhirnya, hal ini akan membuka wawasan masyarakat untuk mengembangkan diri dan wilayah mereka.

“Pengembangan jalur lintas selatan sangat diperlukan. Tanpa infrastruktur jalan ini, sulit mengembangkan wilayah selatan-selatan. Oleh karena itu, Jateng getol mengusulkan pembangunan jalur lintas selatan,” kata Kepala Dinas Bina Marga Jateng Danang Admodjo.

Di Jateng, jalur lintas selatan melintasi Kabupaten Wonogiri, Purworejo, Kebumen, dan Cilacap, dengan panjang 212,6 kilometer. Pembebasan lahan sudah sekitar 42 persen dari total panjang jalan.

Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jateng Boedi Setyana mengemukakan, jalur lintas selatan menjadi jalur strategis untuk menyeimbangkan perkembangan utara dan selatan. “Dari aspek ekonomi, jelas akan ada pertumbuhan ekonomi, sekaligus aspek pemerataan dari utara dan selatan,” katanya.

Dari segi potensi wilayah, selatan tidak kalah dari utara. Potensi perikanan laut dan wisata pantai justru jauh lebih baik daripada utara. Tak kurang tiga potensi wisata pantai di wilayah masing-masing di jalur lintas selatan menunggu dikembangkan.

Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap menjadi modal utama untuk mengembangkan potensi perikanan tangkap di pantai selatan. Pelabuhan yang termasuk salah satu di antara lima pelabuhan terbesar di Indonesia dan satu-satunya pelabuhan di pantai selatan tersebut adalah pintu gerbang ekspor ikan laut.

Pengamat pengembangan wilayah dan kota dari Universitas Diponegoro, Semarang, Ragil Haryanto, menyebutkan, wilayah selatan Jawa bagian tengah mempunyai dua wilayah yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan nasional, yaitu Yogyakarta dan Cilacap. Pemerintah dapat mengoptimalkan kedua wilayah itu untuk mendorong pembangunan wilayah selatan.

“Optimalkan juga jalur kereta api di wilayah selatan untuk menghubungkan ke pusat-pusat pertumbuhan,” kata Ragil.

Artikel Lainnya