KOMPAS/ASWIN RIZAL HARAHAP

Salah seorang pegawai menyiapkan sekotak ikan lemuru yang akan dimasukkan ke tempat pendinginan (cold storage) UD Piala Indah di Desa Muncar, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (25/4). Pada musim panen tangkapan, UD Piala Indah menerima pasokan beberapa jenis ikan untuk makanan kaleng hingga 25-30 ton per hari. Sebagian besar ikan berkualitas unggul diekspor ke Jepang dan Thailand.

Liputan Kompas Nasional

Pelabuhan Muncar: Produsen Ikan Tanpa Jeda

·sekitar 4 menit baca

Ketertinggalan seolah identik dengan kondisi di Pulau Jawa bagian selatan. Pembangunan infrastruktur yang belum optimal membuat kawasan ini sulit berkembang. Padahal, potensi perikanan dan pariwisata yang terdapat di balik citra negatif itu bagaikan permata yang belum terasah.

Jawa Timur bagian selatan memiliki beberapa tempat pelelangan ikan dan pelabuhan laut yang mampu menggerakkan roda perekonomian. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar di Kabupaten Banyuwangi boleh dibilang yang paling menonjol.

Berlokasi di ujung timur Pulau Jawa, PPP Muncar merupakan tempat pertemuan arus Laut Jawa dari arah utara dan Samudra Hindia melalui arah selatan. Kondisi tersebut menguntungkan karena para nelayan di Kecamatan Muncar tidak terpengaruh gelombang besar yang disebabkan baik angin barat maupun angin timur. Mereka hanya berhenti melaut saat bulan purnama tiba selama 7 hari hingga 10 hari.

“Pada saat seperti itu jarang sekali ada ikan. Kami lebih memilih memperbaiki alat penangkap ikan dan kapal yang rusak,” kata Iksan (41), salah seorang nelayan, Sabtu (25/4). Setelah waktu libur usai, nelayan kembali berburu ikan laut. Lemuru, tongkol, salem, dan layang sebagai bahan dasar pembuatan ikan kaleng menjadi hasil laut andalan di perairan Muncar.

Pada saat paceklik tangkapan, seperti yang terjadi pada periode Januari-April, nelayan masih bisa memasok ikan-ikan itu ke puluhan cold storage (tempat pendinginan) di Muncar dan sekitarnya. Siswanto, pekerja di tempat pendinginan Usaha Dagang Piala Indah, menyebutkan, masih bisa mendapatkan pasokan 8-10 ton ikan lemuru, tongkol, salem, dan layang per hari selama masa paceklik.

Penurunan jumlah hingga 30 persen daripada saat panen tangkapan juga tak membuat para pengusaha tempat pendinginan berhenti mengekspor ikan lemuru kelas satu ke Jepang dan Thailand. “Kalau pada saat musim panen Juni-November, kami bisa mengekspor ikanlemuru hingga tujuh kontainer (isi per kontainer 24 ton),” ungkap Siswanto.

Dengan harga jual Rp 4.500 per kilogram, pengusaha tempat pendinginan dapat meraup pendapatan kotor hingga Rp 300 juta per bulan, untuk penjualan 200 ton ikan lemuru. Omzet bisa meningkat tiga kali lipat saat berlangsung panen tangkapan.

Usaha tempat pendinginan mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi ribuan warga. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Cold Storage Muncar, Jafar, 26 tempat pendinginan rata-rata mempekerjakan 70 laki-laki dan perempuan. “Ini membuat warga Muncar jarang yang menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri,” ujarnya.

Potensi itu tentu saja dapat makin berkembang jika program pengembangan wilayah melalui pembangunan Jalur Lintas Selatan yang telah dicanangkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sejak tujuh tahun silam tuntas. Kian lunturnya embel-embel pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia timur menunjukkan betapa lambatnya perkembangan Muncar. Departemen Kelautan dan Perikanan pun hanya memberi Muncar status sebagai PPP alias pelabuhan perikanan tipe C (kelas II).

Jumlah ikan yang didaratkan di PPP Muncar masih tertinggal dari beberapa pelabuhan perikanan, seperti Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan (Sumatera Utara), PPS Cilacap, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong (Lamongan, Jawa Timur), dan PPN Prigi (Trenggalek, Jawa Timur).

Kisah diakronis produksi ikan di perairan Muncar dulu dan sekarang dapat dijelaskan Iksan (52), nelayan veteran yang memutuskan tak lagi mencari nafkah di lautan, sebagaimana dulu dilakukannya saat otot-otot lengannya masih kencang.

Pada saat krisis moneter 1998, ungkap Iksan, harga ikan lemuru sebagai bahan baku produk sarden kalengan yang paling dicari nelayan Rp 700 per kilogram. Ini sama dengan harga solar Rp 700 per liter waktu itu.

Kini, 11 tahun kemudian, semenjak dua kali kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), harga lemuru Rp 1.500 per kilogram, padahal harga solar sudah Rp 4.500 per liter. Ini berarti nilai tukar lemuru merosot terhadap BBM. BBM yang harganya diatur negara dan secara faktual menentukan harga barang konsumsi apa pun sebenarnya telah bersikap kejam kepada nelayan seperti Iksan. Namun, karena kuatnya produksi ikan di Muncar, nelayan seperti Iksan, meski harus berpindah profesi, tetap pula bisa bertahan hidup.Iksan pun lantas dengan entengnya berkomentar bahwa keadaan dulu lebih enak daripada sekarang. Padahal, profil opini politik Iksan itu tampak mewakili sikap warga Muncar umumnya, yang sesungguhnya apolitis terhadap perubahan politik negara. “Di sini dulu PDI-P (2004), sekarang Demokrat,” katanya. Iksan dulu buruh nelayan, dan kini belantik (pedagang) ikan.

Iksan, sebagai belantik modal kecil, saat ini dalam sehari rata- rata bisa membeli 50 ember ikan dari buruh nelayan perahu slerek. Harga satu ember Rp 22.000-Rp 25.000. Harga perahu slerek sebagai unit produksi terbesar di Muncar paling murah Rp 1,2 miliar dan mempekerjakan 70-an nelayan.

Di tengah laut, para buruh memiliki kesempatan mengumpulkan ikan tercecer yang tidak dimasukkan dalam perut perahu slerek. Slerek yang berupa sepasang perahu itu bisa menyimpan dalam perut kapalnya 10- 15ton ikan semalam perjalanan melaut, atau setara dengan Rp 45 juta-Rp 60 juta pendapatan kotor sehari. Ikan-ikan tangkapan tidak semuanya bisa dimasukkan ke dalam perut perahu, kadang tercecer dalam jaring. Sisa ikan ini boleh dikumpulkan awak slerek, yang akan menjadi penghasilan tambahan mereka setelah dijual kepada belantik seperti Iksan.

Meski Muncar dapat disebut sebagai pasar perikanan tertua di Jawa Timur, pola produksinya masih sama dibandingkan dua dekade lalu. Hampir tidak ada modernisasi cara tangkap. Jalur lintas selatan Jawa yang sebentar lagi direalisasikan dan diyakini bakal memecahkan problem isolasi wilayah selatan Jawa, termasuk Muncar, mudah-mudahan bisa mendorong modernisasi produksi itu.

Artikel Lainnya