KOMPAS/DODY WISNU PRIBADI

Arief Wicaksono (44), Manajer Kebun Kali Sepanjang, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengubah pola produksi petani produsen gula merah berbahan baku nira dan membuatnya menembus pasar Unilever yang amat ketat untuk bahan baku kecap Bango, menaikkan harga nira dari Rp 2.200 menjadi Rp 5.000 per kg.

Liputan Kompas Nasional

Susur Selatan 2009: Glenmore dan Petani Gula Kelapa

·sekitar 4 menit baca

Sejak semula Tim Ekspedisi Susur Selatan Jawa dilanda tanda tanya. Kenapa sejumlah kota kecil di wilayah selatan Jawa Timur, yakni di Kabupaten Banyuwangi, bernama asing. Salah satunya adalah Glenmore, kota kecamatan.

Komentar muncul dari seorang pengelola wisata di Kalibaru, kecamatan yang bertetangga dengan Glenmore. “Mengapa nama Kalibaru tidak bernama New River saja, supaya konsisten dengan nama berbau asing yang dimiliki Glenmore,” kata Endang Mariana, pemimpin cottage wisata Margo Utomo yang mengkhususkan diri pada pasar pengunjung Eropa.

Sungguh tak disangka, di Glenmore, kami bertemu Arief Wicaksono yang tinggal di daerah itu sejak dua tahun lalu. Arief menekuni jabatan barunya sebagai Manajer Kebun Kali Sepanjang, bagian dari perusahaan PT Perkebunan Nusantara XII, yang terletak di wilayah Kecamatan Glenmore.

Kebun Kali Sepanjang dengan segera mencatatkan kegiatan Arief yang berusaha mewarnai kegiatan masyarakat perkebunan. Ekonomi perkebunan telah ada sejak awal abad ke-20, saat Glenmore dibuka oleh pekebun Inggris atas izin pemerintah kolonial Belanda tahun 1910.

“Saya memperbaiki banyak hal di kebun kami ini, berusaha memastikan bahwa ekonomi perkebunan yang kian tidak diperhitungkan oleh perencana pembangunan ekonomi nasional masih bisa dibuktikan berfungsi efektif, menghidupi masyarakat sekitar,” katanya.

Wakil Gubernur Jatim Syaifullah Yusuf pun menyadari dominasi ekonomi perkebunan sebagai ekonomi masyarakat Banyuwangi, termasuk Glenmore. Ia lalu menyarankan kategorisasi perencanaan pembangunan kota-kota di Jatim dan memosisikan Banyuwangi sebagai kota perkebunan. Malang sebagai kota pendidikan, Batu kota wisata, Surabaya kota perdagangan, dan lainnya.

Setelah bekerja di Kebun Kali Sepanjang, Arief membenahi panen dan produksi pabrik. “Indonesia masih pengekspor nomor dua cokelat di pasar dunia. Dan, secara kualitatif, cokelat jawa yang digemari di pasar Eropa asal Glenmore,” katanya.

Asal-usul nama

Tentang asal-usul nama Glenmore, muncul banyak kebingungan. Endang Mariana, misalnya, berkomentar, Glenmore berasal dari nama orang berbangsa Scottish (Inggris). Glenmore berasal dari dua kata, yakni glen dan more. Glen adalah sebutan pada lereng atau hamparan berkontur berukuran kecil, sedangkan more adalah nama marga sebuah keluarga. Glen More adalah hamparan lahan berukuran cukup kecil milik keluarga More. Endang menjelaskan dengan nada meyakinkan.

Selain kota kecamatan Glenmore, hingga sekarang masih ada perkebunan Glenmore. Sementara di sekitarnya di luar batas kecamatan ada juga nama Glen Falloch, yang adalah nama kebun, Glen Nevis juga nama kebun, dan yang tak kalah aneh ada nama Terbasala.

Kata orang tentang nama terakhir itu adalah pembunyian terbalik, yang asalnya dari kata Alas Albert. Alas adalah bahasa Jawa untuk hutan. Lengkapnya, hutan milik keluarga Albert.

Penamaan yang tak konsisten, mengandung nama-nama asing ini, menjelaskan sekaligus membingungkan. Menurut Arief, yang 20 tahun lebih berkarier di dunia perkebunan tanaman keras di kawasan ini, pada intinya nama-nama itu berhubungan dengan kepemilikan lahan oleh warga bangsa asing pada zaman kolonial. Namun, tidak ada dokumen atau sumber tertulis yang bisa dirujuk.

Tidak ada keluarga yang ditinggalkan orang asing ini, paling tidak sejauh yang diketahui. Juga tidak ada makam atau peninggalan yang bisa dipakai merujuk untuk mencari karakter pribadi More. Sulit dijawab, mengapa More, katakanlah, lebih istimewa sampai jadi nama kecamatan, sementara Nevis, Falloch, dan Albert tidak.

Surat elektronik yang dilayangkan Arief kemudian menyebutkan lampiran riwayat perkebunan Glenmore, yang menceritakan versi resmi perkebunan Glenmore dari manajer di kebun Glenmore sekarang, bernama Yudi Kristanto.

Menurut versi ini, tidak ada nama More. Orang yang menguasai kebun itu bernama Ros Taylor. Izin perkebunan didapat tahun 1910. Ros Taylor sendiri yang memimpin pembukaan hutan di kawasan itu.

Kepemilikannya diumumkan di Javasche Courant pada 30 Maret 1909, setelah izinnya ditandatangani Gubernur Jenderal Belanda, 24 Februari 1909. Setelah pergolakan Perang Dunia, Belanda terusir, disusul Jepang, perkebunan itu sempat jatuh ke tangan pengusaha Liem Tek Hie. Pada tahun 1969 tanah seluas 163.800 hektar itu jatuh ke tangan petani penggarap.

Pada tahun 1980 perusahaan perkebunan Margosuko Group di bawah nama Dharyono Kertosastro membelinya resmi dan menguasainya hingga sekarang.

Kebun Kali Sepanjang, Glenmore, yang dikelola Arief, ditinggali ratusan petani yang menghuni perumahan perkebunan secara semipermanen. Salah satu inovasinya berhasil menembus pasar Unilever untuk produksi gula kelapa kerja sama petani dan PT Perkebunan Nusantara XII.

“Saya mengaplikasikan perbaikan keasaman gula nira, yang sebelumnya amat sulit dilakukan petani, hingga meningkatkan harga pembelian Unilever untuk produk kecap Bango, dari semula Rp 2.200 per kg menjadi Rp 5.000 per kg,” katanya.

Siapa pun warga asing yang membuka Glenmore dulu, ia tetaplah menimbulkan jejak ekonomi bagi warga dan perkebunan di wilayah itu.

Artikel Lainnya