Pada kedalaman sekitar delapan meter, Arnaud Brival menyelam untuk menambatkan potongan karang ke dasar laut di kaki dermaga utama Pulau Arborek, akhir Mei 2021 silam. Inilah jalan pengabdiannya bagi restorasi terumbu karang di perairan Raja Ampat, Papua Barat.
Potongan karang yang ditambatkan Arnaud Brival (32) itu untuk menyempurnakan formasi terumbu karang yang didesain menyerupai ikan pari jenis manta (Manta birostris). Spesies pari dengan ciri khas memiliki ‘tanduk’ itu menjadi ikon wisata bawah air di Pulau Arborek. Di sana terdapat habitat pari manta.
Formasi karang berbentuk pari manta berukuran 10 meter x 5 meter itu bukan satu-satunya. Beberapa formasi yang menyerupai bentuk persegi panjang selesai dikerjakan lelaki berkebangsaan Perancis ini bersama warga lokal yang mulai menanam karang di perairan Arborek sejak 6 Mei 2021. Formasi karang itu tersebar di 16 titik.
Baca juga : Arkilaus Kladit, Menjaga Hutan untuk Masa Depan
Total luasan formasi karang mengisi ruang bawah laut di sekitar dermaga dengan luas mencapai 700 meter persegi. Dermaga Arborek dipilih lantaran menjadi salah satu destinasi wisata bawah laut di Raja Ampat. Banyak jenis ikan karang dan ikan pelagis dengan jumlah hingga puluhan ribu ekor menjadi salah satu alasan wisatawan datang ke dermaga itu.
Hanya berdiri di atas jembatan, wisatawan bisa melihat ikan yang bermain di balik biru beningnya air. Bila berenang di permukaan atau menyelam, tentu semakin dekat. Menyelam menembus gerombolan ikan yang berbaris bak tembok menjadi momentum paling diburu wisatawan.
Formasi karang yang didesain Arnaud bertujuan untuk menambah lagi rumah ikan. Di dekat kaki dermaga pada kedalaman antara 7 – 8 meter itu masih terdapat beberapa ruang kosong dan bekas karang mati yang hancur akibat bom dan potasium. Perairan itu baru mulai dipulihkan sejak bergulirnya program konservasi oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat sejak 2006.
Tak hanya di Arborek, restorasi terumbu karang sudah dilakukan di lokasi lain oleh Arnaud sejak 2016. Terdapat empat titik lainnya di Raja Ampat, yakni Yenwaupnor, Sawandarek, Yenbuba, dan Sawingrai. Areal karang di lokasi itu juga dulu pernah hancur akibat bom dan potasium.
“Di beberapa tempat karang sudah tumbuh cukup lebat sehingga ikan mulai banyak. Di sini kondisi perairan mendukung karang tumbuh. Untuk karang jenis acropora bisa tumbuh sampai 20 centimeter per tahun,” ujar Arnaud yang juga menjadi pendiri Yayasan Orang Laut Papua itu.
Keterpanggilan jiwa
Cerita tentang ekosistem bawah laut di Raja Ampat sudah diketahui Arnaud sejak lama. Setelah menyelesaikan studi, ia memilih mengabdikan dirinya untuk kegiatan konservasi. Tahun 2014, ia datang ke Raja Ampat dan bekerja pada sebuah lembaga konservasi sebelum akhirnya mendirikan Yayasan Orang Laut Papua.
Ia meyakini bahwa karang menjadi kunci keberlanjutan keanekaragaman laut yang pada ujungnya menunjang kehidupan manusia. Jika karang indah, ikan-ikan akan hidup. Manusia dengan mudah mengambilnya, tentu dengan cara yang ramah lingkungan. Karang juga menjadi sarana edukasi untuk mengenal laut.
Lebih dari itu, keindahan karang dengan ikan-ikannya menjadi magnet wisata. Kehadiran wisatawan akan memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Sebagai gambaran, Arborek kini menjadi desa wisata di Raja Ampat. “Homestay (penginapan) di Arborek ini bisa tumbuh karena di sini terdapat karang yang indah,” ujar pria yang fasih berbahasa Indonesia itu.
Ia mengajak masyarakat lokal untuk terus menanam karang. Hingga akhir Mei lalu, jumlah karang yang sudah ditanam sebanyak 12.000 karang. Jika tumbuh dengan baik, sekitar 2.000 warga lokal akan menerima manfaatnya. Belum lagi, ribuan wisatawan yang datang setiap tahun untuk melihat keindahan karang itu.
Ia mengakui, bukan perkara mudah mengajak masyarakat lokal untuk terlibat. “Pernah ada masyarakat yang protes karena kami dianggap merusak karang. Itu gara-gara kami bawa potongan karang yang jadi anakan. Setelah kami ajak mereka ikut menanam lalu mereka percaya,” kata lulusan program pengelolaan ekosistem pesisir pada University of St Andrews, Skotlandia tahun 2012 itu.
Di tengah pandemi, penanaman karang berkurang mengingat sumber daya keuangan untuk operasional minim. Yayasan hanya bergantung pada donasi. Kini hanya tersisa satu orang karyawan yayasan. Mereka juga kesulitan lantaran tak punya perahu motor sebagai sarana transportasi untuk kegiatan konservasi.
Menularkan semangat
Konsistensi Arnaud menanam karang di perairan Arborek dan sekitarnya mencuri hati warga yang tak lagi menganggapnya sebagai orang asing. Ia sudah menjadi bagian dari keluarga besar di pulau mungil seluas 7,5 hektar itu.
Baca juga : Romanus Meak, Meniti Kemandirian Pangan
Setiap kali ia datang, warga, dari anak-anak hingga lansia, menyapa ramah. Arnaud membalasnya dengan melempar senyum sembari melambaikan tangan. Tak jarang ia mendatangi warga yang sedang berkumpul untuk berbagi cerita dan bercanda.
“Arnaud cepat beradaptasi dengan warga setempat. Itu yang membuatnya langsung membaur. Kalau dia mau, dia bisa masuk dan makan di rumah-rumah warga” ujar Naftali (35), warga Arborek.
Naftali menuturkan, Arnaud selalu mengajak warga untuk menanam karang. Ia juga tak ragu mengingatkan pengunjung agar tidak menyandarkan kapal di perairan dangkal yang di bawahnya terdapat karang.
Tindakan itu menular ke warga. Mereka pun kerap membantu pengemudi kapal agar bersandar di tempat yang tidak berkarang. “Arnaud mengajak warga untuk menjaga laut. Tujuannya supaya ikan-ikan tidak pergi. Jadi, wisatawan akan terus datang ke Arborek,” ucap Naftali.
Naftali bercerita, Arnaud pernah menolak rencana pembetonan jalan menuju dermaga Arborek. “Saat melihat pekerja bangunan, Arnaud berlari sambil membawa dua papan. Lalu dia menyilangkannya. Bagi orang sini, itu tandanya penolakan,” kata Naftali.
“Saya kalau pulang ke Perancis saya bilang saya pulang kampung. Terus dari Perancis ke Raja Ampat juga saya anggap pulang kampung,”
Arnaud ingin tinggal lebih lama di Indonesia. Ia bahkan bertemu dengan pasangan hidupnya, Lynn Lawrance, di Raja Ampat. Lynn, warga Australia, itu ikut membantu Arnaud di Yayasan Orang Laut Papua. Keduanya kini tinggal menyewa kamar kontrakan di Waisai, pusat Kabupaten Raja Ampat.
“Saya kalau pulang ke Perancis saya bilang saya pulang kampung. Terus dari Perancis ke Raja Ampat juga saya anggap pulang kampung,” ucapnya. Hati dan cinta Arnaud memang sudah tertambat di karang Raja Ampat. (Fransiskus Pati Herin/Tatang Mulyana Sinaga)
Biodata
Nama: Arnaud Brival (32)
Kewarganegaraan : Prancis
Pendidikan: Pengelolaan ekosistem pesisir University of St Andrews, Skotlandia
Jabatan: Pendiri Yayasan Orang Laut Papua
Istri: Lynn Lawrance