Gerombolan ikan bergerak ritmis mengibas ekor di atas permukaan air laut, bak menari menyambut wisatawan yang hendak menepi di dermaga Pulau Arborek, di Raja Ampat, Papua Barat. Pemandangan ini membuat siapa pun ingin segera menceburkan diri di perairan yang sangat bening itu.

Menjelang akhir Mei 2021 di kaki dermaga kayu Arborek, Naftali Mambraku (35) duduk di atas rakit sembari menjatuhkan lempengan biskuit ke dalam air. Tak sampai satu detik, puluhan ikan warna-warni yang keluar dari dalam karang berebut menggigit biskuit hingga ludes.

Beberapa ekor ikan mematuk tangan Naftali, tangan yang sekitar belasan tahun silam sering menebar potasium di sekitar dermaga Arborek. Kala itu ia ikut memburu ikan napoleon (Cheilinus undulatus) lantaran tergiur harga yang mahal. Napoleon menjadi makanan kaum elit bangsawan di beberapa negara sehingga mendorong perburuan, termasuk di Raja Ampat. Ini membuat napolen sempat menghilang dari tempat itu.

Dalam buku Ikan Napoleon: Status Stok dan Pengelolaannya di Indonesia yang diunggah di situs Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan disebutkan, populasi napoleon di Kecamatan Meos Mansuar, Kabupaten Raja Ampat, tahun 2005 rata-rata hanya 0,86 ekor per hektar. Arborek merupakan satu dari delapan kampung di kecamatan itu.

Tersadar

Namun, Naftali dan warga di pulau berpenduduk 281 jiwa itu akhirnya tersadar sejak kehadiran penggerak konservasi laut dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) tahun 2006. Masyarakat turut dilibatkan memulihkan kembali laut yang dahulu dihujani bom dan disirami cairan potasium. Di dekat dermaga Arborek misalnya, karang kembali tumbuh menjadi rumah yang aman bagi ikan termasuk napoleon.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Pulau Arborek di Distrik Meosmansar, Raja Ampat, Papua Barat, terlihat dari udara saat air surut, Jumat (28/5/2021).

Masih dari situs BPPL, kepadatan populasi napoleon pada Maret 2013 telah bertambah menjadi 3,35 ekor per hektar untuk total lintasan sensus Underwater Visual Census (UVC) 15,73 kilometer dan 2,8 ekor per hektar untuk total lintasan sensus UVC 26,1 kilometer. Populasi ini meningkat hampir 3 kali lipat dibandingkan 2005.

Membangun kesadaran jaga laut di Pulau Arborek bukan perkara mudah. Di pulau seluas lebih kurang 7,5 hektar itu terdapat satu desa atau kampung, yakni Arborek. Desa itu pertama kali dihuni oleh warga Suku Biak tahun 1953. Nama Arborek diambil dari nama rumput berduri yang menjalar di pulau itu. Dalam bahasa Biak, rumput itu dinamakan manarborek.

Daud Mambrasar (63), Kepala Kampung Arborek menuturkan, gerakan konservasi dari LSM dengan mudah diterima juga berkat dukungan gereja setempat. Ini membangun kesadaran masyarakat untuk menjaga perairan agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan demi mereka dan generasi masa mendatang. Masyarakat tidak lagi mencari uang dari menangkap ikan dengan bom tetapi dari pariwisata.

Kini warga merasakan manfaatnya. Naftali misalnya, menjadi satu dari sembilan pengusaha jasa penginapan di Arborek. Ia punya 13 kamar. Setiap tamu yang menginap dikenakan tarif Rp 400.000 per malam. Selain penginapan, di Arborek juga ada jasa pemandu selam dan pusat kerajinan yang dikelola warga lain.

Menjaga ekosistem

Ya, ekowisata telah meniupkan “ruh” baru bagi masyarakat Arborek karena memberikan manfaat ganda, yakni menggerakkan perekonomian masyarakat sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem. “Dulu saya rasa bersalah karena napoleon pernah hilang dari sini, tapi sekarang sudah kembali lagi,” ujar Naftali.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Keberadaan kawanan ikan pari manta menjadi daya tarik utama lokasi selam Manta Sandy di perairan Pulau Arborek, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (31/5/2021).

Demi menjaga ekosistem perairan, sejumlah peraturan kampung pun disepakati seperti larangan memancing di perairan dekat pulau dalam radius satu mil laut (1,8 kilometer). Juga pembatasan kegiatan penyelaman di lokasi pengamatan ikan pari manta. Jenis pari terbesar ini seolah terbang melayang-layang dan meliuk-liuk bermain di arus kolom air laut.

“Bagi yang menyelam di titik ini, tidak boleh banyak orang sebab akan mengganggu pari manta di situ. Jika satu perahu motor membawa lima orang kami hanya izinkan paling banyak dua orang. Nanti ada orang yang mengatur di sana,” kata Daud yang mengaku sudah 15 tahun menjadi kepala kampung.

Gencarnya gerakan menjaga laut juga membuat Arborek semakin terkenal sebagai destinasi wisata bawah laut. Alhasil, pada tahun 2012 Arborek ditetapkan sebagai desa wisata oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Perairan itu pun kian diminati para penggila pesona bawah air yang datang dari berbagai belahan dunia.

Anggun (32), salah satu wisatawan, mengaku matanya dimanjakan oleh gugusan terumbu karang dan gerombolan ikan yang berkejaran. Kekagumannya bertambah saat snorkeling di bawah dermaga di perairan sedalam tujuh meter itu. Keindahan bawah laut terasa lebih nyata. Beragam jenis ikan, seperti gutila, kuwe, dan kakatua menari di hadapan wajahnya.

“Kehidupan di bawah laut benar-benar indah. Enggak perlu jauh-jauh, cukup di bawah dermaga, sudah sudah sangat bagus,” ujar Anggun, akhir Mei 2021. Letihnya perjalanan Anggun dari Jakarta dengan terbang sekitar empat jam kemudian dilanjutkan dengan perahu motor sekitar dua jam, terbayarkan.

Selama ini saya hanya mendengar cerita orang, dan hari ini saya sudah membuktikan sendiri.

Saat Kompas turut menyelam di sejumlah titik di perairan sekitar Arborek, kekayaan biota laut terlihat begitu terjaga. Persis di bawah dermaga Arborek misalnya, tampak ribuan ikan oci bergerombol meliuk kesana kemari di laut yang sangat jernih. Sesekali gerombolan ikan sweetlips emperor dan ikan kerapu melintas. Menyuguhkan pemandangan atraktif yang memesona.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Kemunculan kawanan ikan merupakan salah satu daya tarik utama wisata selam di bawah dermaga Pulau Arborek, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (31/5/2021).

Di titik selam lain, seperti Manta Sandy yang terletak di Selat Dampier, terlihat pari manta berenang dalam barisan sembari mengepakkan “sayap”-nya. Titik selam ini menjadi lokasi cleaning stationatau tempat manta membersihkan diri dan mencari plankton. Agar ekosistem di lokasi ini terus terjaga, jumlah penyelam yang turun di titik ini dibatasi.

Tidak hanya itu, di bawah laut Arborek juga kadang dapat ditemui hiu karpet wobbegong, hiu berjalan, hingga hiu sirip hitam (blacktip). Terumbu karang yang indah pun bertebaran. Dengan sejumlah pesona bawah laut itu tak heran jika Arborek cukup terkenal hingga ke seluruh pelosok dunia.

Cerita keindahan bawah laut di Arborek pun membuat Chuch Hebevle (55) warga Kota Boston, Amerika Serikat, datang ke tempat itu. Hebevle bersama keluarga datang dengan perahu layar dari Guam di Pasifik. Ia mengaku mendengar cerita tentang Arborek dari teman dan juga membaca artikel di internet.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Suasana senja di salah satu rumah penginapan warga di Pulau Arborek, Distrik Meosmansar, Raja Ampat, Papua Barat, Minggu (30/5/2021).

Dari pengalamannya menjelajah dunia bawah air di Arborek, ia menemukan banyak jenis ikan termasuk bertemu napoleon. “Selama ini saya hanya mendengar cerita orang, dan hari ini saya sudah membuktikan sendiri,” ujar mantan pilot pesawat komersial itu.

Ia tertarik dengan napoleon yang semakin sulit ditemui di sejumlah perairan yang pernah didatangi. Panjang ikan ini bisa mencapai 2 meter. Bibirnya dower dan kepalanya nonong. Ikan ini masuk daftar spesies dilindungi dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37 tahun 2013.

Kepala Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat Syafri Tuharea mengatakan, Raja Ampat memiliki 75 persen terumbu karang yang ada di seluruh dunia dandihuni oleh ratusan spesies ikan. Dengan keanekaragaman tersebut, tak heran jika Raja Ampat telah dikenal sebagai surga terumbu karang dan ikan sehingga menarik minat wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk menyelami keindahan bawah lautnya.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Keragaman biota di lokasi selam Melissa’s Garden di perairan Pulau Arborek, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (31/5/2021).

Menghidupkan pariwisata menjadi salah satu cara agar masyarakat antusias menjaga ekosistem karena dapat memberi penghasilan bagi mereka. Meskipun pariwisata diharapkan menjadi salah satu penggerak perekonomian Raja Ampat, namun pemerintah menerapkan konsep pariwisata terbatas bukan turisme massal yang mendatangkan terlalu banyak tamu. Sebab, aktivitas wisatawan yang masif juga berpotensi merusak lingkungan.

Untuk itu, setiap wisatawan yang masuk Kawasan Raja Ampat diwajibkan membeli kartu jasa lingkungan dengan tarif Rp 425 ribu per orang. Dari pendapatan tiket ini, akan dialokasikan untuk upaya perlindungan perairan Raja Ampat.

Tidak hanya melalui upaya pengawasan, pemerintah dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat juga membuat program yang melibatkan masyarakat lokal dalam menjaga ekosistem perairan. Itu agar masyarakat semakin merasa memiliki dan bangga tinggal di surga bawah laut dunia. (Fransiskus Pati Herin/Tatang Mulyana Sinaga/Harry Susilo/Ichwan Susanto)