Sekitar 10 menit meninggalkan Kenyam, pusat kota Kabupaten Nduga, Papua, mobil gardan ganda bak terbuka yang kami tumpangi berhenti. Persis di belakang Toyota Fortuner hitam, mobil dinas Bupati Nduga Wentius Nimiangge. Di jalan berbatu yang terjal itu, Wentius kemudian turun dari mobil.
Jalan itu sepi. Kanan-kirinya masih hutan lebat. Wentius memilih lokasi itu, di jalan Trans-Papua rute Kenyam-Wamena yang belum tersambung, untuk tempat wawancara. Saat Wentius keluar dari mobil, tiga ajudannya berdiri di sekitarnya seperti melindungi, namun diberi sinyal menjauh oleh bupati.
Di lokasi itu, kami mewawancarai Wentius sekaligus mendapat izin untuk menerbangkan pesawat nirawak. Wawancara berlangsung hanya sekitar 15 menit. Selama itu pula, jantung berdegup kencang dan perasaan tak keruan.
Pak (Presiden) Jokowi, terima kasih sudah bangun jalan di sini, tapi jalannya belum kena di hati kami, masih raba-raba, pelan-pelan. Kapan baru dibangun lagi? Jadi, jalan dari sini ke Mumugu sudah tertutup rumput dan hanya bebatuan seperti ini
Para ajudan dan seorang anggota TNI berjaga tak sampai 50 meter dari kami. Tatapan mereka tajam melihat ke arah hutan di kanan dan kiri kami. Terdapat satu jalan setapak yang dijaga salah seorang ajudan bupati, tatapannya menyapu wilayah di sekitar jalan setapak itu menunggu jika ada pergerakan.
Belum kena di hati
Wawancara pun dimulai. Bupati mulai menjelaskan mengapa jalur Trans-Papua dan jalan lain penting bagi warga Nduga dan puluhan distrik lain dari lima kabupaten di sekitarnya.
“Pak (Presiden) Jokowi, terima kasih sudah bangun jalan di sini, tapi jalannya belum kena di hati kami, masih raba-raba, pelan-pelan. Kapan baru dibangun lagi? Jadi, jalan dari sini ke Mumugu sudah tertutup rumput dan hanya bebatuan seperti ini,” ungkap Wentius.
Baca juga : Realitas Getir Benteng Terakhir
Wentius menjelaskan, jalur tersebut merupakan pintu masuk ke arah pegunungan, yang menghubungkan Lanny Jaya, Jayawijaya, Tolikara, Pegunungan Bintang, dan lainnya. Nduga merupakan pintu masuk karena yang paling dekat menuju sungai sehingga pembangunan pelabuhan di Mumugu, Asmat, bisa efektif digunakan.
Menurut Wentius, jalan Trans Papua dibuka tanpa disertai pembangunan jalan yang terkoneksi ke distrik atau kampung. “Aduh kasihan. Mereka dari kampung mau ke Kenyam itu naik turun-gunung jalan kaki, Setengah mati,” ungkapnya.
Kami dilarang untuk pergi lebih jauh dari lokasi wawancara. Jalan itu cukup jauh dari lokasi terbunuhnya 31 pekerja PT Istaka Karya yang mengerjakan jalan Trans-Papua pada Desember 2018. Mereka diduga tewas ditembak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya.
Namun, jalan tempat kami berpijak dan melangsungkan wawancara adalah jalur hilir mudik mereka sehingga dianggap zona merah oleh aparat. Setiap ada suara gerakan dari balik ilalang di kanan-kiri, kepala selalu menengok.
Usai wawancara, beberapa kali ajudan Wentius meminta, kami bergegas pergi karena menduga ada pergerakan dari dalam hutan. Kami bahkan melempar beberapa barang kami ke bak terbuka mobil.
Sebelum kami sampai di lokasi itu, Sabtu (16/10/2021) sore, Andreas, warga Nduga yang menemani kami berkeliling, sempat mengingatkan. Ia bahkan urung bergabung ketika kami ajak ke jalan Trans-Papua rute Kenyam-Wamena.
Baca juga : Daya Magis Danau Tertinggi
“Besok saja, kalau hari Minggu dorang (mereka) tidak bunuh orang.” ucap Andreas. Kami sedikit gentar tetapi karena kami pergi bersama rombongan bupati dan para ajudan membuat kami sedikit tenang.
Sore itu, kami pun kembali menuju Kenyam dan disambut langit yang memerah tanda akan berganti gelap. Kenyam kian sepi. Tidak banyak orang yang kami temui, tetapi sekalinya bertemu sekumpulan warga, mereka melempar lirikan tajam.
Tak dilibatkan
Di Kenyam saat sore menjelang gelap, kami berjumpa dengan Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Nduga Jhon Beon.
Jhon mengungkapkan, pembangunan jalan Trans Papua di Nduga tidak pernah melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik tanah ulayat. Jalan di sekitar kawasan Taman Nasional Lorentz itu sebagian berpengaruh pada lokasi berburu hingga wilayah keramat bagi warga.
“Tidak melibatkan masyarakat adalah kekeliruan besar. Masyarakat seharusnya dilibatkan sejak awal perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan,” ungkap Jhon.
Konflik panjang di Nduga, menurut Jhon, salah satunya dipicu oleh absennya keterlibatan masyarakat sejak perencanaan. “Mengabaikan masyarakat itu akhirnya muncul kecemburuan sosial, pemikiran negatif hingga ada gangguan-gangguan,” kata Jhon.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua Aies Rumbekwan menyebutkan, tidak ada tanah tak bertuan di Papua. Namun, ironisnya dalam pembangunan di Papua masyarakat kerap tidak dilibatkan. Ini menujukkan ketidakadilan. “Ketidakadilan itu diperbaiki dulu, baru bicara lain,” ujar Aies.
Kami berada di Nduga tidak kurang dari 10 jam, tetapi waktu serasa berhenti. Rasa was-was terus menyelimuti. Kejadian penembakan pekerja PT Istaka Karya pada 2018 dan penembakan lain di areal pegunungan tengah pada rentang waktu 2020-2021 membuat kepastian keamanan menjadi jalan terjal tersendiri bagi pemerintah dalam menuntaskan pembangunan Trans-Papua yang melintasi Nduga. (IDO/CIP/ILO)