Desa Namatota dikenal sebagai ibu kota Kerajaan Namatota yang menyimpan peninggalan sejarah dan pengetahuan. Salah satu desa di Kaimana, Papua Barat, ini berbatasan langsung dengan Teluk Triton yang menyimpan wisata bahari.

Di bawah terik matahari, pertengahan Juni 2021, perahu cepat yang membawa beberapa orang, termasuk Kepala Distrik Kaimana, Sachrir I Kamakaula, bersandar di dermaga pantai Namatota, Kaimana, Papua Barat. Di dermaga itu, puluhan anak bermain dan memancing ikan. Sementara orang dewasa sibuk memasang jaring penangkap ikan di dalam perahu.

Kehadiran kepala distrik atau camat ini langsung disambut warga. Rombongan kemudian diajak untuk menikmati santap siang berupa ikan bakar tangkapan nelayan di rumah Kepala Desa Bakri Ombier. Sambil menikmati santap siang, warga berkumpul dan bercengkerama. Mereka juga membahas rencana menjadikan Namatota sebagai destinasi wisata.

Pelaku wisata dan nelayan di Namatota, Fazzlurachman Gusalau Ombaier, mengatakan, daerahnya menyimpan potensi pariwisata yang tak ternilai harganya. Dari sisi sejarah dan budaya, terdapat acara adat ganti atap rumah raja dan atap kubur raja di Namatota.

Kalau hanya dari nelayan, pendapatan tidak pasti. Kalau ada wisata, bisa untuk tambahan pendapatan.

”Saat acara adat, semua orang Namatota kampung berkumpul, termasuk yang tinggal di Kaimana,” ujar pria yang juga ketua kelompok nelayan itu.

Selain itu, terdapat pula tradisi buka sasi yang sudah berlangsung turun temurun. Sasi merupakan kegiatan untuk menutup sebagian wilayah perairan dalam periode waktu tertentu untuk menjaga keberlangsungan sumber daya alam yang mereka miliki. Acara buka sasi biasanya berupa upacara adat dan doa yang dihadiri pemuka agama dan seluruh tamu undangan masyarakat yang menyaksikan langsung proses dari perahu-perahu mereka.

Selain keunikan sejarah dan budaya, Desa Namatota juga menyimpan potensi wisata bahari. Desa yang termasuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KPPD) Kaimana ini mempunyai kawasan pantai yang indah dengan air jernih serta keanekaragaman jenis karang dan ikan yang tidak berbeda jauh dengan Raja Ampat.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Desa Namatota di Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat, Selasa (15/6/2021).

Keanekaragaman biota laut ini menjadi surga bagi para penyelam. Tidak heran, sejak tahun 1990-an, Namatota dan Teluk Triton sudah didatangi oleh turis mancanegara. ”Sejak dulu kapal datang membawa turis asing. Mereka menyelam di sekitar Teluk Triton,” kata seorang warga.

Keunikan Namatota menjadikan daerah ini termasuk dalam 300 besar pada ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia Tahun 2021 dari 1.831 kampung. Di Kabupaten Kaimana, ada empat desa yang disiapkan mengikuti ajang tersebut, yaitu Namatota, Mai-mai, Foromajaya, dan Lobo, tetapi hanya Namatota yang resmi terdaftar dalam perlombaan.

Kepala Kampung Namatota Bakri Ombier mendukung rencana menjadikan Namatota sebagai daerah wisata. ”Di sini semua bagus, ada darat, laut, udara, semua potensi ada,” katanya.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Meriam di depan makam keluarga Raja Kerajaan Namatota di Desa Namatota, Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat, Selasa (15/6/2021).

Bakri menjelaskan, beberapa tahun lalu, masyarakat Namatota belum mengerti potensi wisata di daerahnya. ”Memang ada pengunjung datang, tetapi kami masih belum tahu arahnya. Masyarakat tidak tahu wisata itu apa, mereka hanya tahu orang kota datang,” jelasnya.

Kini, menurut Bakri, pola pikir masyarakat sudah mulai berubah. Warga percaya kegiatan pariwisata bisa mendukung kehidupan anak cucu kelak. Dengan menjadikan Namatota sebagai desa wisata, menurut Bakri, bisa menambah penghasilan warga yang sebelumnya hanya mengandalkan pekerjaan sebagai nelayan.

Konservasi

Berdasarkan data Conservation International (CI), Namatota menjadi bagian dari wilayah pengelolaan konservasi Kaimana Kota yang luas totalnya 122.586 hektar atau 24 persen dari total luas KPPD Kaimana. Di Namatota terdapat dua zonasi perairan, yaitu zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan terbatas. Fokus utama zona perikanan berkelanjutan adalah menjaga kawasan tersebut tetap lestari.

Kepala Distrik Kaimana, Sachrir I Kamakaula, menjelaskan, Namatota dijadikan sebagai daerah ekowisata karena letaknya strategis, relatif dekat dengan Kaimana Kota. Selain itu, Namatota juga berdekatan dengan obyek wisata lain, seperti Teluk Triton yang terkenal dengan wisata bawah laut.

Di Namatota, wisatawan bisa menyaksikan atraksi lumba-lumba dan hiu paus yang sulit ditemui di darah lain. Alternatif wisata ini diharapkan bisa membantu warga setempat dari kegiatan perikanan yang eksploitatif.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Nelayan menyiapkan jaring dan perahu sebelum mulai mencari ikan di Desa Namatota, Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat, Selasa (15/6/2021).

Praktik yang mengancam ekosistem ini terjadi sejak industri perikanan masuk ke Desa Namatota. Menurut Sachrir, dampak perusahaan masuk kampung cukup besar karena memangkas jarak pasar ikan sehingga nelayan tidak perlu ke kota untuk menjual tangkapan. ”Solusi (desa wisata) itu terkait keseimbangan,” jelasnya.

Ia menyebutkan, saat musim tertentu nelayan tidak bisa mencari ikan, mereka bisa fokus ke pariwisata. Sebaliknya, saat musim tangkap aktivitas nelayan bisa seperti biasa tanpa melupakan kearifan lokal.

Bakri menjelaskan, sejak dulu mata pencaharian utama masyarakat lokal di Namatota adalah nelayan. Kalau dulu tangkapan nelayan dijual ke kota, sekarang masyarakat bergantung pada industri ikan. Kehadiran perusahaan membuat jumlah tangkapan nelayan meningkat.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Kapal ikan terparkir di Kawasan PT IPN di Desa Namatota, Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat Senin (14/6/2021).

”Kalau dulu hasil tangkap ikan 500 kilogram (kg), sekarang menjadi 1.000 kg,” jelasnya.

Tang Kie Tung dari PT Industri Perikanan Namatota (IPN) menuturkan, tidak pernah membatasi jumlah tangkapan nelayan. ”Tidak ada batasan (tangkap ikan). Semampu mereka,” katanya. Meski tidak ada batasan jumlah tangkapan ikan, ia menyangkal menjadi penyebab kerusakan ekosistem.

Menurut dia, potensi perikanan di Kaimana luar biasa. Sebanyak apa pun ikan ditangkap, ia yakin ikan tidak akan habis dan ekosistem tidak akan rusak.

Namun, dalam wawancara ia juga menyebutkan terdapat penurunan hasil tangkap nelayan. Pada Mei, tangkapan ikan nelayan Namatota bisa 200 ton. ”Bulan ini belum ada ikan,” jelasnya.

Sebelum pandemi, PT IPN menjual 700 kontainer ikan dari perairan Indonesia. Namun, sejak pandemi, kegiatan nelayan menurun. Selama dua bulan terakhir, pada Mei dan Juni 2021, perusahaan ini baru menjual 30 kontainer ikan. Biasanya, ikan dari masyarakat dikirim ke Jakarta dan Surabaya. Ikan lalu diekspor ke China, Malaysia, dan Thailand.

Antusias

Mahmud Werbay (38), nelayan setempat, antusias menyambut Namatota sebagai daerah wisata karena bisa menambah penghasilan. ”Kalau hanya dari nelayan, pendapatan tidak pasti. Kalau ada wisata, bisa untuk tambahan pendapatan,” katanya.

Saat ditemui, Mahmud baru saja selesai menjaring ikan tongkol. Ikan tersebut dijual ke PT IPN. Dari hasil menangkap ikan selama sekitar empat jam, ia mendapatkan uang Rp 6.000.000. Uang ini dibagi untuk empat awak perahunya.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Nelayan membawa ikan yang akan dijual ke PT IPN di Desa Namatota, Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat Senin (14/6/2021).

Mahmud menuturkan, saat cuaca buruk pendapatan menjadi tidak pasti. Saat musim timur, misalnya, air menjadi keruh dan ikan sulit didapat. Selama musim timur, penghasilannya jadi menurun. Ia terpaksa gali lubang tutup lubang untuk memenuhi kebutuhan.

Oleh karena itu, dia berharap ada penghasilan tambahan dari pariwisata. Apalagi ia punya pengalaman bekerja di cottage. Keahlian menyelam, menurut Mahmud, bisa dimanfaatkan untuk mendampingi tamu yang hendak snorkeling atau scuba diving di sekitar Teluk Triton.

Ibu rumah tangga, Kaffa Selanno (27), juga menyatakan siap berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata. Menurut ibu dua anak ini, kehadiran tamu bisa menggerakkan ekonomi masyarakat. ”Tamu bisa menginap di rumah, lalu kami bisa membakar ikan. Kalau ikan dijual ke kota ongkosnya mahal, lebih baik langsung disantap tamu,” katanya.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Anak-anak bermain di dermaga di Desa Namatota, Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat, Minggu (14/6/2021).

Senada dengan masyarakat setempat, Fazzlurachman sepakat bahwa masyarakat antusias menyambut Namatota sebagai daerah wisata. Hal itu ditunjukkan dari bagaimana warga membentuk komunitas, membangun homestay, dan mendirikan tempat nongkrong yang terhubung dengan koneksi internet untuk generasi muda.

Dengan potensi itu, masyarakat antusias menyambut Namatota menjadi daerah wisata. Namun, sayangnya, menurut dia, Desa Namatota belum sepenuhnya siap menjadi desa ekowisata.

”Kami punya keterbatasan infrastruktur. Kami juga masih menghadapi persoalan sampah. Sampai sekarang, masih banyak warga yang membuang sampah langsung ke laut,” jelasnya. (Denty Piawai Nastitie/Nikolaus Harbowo)