Raungan gergaji mesin pemotong kayu memecah kesunyian hutan, pada pertengahan November 2021 siang. Tak jauh dari suara itu, tumpukan kayu sage atau Nothofagus sp disusun rapi di tepi jalan Trans-Papua, di Kabupaten Jayawijaya, Papua.

Sesosok lelaki tua muncul ke tepi jalan menenteng teko berisi air putih. Yanus, lelaki itu, bermaksud beristirahat sejenak seusai memikul potongan balok dan papan dari hutan ke tepi jalan Trans-Papua, di dalam kawasan Taman Nasional Lorentz (TNL), di Jayawijaya.

Sekitar 500 meter dari tempat Yanus, gergaji mesin masih terus meraung. “Bisa kasih mati mesin chainsaw (gergaji mesin) dulu kah. Itu punya siapa,” tanya seorang polisi kehutanan (polhut) Balai TNL. “Punya saya, hanya satu chainsaw saja,” jawab Yanus.

Sejak pagi hingga siang, Yanus sudah menebang empat pohon sage. Kayu itu bakal dijual ke kota dengan harga Rp 1,5 juta per truk. Uang hasil penjualan kayu itu akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa perayaan Natal 2021.

Mereka chainsaw sana, chainsaw sini, sampai hutannya semakin lama semakin habis.

Yanus bercerita, dirinya sudah sepekan di situ. Dia mulai menebang hutan di tempat itu sejak jalan Trans-Papua dibuka dan membelah TNL.

“Sebelum ada jalan, saya biasanya potong kayu di bawah. Sekarang saya naik ke sini, karena sudah ada jalan,” kata Yanus, warga Kampung Taela, Distrik Taelarek, Jayawijaya.

Yanus saat itu tertangkap basah petugas polhut Balai TNL sedang memotong pohon di kawasan konservasi. Namun, petugas tak menghentikan pembalakan itu dan meminta mereka hanya menebang pohon secukupnya.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Warga menebang pohon di TN Lorenzt tepat di pinggir jalan Trans Papua di Kabupaten Jayawijaya, Papua, Jumat (12/11/2021).

“Ini bapak punya hutan. Kami hanya membantu bapak untuk sama-sama jaga bapak punya hutan. Kalau hutan di sini habis, nanti bapak punya anak dan cucu bagaimana,” kata polhut Balai TNL lainnya.

Yanus mengangguk. Dia merasa berhak atas pohon yang ditebang itu. Menurut dia, pohon itu berada di hutan adat sukunya. Areal hutan di situ dulu disebut-sebut sebagai tempat persinggahan atau pelintasan nenek moyang mereka.

Tantangan sosial

Penebangan pohon tidak hanya ditemukan di lokasi Yanus menebang pohon sage. Di kawasan Taman Nasional (TN) Lorentz yang tak jauh dari jalan Trans-Papua, terjadi penebangan yang cukup masif. Jejak pembalakan hutan mudah ditemukan di sisi kiri dan kanan jalan.

Di sisi kanan jalan Trans-Papua, dari Wamena menuju Danau Habema, saat tiba di ketinggian 2.490 meter di atas permukaan laut, terdapat jalan setapak yang biasanya dilintasi para pembalak. Di tempat itu banyak potongan kayu sisa penebangan yang baru ditebang sekitar tiga bulan lalu.

Penebangan hutan tak hanya terjadi di tepi jalan. Para pembalak terus membabat hutan hingga sejauh 10 kilometer dari sisi jalan. Pohon berukuran besar sudah tak terlihat lagi di sana.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Polisi hutan TN Lorenzt memeriksa hutan yang rusak tepat dipinggir Jalan Trans Papua di Kabupaten Jayawijaya, Papua, Jumat (12/11/2021).

“Pohon-pohon di sini sudah habis. Pohon yang ditebang sudah sampai ke tengah,” kata Ishak, polhut Balai TNL.

Selepas dari lokasi ini, ada 11 tumpukan kayu balok dan papan yang tersusun di sepanjang jalan Trans-Papua, termasuk di tempat Yanus. Beberapa titik tampak tenda terpal biru dan terlihat ada orang mondar-mandir memikul kayu.

Petrus Lani (35), warga dari Distrik Walaik, Jayawijaya, mengaku tidak mudah untuk mengajak warga agar tidak menebang hutan di dalam kawasan TNL. “Kami minta, kami tekan, tetapi masyarakat susah mendengar. Mereka bilang: ini kami punya hak dan kami punya hutan,” ucap dia yang juga aktif dalam Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di Balai TNL.

Warga dari berbagai kampung di Walaik, mulai ikut menebang pohon sejak ada jalan Trans-Papua. Setiap hari, banyak warga yang berbondong-bondong ke hutan sembari membawa mesin pemotong kayu.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Jalan Trans Papua yang berada di TN Lorentz di Kabupaten Jayawijaya, Papua, Minggu (14/11/2021).

“Hutan-hutan rusak banyak karena ada jalannya. Mereka chainsaw sana, chainsaw sini, sampai hutannya semakin lama semakin habis,” kata Petrus.

Jalan Trans-Papua yang melintasi TNL merupakan bagian dari proyek jalan segmen V Provinsi Papua yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Jalan sepanjang kurang lebih 176 kilometer ini menghubungkan Wamena (Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya), Danau Habema (kawasan TNL), dan Kenyam (Ibu Kota Kabupaten Nduga).

Di area konservasi yang memiliki jenis ekosistem lengkap, mulai dari tipe laut hingga alpin ini, di bagian ketinggiannya hidup tumbuhan purba. Tanaman ini pernah ada di masa superbenua Gondwana yang terbentuk pada era Neoproterozoikum, sekitar 550 juta tahun lalu. Beberapa jenis tumbuhan yang berasal dari zaman itu antara lain phyllocladus, Nothofagus sp, dan pakis purba (Cyathea atrox).

Disorot

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dalam Analisis Pengaruh Rencana Pembangunan Proyek Prioritas Jalan Trans-Papua Terhadap Aspek Sosial-Ekologis Papua, menyebutkan ruas jalan Trans-Papua yang sudah tersambung berdampak pada hilangnya tutupan hutan di sekitar jalan. Di ruas jalan Wamena-Habema-Mumugu yang melintasi TNL, tutupan hutan yang hilang pada 2001-2019 mencapai 1.512 hektar.

Pembangunan infrastruktur jalan di TNL juga kian mengusik keanekaragaman hayati yang ada di sana. Hal itu kian menekan kehidupan flora dan fauna yang telah dikategorikan hampir terancam di TNL, antara lain Nothofagus sp, kuskus abu/kuskus guannal (Phalanger gymnotis), mambruk selatan (Goura scalaterii), sanca bulan (Simalia boeleni).

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Itik Noso (Anas waigiuensis) di Danau Habema kawasan Taman Nasional Lorentz, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, Minggu(14/11/2021).

“Harapan kami, di hutan konservasi, pembangunan jalan dipikirkan kembali atau dikaji ulang,” kata Umi Ma’rufah, peneliti Walhi.

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan di PBB (UNESCO) pun turut menyoroti keberadaan jalan Trans-Papua yang melintasi TNL. Sorotan ini muncul karena TNL ditetapkan sebagai situs warisan alam dunia oleh UNESCO pada 1999 silam.

Kepala Balai TNL Acha Anis Sokoy mengatakan, perambahan hutan secara ilegal terjadi sebagai dampak tidak langsung dari pembukaan akses jalan. Upaya untuk mengatasi perambahan hutan menjadi pekerjaan rumah hingga kini.

Utamanya, petugas melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat setempat agar tidak menebangi pohon di dalam kawasan taman nasional, meskipun itu berada di atas tanah ulayat mereka. Kerja sama dengan banyak pihak diperlukan mengingat keterbatasan Balai TNL.

Sebagai gambaran, Balai TNL hanya memiliki 60 petugas, termasuk 26 polhut. Mereka mengawasi kawasan taman nasional seluas 23.000 kilometer persegi (35 kali Provinsi DKI Jakarta) dan ada di wilayah administratif 10 kabupaten.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengungkapkan, pembangunan jalan Trans-Papua dilakukan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Artinya, jalan yang dibangun dengan melewati kawasan konservasi atas sepengetahuan dan izin KLHK.

 

“Prinsipnya kami membangun jalan dan kalau itu dimanfaatkan untuk kepentingan lain, itu urusan hukum untuk penegakan hukumnya. Itu tugasnya polisi hutan,” kata Basuki, saat diwawancara, Sabtu (18/12/2021) di Jakarta.

Pembangunan jalan melalui kawasan konservasi, di sisi lain, justru seharusnya bisa mempermudah akses petugas dalam mengawasi hutan. Tepi jalan juga dibuat tanjakan tajam dengan kemiringan lebih dari 12 persen dan berfungsi sebagai rintangan alami untuk meminimalkan pengangkutan kayu.

Menanggapi maraknya perambahan di dalam TNL setelah adanya jalan Trans-Papua, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan, pihaknya akan memperkuat kesatuan pengelolaan hutan agar dapat menjaga kawasan hutan konservasi dengan lebih optimal. Ini termasuk memperbanyak pengawas kehutanan dengan mengutamakan perekrutan dari masyarakat setempat.

Lalu soal sorotan UNESCO terhadap jalan Trans-Papua di Lorentz, Alue menyebut bahwa semestinya UNESCO tidak hanya sekadar menetapkan TNL sebagai situs warisan alam dunia, tetapi juga memberikan dukungan secara teknis dan finansial kepada pemerintah Indonesia dalam mengatasi persoalan di dalam Lorentz.

“Ini kan semestinya tanggung jawab bersama secara global,” ucap Alue. (Stefanus Ato/Saiful Rijal Yunus/Harry Susilo/Ichwan Susanto)