KOMPAS/LASTI KURNIA (LKS) 06-07-2019

Menimbang kadar air pada teh di Pabrik Teh PTPN IV Unit Bah Butong, Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu (6/7/2019).

Jalan Keluar Petani Teh Masa Kini

·sekitar 3 menit baca

Teh Organik

Industri teh di Indonesia sedang memasuki masa sulit dalam beberapa dekade terakhir. Di tengah tren negatif ini, petani di tingkat akar rumputlah yang paling terjal jalannya untuk bertahan. Namun, metode pertanian organik bisa menjadi jalan keluar yang memberdayakan kaum marjinal ini.

Di Indonesia, perkebunan teh organik yang diinisiasi oleh sekelompok pemuda di Solok Selatan, Sumatera Barat, menjadi contoh nyata pemberdayaan pekebun konvensional skala kecil. Dalam periode waktu dua tahun saja, perkebunan teh organik ini dapat menjaga produktivitas di kisaran angka 300 kilogram per hektar. Bahkan, dapat mencapai rasio 450 kg per hektar.

KOMPAS/LASTI KURNIA (LKS) 06-07-2019

Menimbang kadar air pada teh di Pabrik Teh PTPN IV Unit Bah Butong, Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu (6/7/2019).

Salah satu pionir sertifikasi organik adalah The Tea Research Institute of the Chinese Academy of Agricultural Sciences pada 1999. Secara umum, sertifikasi ini mengatur prinsip dan syarat teknis yang harus diikuti petani, seperti perlindungan ekologi, pemilihan varietas, pengelolaan tanah, pengendalian hama dan gulma, serta pemrosesan teh hingga ke tahap distribusi.

Nghia (2009) dalam penelitiannya menemukan, salah satu manfaat pertanian teh organik adalah berkurangnya residu agrokimia dan limbah yang kerap menghantui produksi teh konvensional. Secara ekonomi, petani bisa menentukan harga yang lebih ”premium” untuk produk teh organik mereka. Nghia pun memberi rekomendasi pada penelitiannya bahwa pertanian organik bisa menawarkan jalan keluar bagi para petani teh yang acap merasa sulit untuk berkembang.

Penelitian terkait teh organik juga dilakukan oleh Lansink dkk, pada 2002. Hasilnya, produksi di pertanian organik memiliki rata-rata yang lebih efisien dibandingkan dengan pertanian konvensional, meski menggunakan alat yang lebih tertinggal. Lebih lanjut penelitian yang dilaksanakan oleh Jayasinghe dan Toyoda (2004) juga menemukan bahwa mengubah perkebunan teh konvensional menjadi organik berpotensi meningkatkan produksi hingga 55 persen.

Perubahan metode pertanian konvensional menjadi organik dapat membawa keuntungan finansial. Salah satu buktinya tampak pada program yang dijalankan oleh PBB di Vietnam. Khawatir akan metode pertanian teh konvensional di Vietnam yang sangat merusak alam, PBB berusaha mengubah pola pertanian teh di Vietnam menuju ke metode organik. Hasilnya, petani yang mengubah cara bercocok tanamnya dapat menikmati peningkatan pendapatan rata-rata di kisaran angka 30 persen hanya dalam waktu dua tahun.

Syarat

Meskipun menggiurkan, hal itu tidak mudah bagi petani. Petani harus dapat memenuhi berbagai standar sebelum akhirnya mendapat sertifikat produk organik. Salah satu yang patut dijadikan acuan ialah sertifikasi dari Uni Eropa (UE).

Menurut Kementerian Perdagangan Belanda, paling tidak ada lima kriteria yang harus dipenuhi oleh petani. Pertama, keamanan produk, meliputi tiga parameter, yaitu kemudahan penelusuran (traceability), kebersihan (hygiene), dan kontrol (control). Pihak UE harus dapat menelusuri asal usul produk lewat rantai pasokannya.

KOMPAS/LASTI KURNIA (LKS) 05-07-2019

Proses fermentasi atau oksidasi di Pabrik Teh PTPN IV Unit Tobasari, Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Jumat (5/7/2019).

Kedua, tingkat Maximum Residue Levels (MRLs) atau tingkat residu pestisida maksimum di produk. Walaupun produknya berlabel organik, bukan berarti para petani tidak boleh menggunakan pestisida sama sekali. UE menetapkan tingkat maksimum pada jumlah pestisida yang diperbolehkan angka 30 persen.

Ketiga, label produk. Ini meliputi pelabelan, presentasi, dan iklan dari produk yang diperuntukkan untuk pasar UE. Kategori ini juga mengatur segala informasi, seperti daftar bahan baku, berat bersih, dan kemungkinan adanya alergen.

Keempat, kontaminasi produk. Selain residu pestisida, ada beberapa kontaminasi lain yang dicermati dalam produk teh organik, seperti kontaminasi benda asing, kontaminasi mikotoksin, dan kontaminasi mikrobiologis.

Terakhir, pelarut ekstraksi (extraction solvents). Beberapa zat yang diatur dalam kategori ini adalah Methyl Acetate (20 mg per kg) dan Dichloromethane (5 mg per kg).

Di tingkat Asia Tenggara, Vietnam menjadi salah satu negara yang industri teh yang bergerak ke arah organik. Ini salah satunya diinisiasi oleh proyek PBB bertajuk Sustainable Tea Production Landscapes Project sejak 2014.

Salah satu kunci keberhasilan dari program PBB untuk memantik semangat petani lokal ialah diseminasi informasi dengan metode Farmer Field School (FFS). Secara singkat, FFS merupakan konsep sekolah petani sebagai wadah tempat petani mendapat pendidikan dan pemberdayaan. ”Sekolah” ini berisi 20-30 orang petani dan bertemu setidaknya seminggu sekali untuk belajar bersama terkait dengan teknik pertanian yang modern, berkelanjutan, tetapi disesuakian dengan konteks muatan lokal di daerah para petani tersebut tinggal. Indonesia bisa mencontoh hal itu.

(LITBANG KOMPAS/RANGGA EKA SAKTI)

Artikel Lainnya