KOMPAS/WAWAN H PRABOWO (WAK) 30-07-2019

Sisa pohon teh yang berada di sekitar Candi Penampihan, Desa Geger, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (30/7/2019).

Jawa Timur

Warisan Kehidupan di Perkebunan

·sekitar 5 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO (WAK) 30-07-2019

Sisa pohon teh yang berada di sekitar Candi Penampihan, Desa Geger, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (30/7/2019).

Hijau teduh perkebunan teh menyisakan ragam kisah kehidupan lintas generasi. Warisan budaya manusia, berkelindan dengan lukisan alam Sang Pencipta, menghasilkan padu padan pesona diorama.

Perkebunan teh tak hanya menyimpan kisah tentang kehidupan sosial masa sekarang. Di balik hijau dedaunan, terselip jejak riwayat kehidupan manusia di masa lampau yang dibalut dalam beragam warisan budaya. Jejak yang hingga kini masih bertahan meski bersisian dengan perkembangan zaman.

Salah satu jejak warisan budaya masa lampau itu terletak di antara hamparan perkebunan teh Bantaran, Afdeling (bagian perkebunan) Sirah Kencong, Blitar, Jawa Timur. Di tengah area perkebunan milik PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) ini terdapat bagian bangunan candi yang ditemukan tahun 1967 silam.

Saat pertama kali ditemukan, candi ini berada di tengah-tengah perkebunan kina, komoditas perkebunan sebelum teh ditanam. Bangunan bebatuan yang berada pada ketinggian 1.040 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini kemudian dikenal dengan nama Candi Sirah Kencong.

Menurut sejarawan Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, batu yang digunakan untuk membangun Candi Sirah Kencong bukan berasal dari daerah setempat. Batuan candi ini dibawa dari daerah lain seiring eksodus penduduk yang diperkirakan akibat konflik politik.

Candi ini terdiri dari tiga bangunan yang berderet dari utara ke selatan. Pada badan bangunan candi pertama di sisi timur terdapat relief kisah pendeta Siwa dan Buddha, Bubuksah-Gagangaking. Sementara pada bagian candi kedua terdapat hiasan relief ular naga. Selain itu, juga terdapat relief yang menggambarkan lima laki-laki sedang menyangga seekor ular naga.

Bagian candi ketiga bercerita tentang tiga raksasa menggunakan gelung dengan ciri yang menggambarkan tokoh Bima dalam pewayangan. Ketiga tokoh ini digambarkan dengan latar pemandangan laut beserta ombak yang menghiasinya.

Pada relief candi bagian selatan terdapat kisah tentang dua orang dengan latar belakang laut, sedangkan relief bagian timur menggambarkan seorang pendeta yang berhadapan dengan cantrik atau muridnya. Diduga, relief ini menggambarkan Bima ketika menghadap sang guru, Begawan Durna, untuk mencari keberadaan tirta amerta atau air kehidupan (Sedyawati, dkk, 2013).

Sayangnya, kondisi candi ditemukan dalam keadaan tidak utuh. Akibatnya, kisah yang diperoleh dari relief yang terukir bukanlah cerita paripurna. Selain itu, menurut laporan seorang pembaca Kompas pada tahun 1998, beberapa batu dengan ukiran inskripsi Palawa juga sempat berubah fungsi menjadi anak tangga di desa terdekat (Kompas, 4 April 1998).

Sirah Kencong memang merupakan daerah yang diyakini memiliki banyak peninggalan bersejarah. Menurut Dwi Cahyono, sejak era Kerajaan Majapahit, bercocok tanam diperkirakan menjadi tradisi masyarakat yang menetap di daerah sekitar. Artinya, di balik keelokan hamparan perkebunan teh masih tersimpan jejak kehidupan masa lampau yang belum seutuhnya tergali.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO (WAK) 29-07-2019

Buruh petik teh di Perkebunan Teh Sirah Kencong, Blitar, Jawa Timur, Senin (29/7/2019).

Penampihan

Selain Sirah Kencong, situs bersejarah juga ditemukan pada area perkebunan teh rakyat di Tulungagung, Jawa Timur. Adalah Candi Penampihan, situs yang terletak di lereng Gunung Wilis, tepatnya di Desa Geger, Kecamatan Sendang, yang berada pada ketinggian 1.037 mdpl.

Nama Candi Penampihan berasal dari istilah penampe’an atau penampikan. Konon, dahulu terdapat seorang tokoh dari Ponorogo yang lamarannya ditolak (ditampik) oleh putri Kediri. Sebagai pelampiasan atas penolakan tersebut dibangunlah candi yang disebut penampikan atau yang kini dikenal dengan Candi Penampihan.

Bagian kompleks candi terdiri dari tiga teras. Teras utama merupakan bagian candi induk yang berupa sisa-sisa bangunan candi. Pada sisi utara terdapat sebuah candi perwara atau candi kecil. Pada bagian kaki candi tersebut terdapat relief yang menggambarkan dua ekor gajah dan seekor kerbau sedang menarik bajak. Proses membajak ini dikendalikan oleh seorang laki-laki.

Sisi menarik dari relief ini adalah adanya gajah yang digunakan untuk kegiatan pertanian. Relief ini sekaligus mengindikasikan bahwa kegiatan bercocok tanam dikenal sejak sebelum candi ini dibuat.

Kompleks Candi Penampihan diduga menjadi saksi kehidupan dari empat era kerajaan, yakni Mataram Kuno, Kediri, Singasari, dan Majapahit. Dugaan ini diperkuat dengan adanya prasasti dengan tahun yang berbeda hingga beberapa abad.

Menurut catatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten Tulungagung, terdapat dua prasasti dalam kompleks Candi Penampihan. Pertama adalah prasasti dari batuan andesit berbentuk persegi bertarikh 898 Masehi atau saat era Kerajaan Mataram Kuno.

Prasasti ini berkaitan dengan anugerah tanah perdikan atau tanah yang dibebaskan dari kewajiban membayar upeti. Ini menunjukkan bahwa pada akhir abad ke-9 Masehi, daerah sekitar Candi Penampihan telah memiliki struktur pemerintahan otonom.

Sementara prasasti kedua dikenal dengan nama Prasasti Sarwadharma bertarikh 1269 Masehi. Prasasti ini bercerita tentang pembagian kasta dalam kelompok masyarakat kala itu. Artinya, selain struktur pemerintahan, juga terdapat kelas-kelas kelompok masyarakat pada daerah ini sekitar abad ke-13.

KOMPAS/AMBROSIUS HARTO (BRO) 29-07-2019

Buruh petik melintasi reruntuhan Candi Sirah Kencong dalam area Kebun Bantaran, Blitar, Jawa Timur.

Peluang

Beragam warisan budaya manusia masa lampau yang terhampar di tengah keelokan perkebunan teh sejatinya dapat menjadi modal sejarah bagi pengembangan pariwisata setempat. Jika dimanfaatkan, potensi ini dapat menjadi motor penggerak ekonomi bagi masyarakat lokal.

Perkebunan teh Bantaran, Afdeling Sirah Kencong, adalah salah satu perkebunan milik negara yang memanfaatkan modal ini untuk meningkatkan geliat sektor pariwisata. Para wisatawan dapat menikmati candi yang berkelindan di antara hijau perkebunan teh.

Dalam dua tahun terakhir, rata-rata kunjungan wisatawan ke area perkebunan teh Sirah Kencong terus meningkat. Pada tahun 2017, rata-rata pengunjung mencapai 4.173 orang per bulan. Jumlah pengunjung ini meningkat menjadi 5.145 orang per bulan tahun 2018. Bahkan, hingga pertengahan tahun 2019 lalu, jumlah pengunjung per bulan mencapai 6.499 wisatawan.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO (WAK) 30-07-2019

Situs Candi Penampihan, di Desa Geger, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (30/7/2019). Dulunya, Candi di kaki Gunung Wilis tersebut pada masa penjajahan Belanda dikelilingi oleh kebun teh. Saat ini, daerah itu telah berganti menjadi lahan perkebunan dan hanya menyisakan satu petak kebun teh.

Sayang, potensi peninggalan bersejarah ini belum dikelola optimal. Minimnya papan informasi situs bersejarah, petunjuk arah, hingga fasilitas wisata lainnya masih menjadi pekerjaan rumah antara pemerintah daerah dan pengelola perkebunan.

Tentu, potensi perkebunan teh tak hanya terbatas pada daun petik semata. Di baliknya, terselip ragam keelokan yang dapat memikat wisatawan untuk hadir menikmati bentang alam yang berbalut warisan budaya manusia.

Dedy Afrianto, Litbang Kompas

Artikel Lainnya