Tegal acap kali disebut sebagai ”Negeri Poci”. Bagi masyarakat Tegal dan sekitarnya, teh telah menjadi bagian hidup mereka sehari-hari. Tradisi inilah yang menopang industri teh.
Antonius Purwanto
Siapa pun yang melintas di Kabupaten Tegal atau di Kota Tegal akan melihat deretan poci yang dipajang di depan kios-kios di pinggir jalan raya, baik di Jalan Raya Pantura, atau di Jalan Raya Talang, yang menghubungkan antara Kota Tegal dengan Slawi, ibu kota Kabupaten Tegal.
Julukan Tegal sebagai ‘Negeri Poci’ itu pernah disampaikan oleh sejumlah penyair seperti F. Rahardi, Kurniawan Junaedhi, Handrawan Nadesul, dan Wiji Thukul. Mereka terkesan dengan suasana Kota Tegal dan membukukan sekumpulan puisi berjudul “Dari Negeri Poci” dan “Dari Negeri Poci 2”, pada pertengahan 1993-1994 silam.
Wilayah Tegal memang unik. Kendati terletak di dataran rendah yang tidak memiliki perkebunan teh, namun kebiasaan minum teh penduduk Tegal sangat kental dibandingkan kota-kota lain di pesisir utara Jawa Tengah. Ungkapan, “Jangan mengaku orang asli Tegal, bila tidak suka minum teh” seakan menegaskan lekatnya budaya minum teh warga Tegal. Bagi mereka minum teh tak sekadar kebiasaan, melainkan sudah menjadi tradisi.
Tak heran jika di setiap warung, restoran atau rumah penduduk Tegal dan sekitarnya, banyak dijumpai menu minum teh khas, yang lazim disebut Teh Poci yaitu teh yang diseduh secara khas dalam poci dan cangkir dari tanah liat. Poci adalah teko kecil yang terbuat dari tanah liat. Ukurannya lebih kecil dibanding kendi. Poci umumnya digunakan sebagai tempat air teh.
Masyarakat Tegal juga mengenal tradisi “moci”, yaitu sebuah tradisi minum teh dalam tempat air bercerat terbuat dari tembikar atau tanah liat. “Moci” sebenarnya berasal dari kata “poci”, karena teh biasanya disajikan dalam poci. Kelengkapan poci lainnya adalah cangkir kecil yang juga terbuat dari tanah liat.
Teh khas Tegal dikenal dengan rasanya yang ‘wasgitel’, yaitu wangi, panas, sepet, legi, lan (dan) kenthel. Aroma wangi berasal dari bunga melati yang berasal dari kebun melati di sekitar kabupaten Tegal, Pemalang dan Brebes.
Menilik sejarahnya, tradisi minum teh poci di Tegal sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dan sampai kini tidak pernah hilang. Hanya saja, sulit mengetahui sejak kapan dan siapa yang mengenalkan tradisi itu.
Antropolog dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Pande Made Kutanegara seperti dikutip dari Kompas (18/7/2010), menyebutkan, jauh sebelum tanaman teh datang ke Indonesia sekitar abad ke-17, Tegal sudah memiliki budaya minum teh yang berakar dari China. Pada masa itu, daerah pantai utara Jawa Tengah, termasuk Tegal, merupakan jalur perdagangan yang ramai karena Tegal memiliki pelabuhan besar. Sebelum ada tanaman teh di Indonesia, teh yang dikonsumsi di Tegal didatangkan langsung dari China.
Catatan lain menyebutkan, tradisi minum teh poci muncul di tengah era peningkatan produksi gula dengan dibangun sejumlah pabrik gula di Brebes, Tegal, Pemalang dan Pekalongan tahun 1910. Adanya pabrik gula itu mendorong pemerintah kolonial Belanda membangun pula bengkel suku cadang di Tegal, yakni NV Braat dan NV Brenger & CO di mana pada akhirnya melahirkan perajin-perajin logam yang tangguh di Tegal. Pada era itulah, orang-orang Belanda terbiasa minum teh bersama kerabatnya pada sore hari di halaman rumahnya. Tradisi ini lalu berkembang di luar tembok rumah juragan gula itu.
Ada lagi yang mengatakan, hadirnya pabrik-pabrik teh di Tegal sejak tahun 1930-an telah menciptakan suatu tradisi masyarakat untuk gemar minum teh. Lalu, diciptakanlah sarana untuk itu melalui gaya minum poci. Selain itu, tradisi moci ini juga merupakan simbol dari hubungan saling mendukung antara pabrik teh dan gula yang sudah ada sejak zaman Belanda di Tegal.
Begitu dekatnya teh poci dengan penduduk Tegal sehingga teh poci menjadi ikon Tegal. Salah satunya adalah Taman Poci yang terletak di depan stasiun Tegal dan dibangun oleh pemerintah Kota Tegal bekerjasama dengan Kabupaten Tegal.
Citra Tegal sebagai kota teh kemudian dimanfaatkan oleh pelaku industri teh Tegal untuk berebut memasang logo pabrik mereka. Sepanjang pengamatan, promosi sejumlah merek teh pun bertebaran di seantero wilayah Tegal, baik kabupaten maupun kota. Hampir semua spanduk/papan nama warung makan dan toko, ada tulisan teh poci dari sejumlah merek. Gambar gerbang kota ini pun teko dan cangkir teh. Di hotel-hotel Tegal selalu tersedia cangkir dan teko teh poci.
Tren minum poci pernah mengalami masa puncak pada tahun 1970-1980. Ketika itu, penggemar poci menikmati kegemarannya minum teh merah pekat kehitaman bersalut gula batu dari kemasan teh bungkus kecil. Bungkus teh kecil itu diyakini mendorong timbulnya gaya minum baru. Dengan satu bungkus kecil, suatu ukuran pas untuk poci yang bisa digunakan minum berulangkali. Bekas bungkus lalu dijadikan penutup mulut poci.
Hidupnya tradisi moci juga ditopang keberadaan empat pabrik gula (PG), yakni PG Pangkah (Kabupaten Tegal), PG Jatibarang, PG Banjaratma, dan PG Kersana—tiga pabrik yang terakhir di Brebes yang berdiri sejak zaman Belanda. Dua dari empat PG tersebut masih eksis, yakni PG Jatibarang dan PG Pangkah, yang memproduksi gula batu yang menjadi pemanis minuman teh poci. Perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX di Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, juga hadir sejak tahun 1889.
Sentra Industri Teh
Tradisi “moci” warga Tegal tersebut secara langsung maupun tidak langsung turut menopang perkembangan industri teh di Tegal. Kendati areal perkebunan teh di Kabupaten Tegal terbilang kecil dibanding daerah-daerah lain tetangganya seperti Pekalongan, Pemalang dan Batang, namun justru di Kabupaten Tegal dan Kota Tegal muncul industri hilir yang cukup melegenda. Setidaknya ada 10 perusahaan teh baik skala besar maupun kecil berada di Tegal.
Di Kabupaten Tegal, khususnya kecamatan Slawi terdapat empat pabrik teh besar yang produk-produknya merajai pasaran teh nasional. Keempat perusahaan itu adalah PT Gunung Slamat, CV Duta Java Tea Industry, PT Gopek Cipta Utama dan PT Tong Tjie Tea Indonesia. Pabrik-pabrik ini berdiri hampir bersamaan, yaitu pada tahun 1940-an dan menguasai pasar teh dalam negeri hingga sekarang ini.
PT Gunung Slamat antara lain memproduksi Teh Cap Poci, Teh Cap Botol, Teh Cap Berko, Teh Cap Terompet, Teh Cap Sepatu, Teh Celup Sosro dan juga pemasok bahan baku untuk PT. Sinar Sosro. CV Duta Java memproduksi Teh 2Tang dan Teh Tjatoet. PT Gopek Cipta Utama memproduksi teh gopek dan PT Tong Tjie Tea Indonesia mengembangkan merk teh Tong Tji.
Kehadiran empat pabrik teh di kabupaten Tegal itu tidak terlepas dari posisi Tegal yang dekat dengan Pekalongan yang menjadi daerah perkebunan melati. Sebagian besar teh yang diproses di Tegal adalah teh beraroma bunga melati. Di wilayah Tegal sendiri sekarang sudah ada perkebunan bunga melati yang dikelola oleh masyarakat, yaitu di Desa Suradadi dan Sidoharjo.
Adapun di Kota Tegal setidaknya ada enam perusahaan teh, yaitu PT Teteco, PT Dua Burung, Sumber Rejeki, Intisari, Tarwaad & Sons dan Eng Heng. Di samping indutri teh dalam skala besar, juga terdapat puluhan perajin teh yang tergabung dalam kelompok industri kecil. Produk teh industri kecil ini beragam mereknya.
Kehadiran industri teh di Tegal tersebut memberikan keuntungan ekonomi dan penopang hidup bagi warga sekitar. Industri teh di Kabupaten Tegal membuka lapangan kerja bagi 4.128 orang sedangkan di Kota Tegal industri teh mampu menyerap 822 tenaga kerja. Desa-desa seperti Kalisapu, Slawi Wetan, Kudaile, Warurejo, Kramat, Surodadi, Dukuh Salam, Dukuhringin, Kabunan adalah kampung pekerja pabrik teh di Kabupaten Tegal.
Sebagian besar pekerja atau sekitar 70 persen pekerja di pabrik teh adalah wanita. Mereka bekerja sejak awal proses produksi sampai membungkusi teh dalam berbagai kemasan. Pekerja perempuan ini kebanyakan pekerja harian yang mempunyai jam kerja fleksibel dan tak terikat waktu.
Pembungkusan teh telah memberikan lapangan kerja kepada banyak orang karena selain tenaga pembungkus sendiri, mereka masih melibatkan seluruh anggota keluarga tanpa perlu datang ke pabrik, yaitu dalam menyiapkan bungkus teh, atau dikenal dengan istilah nyonthong.Nyonthong adalah membentuk dan merekatkan bungkus teh, yang biasa dilakukan oleh seisi rumah sambil mengisi waktu luang.
Pangsa pemasaran teh di Tegal tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri. Sejak 1985 teh mulai memasuki pasaran luar negeri dengan produk andalan teh hijau. Lalu disusul teh dalam kemasan kantong-kantong kecil yang ukurannya dibuat pas untuk sekali minum -biasa disebut teh celup. Selain itu ada pula teh melati (jasmine tea) dan teh botol.
Untuk memenuhi permintaan pasokan industri teh di Tegal, sebagian bahan baku didatangkan dari Jawa Barat yang memang merupakan sentra produksi teh terbesar di Indonesia. Pasokan daun dari perkebunan teh Jawa Barat ini kemudian diolah pabrik-pabrik di Tegal menjadi beberapa jenis minuman teh. Selain teh wangi melati (jasmine tea), diproduksi juga jenis teh hijau dan teh hitam.
Produksi Teh
Sebagai produsen teh, Kabupaten Tegal tidak memiliki perkebunan teh dengan luasan yang memadai. Dari 18 kecamatan di Kabupaten Tegal, Kecamatan Bumijawa dan Bojong menjadi sentra tanaman teh. Sejumlah desa yang mempunyai tanaman teh itu diantaranya Desa Batumirah, Guci, Bumijawa, Muncanglarang, Begawat dan Dukuhbenda. Secara umum tanaman teh yang tersebar di desa-desa di Kecamatan Bumijawa dan Bojong merupakan tanaman alternatif. Biasanya petani mengambil manfaat dari tanaman teh setelah mengurus tanaman sayuran maupun palawija.
Produksi teh di Tegal dalam kurun waktu lima tahun terakhir cenderung fluktuatif. Tahun 2010 dengan luas areal 136,68 hektar memproduksi 48 ton. Selang delapan tahun kemudian tahun 2018, dengan luas areal 166 ha memproduksi 56,40 ton.
Minimnya produksi teh di Kabupaten Tegal membuat perusahaaan/pabrikan teh mendatangkan teh dari daerah lain, yakni dari Jawa Barat, yang merupakan sentra produksi teh terbesar di Indonesia. Jawa Barat memasok sekitar 67 persen untuk produksi nasional. Pasokan daun dari perkebunan teh Jawa Barat ini kemudian diolah pabrik-pabrik di Tegal menjadi beberapa jenis minuman teh. Selain teh wangi melati (jasmine tea), diproduksi juga jenis teh hijau dan teh hitam.
Selain teh, bunga melati merupakan mata rantai industri pengolahan teh Kabupaten Tegal. Bunga yang menjadi campuran jenis teh wangi. Setidaknya ada tiga kecamatan penghasil melati di Kabupaten Tegal yaitu Kramat, Suradadi dan Warureja. Dari tiga kecamatan di wilayah pesisir Pantai Utara itu, total luas lahan melati mencapai 371,3 hektar. Menurut data di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal, produksi melati di Tegal pada 2018 mencapai 2.585,9 ton. (Litbang Kompas)