KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Lukisan tangan pada dinding Leang Jarie di Desa Samanggi, Kecamatan Simbang, Maros, Sulawesi Selatan, Senin (24/9/2019). Menurut arkeolog dan peneliti dari Balai Arkeologi Sulawesi Selatan, lukisan tangan itu berusia sekitar 39.000 tahun. Wilayah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung diketahui menyimpan kekayaan sejarah dan arkeologi. Di wilayah yang membentang antara Maros dan Pangkep ini terdapat lebih dari 200 goa karst yang sudah teridentifikasi.

Sulawesi Selatan

Jejak Sejarah dan Peradaban di TN Babul

·sekitar 5 menit baca

Salah satu kekayaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) adalah bukit karst dengan goa-goa yang ada di dalamnya. Bukit karst ini tercatat sebagai yang terluas kedua di dunia setelah yang ada di Guangzhou, China. Luas TN Babul 43.750 hektar dan sebagian besar berupa bentangan bukit karst dengan 300-an goa di dalamnya.

Sebuah lubang ekskavasi yang ditutup terpal dan papan masih menganga di area teras Leang Jarie, Maros. Di dalam lubang tampak kerangka manusia yang belum diangkat. Arkeolog menemukan kerangka ini saat menggali pada 2018. Kerangka dalam posisi telentang dengan tangan lurus di sisi kiri kanan tubuh dan telapak tangan menghadap ke atas. Panjang kerangka sekitar 170 sentimeter dengan kondisi 70 persen utuh. Kerangka diapit dua batu besar yang menghadap barat laut ke selatan. Usia kerangka diperkirakan 4.000 tahun.

Budianto Hakim, salah satu arkeolog Balai Arkeologi Sulsel yang melakukan ekskavasi, mengatakan, kerangka ini ditemukan dalam pencarian Toala, manusia pertama yang diduga menghuni goa-goa di Maros. Walau bukan Toala, kerangkanya yang nyaris utuh dari kepala hingga kaki merupakan sesuatu yang berarti bagi para arkeolog.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Kerangka manusia purba di Leang Jarie, Desa Samanggi, Kecamatan Simbang, Maros, Sulawesi Selatan, Senin (24/9/2019). Menurut arkeolog dan peneliti dari Balai Arkeologi Sulawesi Selatan, kerangka manusia purba itu diduga berusia lebih dari 4.000 tahun. Wilayah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung diketahui menyimpan kekayaan sejarah dan arkeologi. Di wilayah yang membentang antara Maros dan Pangkep ini terdapat lebih dari 200 goa karst yang sudah teridentifikasi.

Sejak beberapa tahun terakhir, arkeolog dan peneliti Indonesia dan Australia terus mencari keberadaan Toala di goa-goa yang berada di gugusan bukit karst di TN Babul. Dalam perjalanan pencarian ini pula, mereka menemukan lukisan tangan tertua di dunia yang berusia hampir 40.000 tahun di Goa Timpuseng.

”Selama ini, yang kami temukan biasanya potongan berupa kepala, tangan, atau bagian tubuh lain. Yang ini nyaris masih utuh. Dengan posisi kerangka yang berada di bagian depan goa dan arah hadap, kami menduga kerangka ini bukan berasal dari manusia biasa. Setidaknya, pada masanya dia adalah orang yang istimewa. Mungkin serupa pemimpin kelompok atau kepala suku,” tutur Budianto.

Leang Jarie yang menjadi tempat penemuan kerangka merupakan goa dengan bebatuan yang indah. Seperti galeri, pada dinding goa terdapat sejumlah lukisan cap tangan dengan beragam usia. Di tempat yang sama, arkeolog pernah menemukan lukisan tangan berusia sekitar 39.000 tahun. Lokasi goa agak jauh dari jalan poros Maros-Bone dan teduh dengan pepohonan di sekeliling.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Kerangka manusia purba di Leang Jarie, Desa Samanggi, Kecamatan Simbang, Maros, Sulawesi Selatan, yang masih terlihat utuh.

Tak jauh dari Leang Jarie, terdapat Leang Katinggiang. Tak ada lukisan tangan di goa ini. Namun, keindahan stalagmit dan stalaktik di dalam goa mengundang banyak orang yang penasaran melakukan telusur goa. Terdapat sumber air di dalam goa yang airnya mengalir deras menyerupai air terjun kecil. Alirannya membentuk anak sungai yang mengalir hingga keluar goa. Ada pula Goa Sulaiman yang terkenal akan keindahannya dan ramai dikunjungi wisatawan minat khusus.

Kekayaan yang unik dan langka

Tak banyak wilayah di Indonesia yang memiliki keunikan seperti TN Babul. Bukit karst yang dipenuhi goa membentang antara Kabupaten Maros dan Pangkep. Di dalamnya terdapat hutan dengan beragam tanaman serta hewan endemik. Terdapat pula air terjun Bantimurung yang tak hanya indah, tetapi juga menjadi salah satu tempat populasi kupu-kupu.

Ada 300-an goa di bukit karst ini yang tidak hanya indah, tetapi lebih dari separuhnya merupakan goa yang menyimpan kekayaan sejarah dan arkeologi. Pada goa-goa ini, arkeolog dan peneliti terus berusaha menyingkap tabir tentang migrasi dan diaspora manusia dari berbagai ras dan penutur serta kebudayaan dan kearifan masa lalu. Tahun 2014, misalnya, jagat arkeologi dunia tersentak oleh penemuan lukisan cap tangan dan babi rusa berusia sekitar 40.000 tahun di Leang Timpuseng. Penemuan yang sekaligus membuat lukisan tangan di El Castillo, Spanyol, tak lagi menjadi yang tertua di dunia.

Masih banyak goa lain yang memiliki kekayaan sejarah sekaligus keindahan. Ada Leang Bettue, di sini arkeolog menemukan perhiasan berusia puluhan ribu tahun. Penemuan ini memiliki arti penting karena membuktikan tingkat kebudayaan manusia yang ada di wilayah Maros dan sekitarnya. Ada pula Leang Burung, Leang Pettae, serta Leang Pettakere dengan lukisan tangan dan babi rusa yang indah, dan banyak lainnya.

Tim dari Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung melakukan susur goa di Goa Katinggiang, Bantimurung, Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (21/6/2019). Goa yang belum dibuka untuk umum ini memiliki stalaktit dan stalagmit yang masih tumbuh. Selain itu, sungai bawah tanahnya juga menjadi daya tarik tersendiri untuk wisata minat khusus.

Sayang, keunikan dan kekayaan TN Babul terancam oleh aktivitas pertambangan marmer dan semen yang berada di sekitar kawasan. Diduga masih banyak goa yang belum teridentifikasi dan masuk dalam kawasan pertambangan.

”Aktivitas di kawasan pertambangan bukan hanya bisa membuat goa hancur atau rusak, tapi juga bisa merusak kekayaan seperti lukisan di dinding goa,” ucap Budianto.

Taufik Ismail, anggota staf pengendali ekosistem hutan TN Babul, menyebutkan, aktivitas pertambangan juga mengancam ekosistem dan konservasi. Pihak TN Babul sejauh ini berusaha menjaga kawasan karst dan keindahan di dalamnya, termasuk goa-goa, dengan melibatkan masyarakat sekitar. Pelibatan umumnya dengan bentuk pemberdayaan sehingga masyarakat bisa mendapat manfaat ekonomi.

”Misalnya, membuat kelompok pengelola madu hutan. Mereka bisa mengambil madu di hutan dan bukit karst dan menuai hasilnya. Tapi, mereka diberi pemahaman bahwa lebah akan tetap ada jika tanaman dan karst tempatnya tumbuh dijaga. Ada juga penangkaran kupu-kupu. Itu sebagian contoh,” ujarnya.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Tim dari Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung melakukan susur goa di Goa Katinggiang, Bantimurung, Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (21/6/2019).

Pihak Balai Arkeologi pun melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan goa-goa, terutama yang memiliki kekayaan sejarah dan budaya. Beberapa waktu lalu, Kepala Balai Arkeologi Sulsel Irfan Mahmud mengatakan, pihaknya akan melakukan ekskavasi secara menyeluruh terhadap goa-goa yang ada di kawasan TN Babul. Ekskavasi akan dilakukan dengan cara membuat zonasi, hingga semua goa tuntas diekskavasi.

”Ekskavasi dengan cara ini akan memastikan di goa mana saja terdapat tinggalan sejarah dan arkeologi dan mana yang tidak. Hasilnya akan kami serahkan kepada pemerintah. Data ini nantinya akan memudahkan pemerintah setempat untuk mengatur pengelolaan wilayah dan membagi mana saja yang tak boleh diganggu dan mana yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, misalnya tambang atau wisata,” tutur Irfan.

Sebagai satu-satunya taman nasional dengan kekayaan karst dan goa-goa, sudah selayaknya ekosistem dan konservasi di TN Babul dijaga. (RENY SRI AYU ARMAN/LUKI AULIA)

Artikel Lainnya