KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Aktivis lingkungan Eliza Kissya.

Maluku

Magis ”Sasi” dari Tanah Maluku

·sekitar 3 menit baca

Setiap jengkal tanah dan air di Maluku serta semua yang ada di dalamnya itu bertuan. Kepemilikan tersebut sudah ada jauh sebelum negara ini berdiri. Ekosistem alam Maluku bertahan salah satunya berkat dijunjungnya sasi sebagai hukum adat.

Kekuatan sasi masih terlihat di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, yang dikunjungi Tim Ekspedisi Wallacea harian Kompas pada Mei 2019. Sekitar 1 kilometer perairan di sepanjang kampung itu tak tampak aktivitas menangkap ikan. Perairan itu hingga sungai yang membelah Haruku untuk sementara di-sasi, artinya siapa pun dilarang mengambil ikan.

Masyarakat membiarkan ekosistem itu kembali pulih hingga tiba saatnya untuk dipanen. Setahun sekali dalam upacara adat, ikan-ikan di pesisir itu ”dipanggil” masuk ke badan sungai pada saat air laut sedang pasang maksimal, yang biasanya terjadi pada bulan September dan Oktober.

Setelah ikan masuk ke sungai, kewang atau penjaga alam di desa itu mengumumkan kepada semua masyarakat untuk boleh memanen ikan. Pengumuman pelepasan sasi itu dilakukan pada malam hari ke seluruh penjuru kampung. Keesokan paginya, ikan dipanen. Ribuan orang turun ke sungai.

Bukan hanya warga Haruku, orang-orang dari luar pulau juga boleh memanen sepuasnya. Tak ada batasan. Jenis ikan yang paling banyak ditangkap adalah Trissina baelama atau dalam bahasa lokal disebut ikan lompa. Olehnya, panen ikan itu dinamakan pelepasan sasi lompa. Sasi lompa kini menjadi agenda wisata tahunan.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Aktivis lingkungan Eliza Kissya saat menunjukkan telur burung gosong di penangkaran di halaman rumahnya di Pulau Haruku, Ambon.

Sasi bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam. Menjaga alam dari keserakahan manusia. Kalau zaman sekarang, orang bilang konservasi. Orang Maluku sudah lakukan itu dari dulu,” kata Eliza Kissya, kepala kewang di Haruku.

Selain sasi lompa, burung gosong (Eulipoa wallacei) juga dilindungi. Di pekarangan rumah Eliza ada tempat penangkaran burung gosong. Eliza menjaga telur itu hingga menetas, merawat bayi burung, hingga melepasliarkan.

Sanksi

Begitu pula penyu yang bertelur di pesisir pantai Haruku ikut dilindungi lewat sasi. Berkat sasi, beberapa waktu lalu Eliza berhasil melepasliarkan sekitar 50 anak penyu. Baik ikan lompa, burung gosong, maupun telur penyu, semuanya diikat dalam sasi.

Seperti halnya hukum positif, sasi juga mengatur tentang sanksi bagi yang melanggar. Sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran, mulai dari teguran hingga membayar denda, serta sanksi sosial. Namun, sanksi yang paling ditakutkan adalah kutukan dari leluhur lewat penyakit yang sulit disembuhkan hingga kematian mendadak.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Eliza Kissya, kepala kewang di Pulau Haruku, Ambon, saat merawat telur-telur burung gosong di penangkaran yang ia kelola di pekarangan rumahnya di Haruku. Foto ini diambil pada 1 Mei 2019.

Sasi dengan segala konsekuensi itu merata di seluruh Maluku, termasuk di bagian tenggara, seperti Kepulauan Kei, Kepulauan Tanimbar, dan Kepulauan Aru. Di ketiga kepulauan itu biasanya sasi diberlakukan di laut, seperti untuk teripang. Hasil panen setelah sasi dibuka diutamakan untuk kepentingan bersama. Di Seira, Kepulauan Tanimbar, misalnya, hasil penjualan teripang digunakan untuk membangun gereja.

Di Seira pula pernah terjadi teripang yang sedang di-sasi dicuri oleh sejumlah pemuda yang dibeking oknum aparat. Oknum yang bukan penduduk lokal itu memberi modal. Mereka menyelam pada malam hari menggunakan kompresor.

”Pemuda yang mencuri itu mengalami benjolan di perut menyerupai teripang,” kata Devi Paulus Lopulalan, tokoh agama setempat.

Antropolog Kepulauan Maluku, Mus J Huliselan, berpendapat, masyarakat Maluku sudah mengenal konservasi lewat budaya sasi. Sasi bertujuan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem. Lewat sasi, ketersediaan sumber daya alam terjaga dengan baik.

”Di banyak tempat, nilai itu sudah mulai luntur. Terlebih kalau daerah itu menjadi incaran investasi (untuk industri). Tokoh lokal harus jadi benteng,” ucap Mus. (FRN/LUK/APO)

Artikel Lainnya