KOMPAS/HARRY SUSILO

Tim ekspedisi tujuh puncak dunia harus berjalan kaki selama sepuluh jam dari Confluencia (3.400 meter di atas permukaan laut/mdpl) menuju kamp utama Plaza de Mulas di ketinggian 4.300 mdpl, dalam pendakian hari ketiga Aconcagua (6.962 mdpl), Argentina, Senin (20/12) waktu setempat. Perjalanan menuju Plaza de Mulas diwarnai berbagai variasi medan, seperti padang rumput, padang pasir, dan tanah berbatu. Waktu tempuh perjalanan ke Plaza de Mulas merupakan yang terlama kedua dalam pendakian Aconcagua, selain perjalanan dari kamp Berlin menuju Puncak.

Pendakian Gunung Aconcagua di Argentina

Aconcagua Jadi Pelajaran Berharga * Tim Kedua Juga Berhasil Mencapai Puncak

·sekitar 2 menit baca

Pendakian Aconcagua, Argentina, jadi pelajaran berharga bagi tim ekspedisi tujuh puncak dunia untuk mencapai puncak selanjutnya. Kondisi fisik yang baik tak akan berarti apa-apa tanpa didukung cuaca dan aklimatisasi sebagai penentu keberhasilan menuju puncak.

“Pencapaian puncak tidak bisa diukur seperti matematika karena banyak faktor yang memengaruhi. Belum tentu kondisi fisik yang lebih kuat yang mencapai puncak lebih dulu,” kata Ketua Pendakian Ardeshir Yaftebbi di Puente del Inca, Argentina, Senin (3/1), seusai mendapat kabar keberhasilan tim yang melakukan percobaan kedua menuju puncak.

Sebagaimana dilaporkan wartawan Kompas, Harry Susilo, dari Puente Del Inca, tim yang terdiri atas Iwan Irawan, Nurhuda, dan wartawan Metro TV, Popo Nurakhman, memberi kabar ke pos informasi Aymara di Plaza de Mulas bahwa mereka telah mencapai puncak Aconcagua (6.962 meter di atas permukaan laut/mdpl) pada Minggu lalu sekitar pukul 16.00 dalam percobaan kedua.

Belum ada info mengenai kondisi cuaca di sekitar puncak saat pendakian. Namun, berdasarkan prakiraan cuaca dari www.snow- forecast.com sehari sebelumnya, cuaca di sekitar puncak Aconcagua baik, angin berkecepatan 20-25 kilometer per jam meskipun terdapat rintik hujan salju.

Sebelumnya, tiga pendaki tim ekspedisi mencapai puncak pada 27 Desember 2010, yaitu Ardeshir, Fajri Al Luthfi, dan Martin Rimbawan, setelah menempuh perjalanan hampir 10 jam dari Camp Cholera (5.900 mdpl).

Percobaan kedua

Ardeshir mengatakan, keberhasilan pendakian ke puncak melalui percobaan kedua ini juga menjadi catatan khusus. “Percobaan kedua ini merupakan keistimewaan. Dalam pendakian puncak selanjutnya mungkin tidak akan ada lagi percobaan kedua karena keterbatasan dana atau energi. Untuk itu, tim harus siap dengan berbagai konsekuensinya,” ujarnya.

Dengan adanya percobaan kedua ini, ada lima pendaki dari tim, kecuali Gina Afriani, yang sudah berhasil mencapai puncak Aconcagua. Gina, satu-satunya pendaki perempuan dalam tim, sebelumnya tidak jadi diberangkatkan dalam percobaan kedua karena alasan kesehatan.

Ketua Harian Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia Yoppi Rikson Saragih mengatakan, lima pendaki tim ini nantinya yang akan melanjutkan pendakian ke puncak McKinley di Alaska, Amerika Serikat (6.194 mdpl) pada Mei 2011. Setelah itu, pendakian dijadwalkan ke Vinson Massif di Kutub Selatan (4.897 mdpl) pada Desember 2011, dan Everest (8.848 mdpl) pada pertengahan 2012.

Setelah turun dari puncak, tim menginap di Camp Cholera dan pada Selasa ini tim dijadwalkan turun dari Plaza de Mulas ke Puente del Inca untuk bergabung dengan anggota tim lainnya. Sebelum pulang ke Indonesia, tim akan berziarah ke pemakaman pendaki di Puente del Inca. Di tempat ini juga terdapat plakat dua pendaki Indonesia, Norman Edwin dan Didiek Samsu.

Selain tim dari Wanadri, ada tim dari Mahitala Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, yang berada di sekitar Aconcagua dan berencana mendaki puncak gunung itu awal Januari 2011 melalui jalur Gletser Polandia (Polish Glacier). Mereka juga dalam misi pendakian tujuh puncak tertinggi dunia.

Pertengahan Desember lalu, tim Mahitala telah mencapai puncak Vinson Massif di Antartika.

Artikel Lainnya