ARSIP WANADRI

Pendaki Indonesia 7 Summits Expedition melakukan aklimatisasi sebelum mendaki ke puncak Everest dengan melewati jalur Khumbu Ice Fall, Minggu (29/4). Jalur Khumbu Ice Fall termasuk yang paling berbahaya dalam pendakian menuju puncak Everest karena sering terjadi longsoran es. Jalur ini diperbaiki oleh para sherpa yang dinamai Khumbu Ice Fall Doctors.

Pendakian Gunung Everest di Nepal

Pendaki Tropis di Puncak Gunung Salju

·sekitar 3 menit baca

Sukses tim pendaki Mahitala Universitas Parahyangan dan Wanadri menancapkan Sang Merah Putih di tujuh puncak dunia atau Seven Summits bukanlah prestasi yang datang tiba-tiba. Butuh puluhan tahun bagi putra-putri Indonesia untuk sejajar dengan pendaki gunung kawakan yang lebih dulu menginjakkan kaki di tujuh puncak dunia.

Kapan pendaki Indonesia mulai mendaki gunung bersalju untuk pertama kali? Dalam buku Jejak Kampus di Jalan Alam 40 Tahun Mapala UI diutarakan, pendakian gunung bersalju pertama oleh Ekspedisi Tjendrawasih tahun 1964. Ekspedisi ini merupakan gabungan dari TNI Angkatan Darat dan Universitas Kyoto, Jepang. Tim berhasil mencapai Puncak Jaya (4.862 meter) di Papua.

Delapan tahun kemudian, ekspedisi Mapala Universitas Indonesia mencapai Puncak Jaya pada Februari 1972. Pada Oktober 1972 tim ekspedisi Mapala UI berhasil mencapai puncak Carstensz Pyramid (4.884 m) di Papua.

Carstensz Pyramid kelak termasuk dalam satu dari tujuh puncak dunia, tetapi pada 1972 belum dikenal istilah Seven Summits. Istilah tersebut baru populer di penghujung 1980-an.

Sejak saat itu, upaya pendakian gunung bersalju kian gencar dilakukan berbagai kelompok pencinta alam. Pada tahun 1997 Danjen Kopassus Prabowo Subianto mempunyai gagasan agar pendaki terbaik Indonesia mendaki gunung tertinggi, yaitu Everest (8.850 m). Tim terdiri dari anggota Kopassus, Mapala UI, dan Wanadri.

Pada 26 April 1997, dua anggota Kopassus, Sersan Satu Misirin dan Prajurit Satu Asmudjiono, mengibarkan Merah Putih di puncak Everest. Itulah kali pertama Merah Putih berkibar di atap dunia, tetapi pendakian itu tidak masuk Seven Summits karena hanya mendaki satu gunung.

Situs 7summits.com mengabadikan nama-nama pendaki yang berhasil menaklukkan tujuh puncak dunia. Sampai Kamis (24/5), jumlah pendaki yang telah menaklukkan tujuh puncak dunia hanya 348 orang! Empat pendaki dari tim Mahitala Unpar, yaitu Sofyan Arief Fesa, Broery Andrew, Janathan Ginting, dan Xaverius Frans, termasuk dalam daftar. Namun, nama pendaki dari tim Wanadri belum masuk daftar tersebut.

Melihat daftar nama di situs 7summits.com itu, jumlah pendaki dari negara tropis bisa dihitung dengan jari, antara lain Swee-Chiow Koo (Singapura), Zed Al-Refai (Kuwait), Mastan Babu Malli (India), dan Akhmad Fakri Abu Samah (Malaysia).

Pakar kesehatan olahraga Dr Dangsiana Muluk menuturkan, pendaki dari negara tropis menghadapi tantangan yang lebih berat daripada pendaki dari negara empat musim. Pendaki dari negara empat musim sudah terbiasa hidup dalam suhu yang membekukan di bawah nol derajat celsius. Adapun pendaki dari negara tropis harus menyesuaikan diri dengan suhu dingin yang menggigit.

Dangsiana yang di awal 1990-an meneliti fungsi tubuh pendaki Indonesia saat mendaki Cartensz Pyramid melanjutkan, manusia yang berada di tempat dengan ketinggian di atas 5.000 meter mengalami penurunan kekuatan otot sampai 50 persen dibandingkan saat berada di tempat yang rendah.

Tidak ada cara lain untuk menjaga kekuatan otot kecuali meningkatkan kekuatan otot sampai 150 persen sebelum mendaki gunung yang tingginya lebih dari 5.000 meter. Oleh sebab itu pendaki wajib menjalani latihan fisik yang berat di Indonesia sebelum memulai pendakian.

”Pendaki harus menyesuaikan diri dengan ketinggian atau aklimatisasi selama 2-3 hari karena kondisi oksigen tipis. Bahaya lain yang mengintai adalah frostbite (radang beku) dan mountain sickness (penyakit ketinggian),” katanya.

Biaya besar

Pendaki senior Wanadri, Muhamad Gunawan alias Ogun, mengatakan, fisik tidak terlalu menjadi kendala bagi pendaki Indonesia untuk menaklukkan gunung bersalju. ”Untuk melawan udara dingin ada tekniknya. Tidak selamanya di gunung bersalju cuacanya selalu dingin, kadang malah harus melepas jaket supaya tidak dehidrasi,” kata Ogun yang pernah mendaki Everest pada 1997 itu.

Menurut Ogun, masalah dana yang justru kerap menghambat rencana ekspedisi tujuh puncak dunia. Itu sebabnya setelah vakum cukup lama, baru sekarang ada lagi ekspedisi mendaki tujuh puncak dunia.

Dibutuhkan biaya sangat besar untuk menyelenggarakan ekspedisi tujuh puncak dunia. Tim Mahitala Unpar dan Wanadri membutuhkan dana miliaran rupiah untuk mewujudkan cita-cita mengobarkan bendera Merah Putih di tujuh puncak dunia.

Ogun mengungkapkan, sukses ekspedisi tujuh puncak dunia Mahitala dan Wanadri berkat kerja keras ”orang-orang gila”. Mereka adalah anak muda yang cinta mati pada gunung, ditambah mereka yang bersedia berkorban, asal ekspedisi terlaksana.

”Selain dana besar dan tim pendukung ekspedisi, di atas semua itu faktor nasib baik ikut menentukan keberhasilan ekspedisi,” kata Ogun. (WISNU AJI DEWABRATA)

Artikel Lainnya