Pembangkit Listrik Tenaga Air

PLTA Musi, Penopang Energi Terbarukan di Selatan Sumatera

·sekitar 7 menit baca

Oleh: Yola Sastra

Pembangkit Listrik Tenaga Air Musi menjadi penyumbang terbesar terhadap cakupan bauran energi baru terbarukan di wilayah selatan Pulau Sumatera. Walakin, eksistensinya mesti dijaga bersama dari ancaman sampah domestik dan penurunan kualitas air.

Bopy Randani (27) menunjuk sejumlah karung berisi botol dan gelas minuman kemasan di gudang belakang rumahnya. Sampah plastik itu merupakan setoran dari para nasabah Bank Sampah Berkah di sekitar hulu Sungai Musi di Kelurahan Talang Benih, Kecamatan Curup, Kabuten Rejang Lebong, Bengkulu.

Bopy bersyukur sampah-sampah itu ditabungkan ke tempat yang ia kelola bersama beberapa rekannya sejak dua tahun lalu. Jika tidak, sebagian dari sampah tersebut bisa saja berakhir di sawah, selokan, bahkan ke Sungai Musi yang menjadi sumber tenaga bagi PLTA Musi dan bisa mengganggu operasional pembangkit listrik.

“Keberadaan PLTA Musi sangat penting bagi masyarakat sebagai sumber energi listrik dan perlu dijaga. Apalagi, pembangkit listrik ini merupakan energi terbarukan dan tak menimbulkan polusi,” kata Bopy, Ketua Bank Sampah Berkah, di Talang Benih, Selasa (28/9/2021).

PLTA Musi merupakan penopang utama sumber energi baru terbarukan (EBT) di bagian selatan Pulau Sumatera. Pembangkit ini mampu menghasilkan listrik berdaya 210 megawatt (MW) dengan daya terpasang 3 x 70 MW. Untuk areal Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIKSBS), hanya PLTA Singkarak di Sumatera Barat yang kemampuannya mendekati PLTA Musi, yaitu 175 MW dengan daya terpasang 4 x 43,75 MW.

Daya yang dihasilkan PLTA Musi itu berkontribusi sekitar 29 persen terhadap total EBT di UIKSBS. Sekarang, daya terpasang bauran EBT di UIKSBS, yang meliputi wilayah Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi, dan Sumbar, sebesar 718 MW, yaitu 608 MW dari PLTA dan 110 MW dari PLTP. Adapun bauran EBT di UIKSBS sekitar 26,88 persen dari total daya terpasang 2.671 MW.

“Selain berkontribusi 30 persen terhadap EBT di UIKSBS, PLTA Musi juga tulang punggung kelistrikan di sistem Pulau Sumatera. Apabila terjadi blackout, PLTA merupakan unit pembangkit pertama yang bisa menyuplai ke sistem GRID 150 KV Sumatera,” kata I Nyoman Buda, Manajer PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan (UPDK) Bengkulu.

KOMPAS/YOLA SASTRA

Suasana di ruangan Power House PLTA Musi yang berada di bawah tanah Desa Susup, Kecamatan Merigi Sakti, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu, Selasa (28/9/2021).

Menurut Nyoman, daya maksimal yang dihasilkan PLTA Musi mampu memenuhi semua kebutuhan Provinsi Bengkulu, bahkan berlebih. Beban puncak Bengkulu pada malam hari hanya 140 MW. Adapun total daya yang bisa dihasilkan oleh pembangkit yang dikelola UPDK Bengkulu, termasuk PLTA Tes (23 MW) adalah sebesar 233 MW. Sisanya ditransfer ke wilayah lain.

Bendungan PLTA Musi dibangun di aliran Sungai Musi di Desa Ujan Mas Atas, Kecamatan Ujan Mas, Kabupaten Kepahiang, sekitar 63 kilometer dari Kota Bengkulu. Sebagian aliran air dibelokkan dan ditampung di kolam khusus sedalam 8 meter. Kemudian, air dialirkan melalui terowongan berdiamater 5 meter sepanjang 2,57 kilometer yang menembus pegunungan Bukit Barisan ke arah barat daya.

Air tersebut kemudian dijatuhkan ke turbin di bawah tanah, Desa Susup, Kecamatan Merigi Sakti, Bengkulu Tengah, dengan ketinggian sekitar 400 meter. Air bertekanan 40 bar itulah yang menggerakkan tiga unit pembangkit dengan bobot masing-masing sekitar 150 ton, termasuk turbin dan generator. “Semakin tinggi jatuh air, potensinya semakin besar,” kata Martin Wahyunus, Manajer Unit Layanan PLTA Musi.

Tidak semua air dari kawasan hulu Sungai Musi dialirkan ke PLTA. Sebagian air tetap dialirkan melalui pipa dengan debit air sekitar 2 meter kubik per detik. Jumlah itu lebih tinggi dari kewajiban berdasarkan kajian Amdal sebesar 1,1 meter kubik per detik. Tidak hanya itu, bila air di kolam penampungan melebihi elevasi 579,10 mdpl, otomatis air akan melimpas ke sungai aslinya.

Sementara itu, air dari pemutaran turbin dialirkan ke kolam penampungan melalui terowongan sepanjang 4,03 kilometer. Dari kolam penampungan itu aliran air distabilkan, kemudian dialirkan ke Sungai Simpang Aur yang bermuara di pantai barat atau Samudera Hindia. Pemerintah daerah setempat juga sedang membangun sistem penyediaan air minum regional dengan memanfaatkan air buangan tersebut.

Survei terhadap PLTA yang mulai beroperasi tahun 2006 itu pertama kali dilakukan tahun 1965. Data hasil studi itu kemudian dilanjutkan dengan pembuatan rencana pembangunan, studi kelayakan, dan studi hidrologi lanjutan dalam rentang 1981-1983. Pembangunan proyek ini direalisasikan 12 tahun kemudian dengan total investasi sebesar Rp 1,5 triliun.

KOMPAS/YOLA SASTRA

Manajer Unit Layanan PLTA Musi, Martin Wahyunus, mengamati salah satu trafo di ruangan Power House PLTA Musi yang berada di bawah tanah Desa Susup, Kecamatan Merigi Sakti, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu, Selasa (28/9/2021).

PLTA Musi menggunakan turbin Voist Alphine Tech Technology (VATech) Vertical Shaft dari Austria. Air disalurkan dari samping sehingga turbin berputar secara vertikal. Sementara itu, generatornya adalah buatan Mitsubishi Electric dari Jepang. Potensi energinya sebesar 1,14 TWh per tahun.

Ramah lingkungan

Karena menggunakan air sebagai sumber energi, PLTA Musi ramah terhadap lingkungan. Menurut Nyoman, PLTA tidak menghasilkan polusi udara, limbah cair, ataupun limbah padat. Selain itu, semakin banyak produksi PLTA, maka produksi pembangkit berbahan bakar fosil bakal berkurang.

“PLTA Musi salah satu EBT yang sejalan dengan program transformasi PLN dalam mendukung kategori hijau. Semakin optimal produksinya, bisa menekan dampak emisi karbon yang dihasilkan oleh unit pembangkit termal, termasuk PLTU,” ujarnya.

Pembangkit listrik ini sejak 2008 juga sudah menjajaki perdagangan karbon (carbon trading). PLTA mengikuti proyek percontohan (pilot project) verified carbon standard (VCS) melalui agensi South Pole. Agensi ini yang mencarikan pembeli internasional, baik sektor industri maupun perorangan.

Sejauh ini sudah tiga kali PLTA Musi mengikuti verifikasi dalam rentang 1 April 2009-30 Maret 2017 dengan jumlah penurunan emisi karbon sebesar 7,24 juta ton CO2 equivalent (tCO2e). Saat ini juga tengah dilakukan verifikasi untuk periode 2017-2021. “Dasar perhitungannya adalah jumlah produksi kami diekuivalenkan dengan emisi karbon yang tereduksi,” ujar Nyoman.

KOMPAS/YOLA SASTRA

Operator memantau kondisi unit pembangkit melalui monitor komputer di Main Control House PLTA Musi di Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu, Selasa (28/9/2021).

Pada 2020, PLTA Musi mampu mencapai total produksi netto tertinggi selama pembangkit listrik ini berdiri, yaitu 1,23 juta MWh, melebihi potensi karena musim hujannya lebih banyak. Sebelumnya, total produksi tahun 2018 sebesar 1,07 juta MWh dan 2019 sebesar 950.447 MWh. Adapun untuk periode Januari-Agustus 2021, total produksinya 822.826 MWh dan diharapkan bisa mencapai angka potensinya.

Selain ramah lingkungan, PLTA musi merupakan pembangkit dengan biaya pokok produksi (BPP) termurah di UIKSBS, yakni Rp 200 per kWh. Biaya itu melebihi target maksimal BPP yang ditetapkan sebesar Rp 245 per kWh. BPP PLTA lain biasanya Rp 240-300 per kWh. Adapun BPP pembangkit berbahan bakar fosil berkisar Rp 900-1.200 per kWh, tergantung harga batubara.

Tidak hanya ramah lingkungan, kehadiran PLTA Musi juga berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Kepala Desa Susup, Bursanudin (46), mengatakan, masyarakat desa baru menikmati listrik sejak kehadiran pembangkit listrik ini. Selain itu, dibangunnya jalan akses PLTA sejak 1995 membuat masyarakat lebih mudah memasarkan hasil kebun.

“Sebelum dibukanya jalan oleh PLTA Musi, saya rasa Desa Susup akan tertinggal atau ditinggalkan. Saat itu, pemerintah susah membangun jalan ke lokasi karena berada di atas bukit. Sekarang, masyarakat desa bisa mendapatkan akses transportasi sehingga desa bisa berkembang,” kata Bursanudin.

Ancaman

Walaupun ramah lingkungan dan berbiaya hemat, keberadaan PLTA Musi tak terlepas dari ancaman. Kata Nyoman, debit air dari hulu Sungai Musi memang relatif stabil dari tahun ke tahun yaitu per tahun 37,9 meter kubik per detik dan pada musim kemarau sekitar 24 meter kubik per detik dan musim hujan sekitar 63 meter kubik per detik. Namun, belakangan ada kecenderungan meningkatnya kekeruhan air, terutama saat hujan deras.

Menurut Nyoman, kondisi itu salah satunya dipicu alih fungsi lahan menjadi ladang dan perkebunan di kawasan hulu. Berkuranganya vegetasi tanaman keras menyebabkan tanah lebih mudah mengalami erosi dan hanyut ke sungai. Sedimentasi lebih cepat terjadi di kolam penampungan. Selain itu, material tanah juga cepat mengendap di filter dan sistem pendingin sehingga dapat mengganggu kinerja unit pembangkit.

KOMPAS/YOLA SASTRA

Sampah plastik tersangkut di atas penyaring kolam penampung air di bendungan PLTA Musi, Desa Ujan Mas Atas, Kecamatan Ujan Mas, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu, Senin (27/9/2021).

Ancaman lainnya adalah eceng gondok dan sampah rumah tangga dari kawasan hulu. Gulma jika sudah banyak terbawa aliran sungai dapat menyumbat saringan bendungan sehingga pasokan air berkurang. Begitu pula halnya dengan sampah plastik dapat menghambat aliran air. Sebagian sampah ukuran kecil juga bisa sampai ke turbin dan menyumbat filter dan sistem pendingin.

“Beberapa waktu lalu, karena sampah cukup banyak di bendungan, unit harus distop untuk menyamakan tekanan. Ketika hendak stop, banyak sampah yang lolos, masuk ke sela-sela turbin sehingga guide vane-nya menjadi macet. Butuh waktu lama untuk membersihkannya. Unit stop beroperasi selama 4-5 hari,” kata Nyoman.

Di luar upaya internal dan kerja sama dengan pemangku kebijakan lainnya untuk mengatasi ancaman tersebut, UPDK Bengkulu berupaya melibatkan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber energi tersebut. Melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan, UPDK mencoba mengedukasi warga melalui kegiatan reboisasi melalui imbal jasa di areal kritis.

Nyoman menjelaskan, pihaknya didampingi perguruan tinggi, melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat dan kepala desa agar masyrakatnya bersedia menanam vegetasi tanaman keras. Perusahaan menyediakan bibit sesuai permintaan, seperti pala, durian, pinang, dan aren, lantas hasilnya bisa dinikmati warga.

“Program tahun ini seluas 10 hektar dengan dua kelompok tani masing-masing di Desa Air Hitam dan Desa Tanjung Alam. Kedua desa ini memang ada anak sungainya yang berhubungan dengan Sungai Musi, yakni Sungai Air Lanang, Hutan Bukit Resam. Itu hulunya paling banyak mengalami erosi karena alih fungsi lahan,” ujar Nyoman.

UPDK juga memberdayakan masyarakat mengambil eceng gondok untuk dijadikan kompos. Terkait sampah, perusahaan bekerja sama dengan Bank Sampah Plastik Raya dalam mengolah sampah plastik yang dikeruk di sekitar bendungan menjadi bijih plastik. Kemudian, untuk mengurangi sampah dari hulu, perusahaan bermitra dengan Bank Sampah Berkah.

Sementara itu, Bopy mengatakan, Bank Sampah Berkah yang sekarang punya sekitar 500 orang nasabah dan satu unit ini segera menambah unitnya. Ada tiga unit baru yang akan dibangun di desa sekitar hulu Sungai Musi. Harapannya, semakin banyak nasabah, semakin banyak orang yang teredukasi, dan semakin sedikit sampah yang berakhir di sungai.

Artikel Lainnya