Dua jalan lintas negara di perbatasan Kalimantan Barat-Serawak, yakni Lubuk Antu-Nanga Badau (Kabupaten Kapuas Hulu) dan Biawak-Aruk (Kabupaten Sambas), paling lambat dibuka September 2010. Hal itu bertujuan meningkatkan perdagangan dan ekonomi warga di dua negara.
Nantinya, di batas Kalbar-Serawak ada tiga lintas batas, termasuk Tebedu-Entikong yang lebih dulu ada. Satu lagi lintas batas yang diusulkan, Sajingan-Jagoi Babang, belum dibangun karena belum ada keputusan antara Pemerintah Indonesia dan Negara Bagian Serawak.
Hal itu dikatakan Danien Ak Rangu, Asisten Direktur Jabatan Kerja Raya (Departemen Pekerjaan Umum) Serawak, Rabu (18/2) di Serawak, Malaysia.
Tim Jelajah Kalimantan Kompas dan Departemen PU berkunjung ke Serawak untuk membandingkan infrastruktur jalan di empat provinsi di Kalimantan dengan Serawak.
Menurut Danien, lintas Lubuk Antu-Nanga Badau diperkirakan selesai Februari 2010.
Kini, jalan lintas batas yang dibangun Serawak maupun Indonesia, sama-sama selebar 7 meter. Danien menyatakan, jalan lintas di Serawak akan ditingkatkan bila lalu lintas perdagangan meningkat.
Bupati Sambas Burhanuddin A Rasyid mengatakan, saat ini jalan menuju perbatasan Aruk, Kecamatan Sajingan Besar-Biawak, Sarawak yang belum diaspal sejauh 59 kilometer. Namun, sebagian fasilitas seperti kantor imigrasi, bea dan cukai, pos polisi, dan TNI sudah dibangun, demikian pula pos pemeriksaan lintas batas.
Kegiatan ekonomi di daerah itu masih ilegal karena belum resmi dibuka seperti pengiriman tenaga kerja Indonesia dan penjualan hasil pertanian dan perkebunan seperti beras, sayuran, dan karet.
Dari Malaysia, masuk gula pasir yang diangkut sepeda motor. “Kita upayakan jalan bisa secepatnya diaspal sehingga pertumbuhan ekonomi di perbatasan semakin baik,” kata Bupati.
Pada perjalanan sebelumnya, kondisi jalan trans-Kalimantan dari perbatasan Kalimantan Tengah hingga Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, belum bisa menjadi akses ekonomi warga. Saat ini masih berupa jalan tanah berlumpur.
“Kami sangat berharap jalan dibangun agar bisa menjual getah karet dan hasil pertanian ke luar daerah,” kata Andreas, Ketua Dewan Adat Nanga Tayap, Selasa.
Andreas menuturkan, jika lintas selatan trans-Kalimantan selesai dibangun, warga bisa menjual hasil pertanian ke Pontianak dan ke kota-kota di Kalteng. Selain itu, distribusi barang kebutuhan pokok dari Pontianak maupun kota-kota di Kalteng ke daerah itu bisa makin mudah.
Barang kebutuhan pokok warga Kalbar di batas Kalteng sebagian besar dipasok dari Pontianak melalui Ketapang. Caranya, barang dibawa dari Pontianak dengan truk menuju Rasau Jaya di Kabupaten Kubu Raya, yang berjarak 30 kilometer. Kemudian menyeberang dengan kapal feri menuju Teluk Batang, Kabupaten Kayong Utara, selama 11-13 jam. Ongkos penyeberangan sekitar Rp 1 juta per truk.
Selanjutnya barang dibawa ke Ketapang melalui jalur darat sejauh 130 kilometer dan didistribusikan para pedagang di Ketapang ke Nanga Tayap dan sekitarnya.
Jika lintas selatan trans-Kalimantan selesai dibangun, jarak tempuh poros selatan trans-Kalimantan akan lebih dekat dan waktu tempuh lebih singkat karena tidak perlu menyeberang dengan kapal feri.
(FUL/RYO/WHY/AIK)