Sebagai daerah otonom termuda di Provinsi Sumatera Selatan, pembangunan di Kabupaten Empat Lawang memang jauh lebih tertinggal dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Untuk mengatasi ketertinggalan itu, Pemerintah Kabupaten Empat Lawang menjadikan pembangunan desa sebagai tumpuannya.
Jika ingin daerah kita maju, harus bicara dari desa terlebih dahulu,” kata Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri di Tebing tinggi, ibu kota Kabupaten Empat Lawang, Kamis (18/2).
Secara alami, kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Lahat pada 20 April 2007 ini memiliki potensi ekonomi pedesaan yang tinggi, baik dari tanaman pangan maupun perkebunan. Tahun 2009, kabupaten ini mengalami surplus beras sebanyak 62.000 ton. Produksi beras di daerah ini mencapai 2,7 kali lipat dari konsumsi penduduk.
Selain tanaman padi, Empat Lawang juga merupakan produsen kopi. Dari sekitar 230.000 warganya, sebanyak 70 persen di antaranya petani kopi. Selain itu, masih ada berbagai jenis tanaman pangan lain, seperti sayur-mayur, kacang-kacangan, dan umbi-umbian.
Daerah produsen aneka produk pertanian dan perkebunan itu berpusat di bagian selatan Empat Lawang. Sayangnya, akses daerah produksi pertanian itu, seperti Kecamatan Ulu Musi, Pasemah Air Keruh, dan Lintang Kanan, masih sangat terbatas. Akibatnya, biaya angkut produk- produk pertanian itu menjadi mahal dan nilai tambah yang diperoleh petani sangat kecil.
Untuk itu, lanjut Budi, Pemkab Empat Lawang berencana membangun jalan dari beberapa daerah produksi itu ke daerah pasar. Kecamatan yang akan dipilih sebagai pusat perdagangan produk pertanian di Empat Lawang adalah Kecamatan Pendopo.
Pusat perdagangan
Pendopo dipilih karena lokasinya yang strategis, terletak di tengah-tengah kecamatan-kecamatan penghasil produk pertanian. Sejak lama, Pendopo juga dikenal masyarakat setempat sebagai pusat perdagangan.
Adapun Tebing Tinggi yang berada di tepi jalan lintas tengah (jalinteng) Sumatera, sebagai ibu kota kabupaten, dibiarkan menjadi daerah administratif.
Pada tahun 1870-an, Belanda berencana menjadikan Tebing Tinggi sebagai ibu kota Karesidenan Sumatera Selatan (Zuid Sumatera), tetapi rencana itu batal karena Belanda hanya membentuk satu Karesidenan Sumatera.
Pada masa Jepang, Tebing Tinggi menjadi wilayah kawedanan dan akhirnya setelah merdeka menjadi kecamatan dari Kabupaten Lahat.
Saat pemekaran daerah, terjadi tarik ulur dalam penentuan ibu kota Kabupaten Empat Lawang, antara Tebing Tinggi dan Pendopo. Secara geografis, Pendopo memang lebih memungkinkan karena terletak di tengah- tengah kabupaten. Namun, karena aspek sejarah, Tebing Tinggi-lah yang kemudian dipilih sebagai ibu kota.
Sebagai gantinya, untuk meredam kekecewaan masyarakat Pendopo, kecamatan itu akan dikembangkan sebagai pusat ekonomi.
“Ibu kota kabupaten bukanlah harga mati sehingga semua fungsi daerah harus dilakukan di sana. Pendopo dikelilingi kecamatan- kecamatan penghasil produk pertanian sehingga layak dijadikan pusat perdagangan,” kata Budi.
Sesuai kondisi geografis
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Empat Lawang Agung Yubi Utama menilai penempatan Pendopo sebagai pusat ekonomi, Tebing Tinggi sebagai pusat pelayanan publik dan administrasi, serta Ulu Musi sebagai pusat pertanian sudah sesuai kondisi geografis daerah yang ada.
Ulu Musi dijadikan sebagai pusat pertanian karena hampir semua komoditas pertanian yang ada di Empat Lawang tersedia di kecamatan itu.
Untuk mewujudkan Pendopo sebagai pusat perdagangan produk pertanian, lanjut Budi, pemerintah sedang membangun jalan poros baru yang menghubungkan Tebing Tinggi dan Pendopo.
Dari Pendopo, jaringan jalan selanjutnya dikembangkan hingga bisa menghubungkan daerah Pasemah Air Keruh, Ulu Musi, hingga ke Bengkulu. Jaringan jalan itu diharapkan akan membuat petani dari Pasemah Air Keruh tidak menjual hasil pertaniannya ke Kepahiang, Provinsi Bengkulu, tapi cukup ke Pendopo. Akses baru itu juga diharapkan akan menghemat waktu tempuh angkutan produksi pertanian dari Bengkulumenuju daerah-daerah di Sumsel.
“Pendopo diharapkan bisa menjadi pusat perdagangan beras dan kopi,” kata Budi menjelaskan.
Selain menjadikan Pendopo sebagai pusat perdagangan produk pertanian, memperbaiki akses transportasi menuju daerah-daerah pertanian, titik berat pembangunan dari pedesaan, juga dilakukan dengan membangun sejumlah proyek infrastruktur pedesaan, seperti jaringan air bersih.
Pendanaannya selain memanfaatkan program nasional, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, juga direncanakan ada program serupa yang dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Menghidupkan ekonomi
Berbagai pembangunan di desa itu diharapkan akan menghidupkan ekonomi masyarakat pedesaan.
Tingkat pengangguran juga ditargetkan akan berkurang hingga mampu menekan angka kriminalitas yang tinggi di sekitar wilayah Empat Lawang.
Sebagian besar masyarakat Empat Lawang tinggal di pedesaan. Karena itu, jika Empat Lawang ingin maju, pembangunan harus dimulai dari desa.
Kemajuan yang tercipta di tingkat desa diyakini akan mampu mendorong kemajuan pembangunan wilayah secara keseluruhan. (MZW/WAD/BOY)