KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pegawai negeri sipil bersama pelajar naik perahu menuju Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Senin (9/2). Kehadiran aparat pemerintah menjadi harapan warga untuk bisa mendapatkan layanan dalam berbagai hal.

Liputan Kompas Nasional

Kepulauan Seribu: Menanti Janji Reformasi di Tepian Pulau * Kelana Seribu Pulau

·sekitar 4 menit baca

Bagi warga Kepulauan Seribu, ada hal sepele yang sangat ditunggu, yakni kehadiran pegawai negeri. Faktor cuaca dan keterbatasan kapal sering jadi alasan ketidakhadiran. Kini warga menuntut perubahan sejalan reformasi birokrasi yang digulirkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Hujan deras mengguyur Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Senin (9/2) pagi. Angin kencang mengibas pepohonan dari barat daya. Di Dermaga Utama Pramuka hanya ada satu-dua perahu yang menurunkan pelajar. Jalanan utama yang mengelilingi pulau seluas 16 hektar itu lengang.

Beberapa staf bersantai menunggu atasan dan pegawai negeri sipil (PNS) lain di halaman kantor Bupati Kepulauan Seribu. Setiap Senin pagi, mereka biasanya mengikuti upacara atau apel. Namun, hingga pukul 10.00 hari itu, rombongan PNS dari daratan Jakarta juga belum tiba. ”Sepertinya hari ini tidak upacara lagi,” kata seorang staf.

Kapal Pelayanan Terpadu Keliling (PTK) Kepulauan Seribu tak bisa berangkat karena angin kencang dan gelombang laut tinggi. Selain itu, genangan di sejumlah lokasi di DKI Jakarta menghambat akses nakhoda, anak buah kapal, dan PNS ke Dermaga Marina di Ancol, Jakarta Utara.

Rupanya, situasi serupa berulang pada Selasa pagi. Kapal PTK tak bisa berangkat lagi. Wakil Bupati Kepulauan Seribu Budi Utomo bersikukuh berangkat meski angin masih relatif kencang, hujan turun sangat deras, dan jalan menuju Dermaga Marina tergenang. ”Faktor cuaca itu salah satu risiko yang harus dihadapi saat tugas di sini (Kepulauan Seribu),” ujarnya.

Hingga Selasa siang itu, sebagian PNS Kabupaten Kepulauan Seribu berkantor. Sebagian lagi belum hadir, umumnya PNS yang bermukim di daratan Jakarta. Mereka terhambat karena tidak ada kapal penyeberangan yang beroperasi.

Sultoni (32), warga Pulau Pramuka, mengatakan, sebagian warga kepulauan menganggap ketidakhadiran PNS di kantor sebagai hal yang lumrah. Terlebih bagi PNS yang tak bermukim di pulau tempat tugas. Selain kantor-kantor suku dinas teknis di Pulau Karya, situasi yang miris itu juga terjadi di kantor kelurahan atau kecamatan.

”Datang Senin siang, kadang malah Selasa, tetapi Kamis sore atau Jumat pagi mereka (PNS dari daratan Jakarta) sudah pulang. Barangkali biasa karena merasa tidak terawasi. Sementara warga tak banyak protes,” kata Sultoni.

Sejak 2 Januari 2015, situasi cenderung berubah. Ketidakhadiran PNS dinilai turun. Menurut Sultoni, para pegawai takut dengan ancaman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. ”Makanya, meski situasi laut sedang buruk, aktivitas kantor tetap jalan. Barangkali mereka takut dipecat atau tak dapat tunjangan kinerja,” katanya.

Tak hanya suasana perkantoran, Sultoni dan sejumlah warga Pulau Pramuka juga menilai pegawai di lapangan mulai berubah. Petugas kebersihan kini sering terlihat menyapu dan mengangkut sampah jalanan. Demikian pula penyapu sampah pantai. Mereka terlihat bekerja terutama pada pagi dan sore menjelang jam kerja usai.

Perubahan

Barangkali tak mudah mengelola wilayah kabupaten seluas 7.005 kilometer persegi itu. Sebab, selain posisi pulau-pulau berpenduduk yang terpencar, sekitar 99 persen wilayahnya merupakan perairan. Namun, warga berharap 739 aparatur sipil negara hadir melayani warganya.

Kebutuhan warga yang kadang masih dikeluhkan adalah proses pengurusan administrasi kependudukan, seperti kartu tanda penduduk, kartu keluarga, dan akta kelahiran, yang butuh waktu berhari-hari. Menurut mereka, aparat kadang beralasan menunggu kuota atau kendala kapal penyeberangan.

Kabar baik berembus saat Gubernur DKI melantik 4.676 pejabat di Silang Monas Jakarta, yang konon jadi pelantikan pejabat kolosal untuk pertama kalinya di Indonesia. Tercatat 95 pejabat eselon 2, lalu 890 pejabat eselon 3, dan lebih dari 4.000 pejabat eselon 4 mengikuti pelantikan itu.

Pemprov DKI Jakarta memulai tahun baru dengan perombakan struktur birokrasi dalam skala besar. Selain menghapus 1.500 jabatan dari 8.011 jabatan yang ada selama ini, Pemprov DKI juga mengosongkan 1.835 jabatan karena keberadaannya dinilai kurang efektif, seperti beberapa seksi di tingkat kelurahan dan kecamatan serta penyuluh keluarga berencana.

Kepada aparatur sipil di lingkungan Pemprov DKI, Basuki berulang menyampaikan pesan bahwa perampingan struktur birokrasi semata-mata untuk memperbaiki mutu pelayanan publik. Dia meminta PNS memosisikan diri sebagai pelayan rakyat, bukan dilayani seperti majikan atau bos. ”Tak ada kesempatan untuk berdiam diri,” ujar Basuki.

Pesan dan ancaman itu segera terbukti di pulau-pulau Kepulauan Seribu. Di kantor Kelurahan Pulau Untung Jawa, misalnya, terpampang nomor-nomor pejabat Kabupaten Kepulauan Seribu yang siap panggil terutama menerima laporan warga.

Sejumlah warga bergembira karena PNS harus hadir dan mencatatkan kehadiran pada mesin presensi. Selain pada jam masuk, PNS juga harus mengisi presensi pada jam pulang.

Tak hanya itu, reformasi birokrasi mengatur pola kerja dan pencatatan kinerja lebih detail. Setiap PNS diwajibkan mengisi daftar pekerjaan yang dilakukannya. Laporan kinerja ini diawasi secara berjenjang 360 derajat, yakni saling mengawasi antara bawahan dan atasan, atau sebaliknya.

Kinerja PNS menjadi tolok ukur pembayaran tunjangan, yang dibedakan antara kinerja statis dan kinerja dinamis. Kinerja statis mencakup kehadiran dan keterlambatan kerja. Sementara kinerja dinamis mencakup jumlah dan mutu pekerjaan.

Bupati Kepulauan Seribu Tri Djoko Sri Margianto mengatakan, mutu layanan warga menjadi konsentrasi perbaikan kerja. Kehadiran aparatur menjadi salah satu yang paling diperhatikan selain kemudahan warga mengakses layanan.

Karena itu, kata Tri Djoko, selain memajang nomor-nomor pejabat penanggung jawab di setiap tingkatan, pihaknya juga memastikan aparatur hadir di kantor serta di tengah-tengah masyarakat. ”Saya berbagi tugas dengan wakil (Budi Utomo) agar setidaknya ada bupati atau wakil bupati di Kepulauan Seribu setiap hari,” ujarnya.

Kehadiran pejabat dianggap penting untuk memacu motivasi PNS di Kepulauan Seribu. Selama ini, sebagian PNS merasa tak terawasi sehingga seenaknya melanggar jam kerja, terlebih soal mutu pekerjaan.

”Jika saya harus rapat di Jakarta, Pak Budi harus ada di sini. Sebaliknya, saat Pak Budi di Jakarta, saya yang di pulau. Baik di kabupaten, kecamatan, maupun kelurahan ada penanggung jawab yang bisa dihubungi warga tiap saat,” ujar Tri Djoko.

Situasi kerja memang dinilai lebih baik. Namun, warga Kepulauan Seribu menunggu dampaknya segera. Mereka menanti janji reformasi birokrasi. (MUKHAMAD KURNIAWAN)

Artikel Lainnya