Gugusan Kepulauan Seribu tidak hanya menawarkan pasir putih dan keindahan panorama bawah laut. Coba sesekali naik perahu motor kayu untuk mengunjungi pulau-pulau kecil dan ikut menangkap ikan bersama nelayan. Mari hayati garis hidup kita sebagai rakyat negeri bahari….
OLEH DENTY PIAWAI NASTITIE
Kepulauan Seribu memiliki 110 pulau yang tersebar di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (terdiri atas Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan) dan Kepulauan Seribu Selatan (Kelurahan Pulau Untung Jawa, Pulau Pari, dan Pulau Tidung).
Jumat (3/7) siang lalu, di tengah suasana bulan puasa, kami menjelajahi salah satu sudut kepulauan tersebut dengan perahu motor milik Abdurohman (25) di sisi barat daya Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu Utara. Perahu bertolak dari Dermaga Benteng di pulau yang terletak sekitar 60 kilometer dari daratan Kota Jakarta itu.
Biasanya, berdasarkan kisah dan laporan perjalanan yang banyak beredar di internet, wisata ke Kepulauan Seribu selalu diisi dengan kegiatan macam snorkeling atau menyelam, serta menikmati keindahan terumbu karang bawah laut.
Namun, sebenarnya pilihan wisata di sana tak hanya sebatas itu. Seperti hari itu, Lias (21), pemandu kami yang juga adik Abdurohman, menawarkan melihat salah satu kegiatan rutin nelayan di Kepulauan Seribu.
Di dekat Pulau Kotok Besar, sekitar 30 menit pelayaran dari Pulau Kelapa, Abdurohman membawa kami ke tengah laut, tempat sebuah gabus warna putih mengapung. Sekilas gabus itu seperti sampah yang terapung-apung di permukaan air. Namun, sebenarnya itu adalah tanda dari bubu atau perangkap ikan yang dipasang para nelayan setempat di dasar laut.
Dibantu Lias, Abdurohman mulai menarik bubu itu dari dasar laut sedalam sekitar 40 meter. Hanya ada seekor ikan baronang dengan sisik berwarna merah yang terperangkap di dalam bubu dari bambu itu. ”Nanti kita bakar, ya!” kata Lias sambil mengeluarkan ikan tersebut.
Abdurohman, yang sehari-hari memang bekerja sebagai nelayan, mengatakan memasang bubu di 13 lokasi berbeda. Sembilan di antaranya dipasang di dekat Pulau Kotok Besar. Di sekitar pulau itu banyak karang yang menjadi tempat bermain ikan.
Perangkap lain dipasang di dekat Pulau Opak, Pulau Semut, Pulau Kaliage, dan Pulau Kelapa. Empat hari sekali, dia mengecek satu per satu bubu-bubu itu, berharap ada ikan yang terperangkap.
Usai mengembalikan bubu itu ke dasar laut, kami melanjutkan perjalanan keliling pulau-pulau. Sore itu, langit berwarna biru dengan semburat merah dan kuning keemasan. Matahari perlahan turun. Angin bertiup lembut. Air laut tenang, tak terlalu banyak riak. Burung-burung terbang bergerombol di atas perairan.
Kami berpapasan dengan tiga perahu nelayan lain yang berlayar berdekatan. Perahu itu mengikuti arah terbang burung-burung laut. Sesekali burung-burung berwarna putih itu menukik ke permukaan air yang berkecipak. ”Burung-burung itu penanda lokasi yang banyak ikannya. Perahu-perahu itu mengikuti sambil menarik jala,” kata Abdurohman.
Selain memakai bubu, ada juga nelayan yang memancing dengan menggunakan senar yang sudah dipasangi umpan. Mereka melempar senar ke dasar lautan. Seiring kapal bergerak pelan, nelayan menggulung senar berharap ada ikan yang tertangkap.
Kebanyakan nelayan di kawasan itu adalah warga Pulau Kelapa, satu dari 11 pulau berpenduduk permanen di Kepulauan Seribu. Pulau seluas 13,09 hektar itu dihuni 6.241 jiwa (Mei 2015) yang mayoritas bekerja sebagai nelayan. Saat ikan di sekitar Pulau Kelapa sedang sedikit, nelayan-nelayan itu ada yang berlayar hingga Karawang atau Bekasi, yang jauhnya 10 jam pelayaran.
Namun, kini perkembangan pariwisata di Kepulauan Seribu mulai mengubah kehidupan warga Pulau Kelapa. Sejumlah penginapan rumahan (homestay), warung makan, dan agen wisata tumbuh menjamur di Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, yang letaknya bersebelahan. Setiap akhir pekan, kedua pulau itu ramai dikunjungi wisatawan.
Pengunjung menjadikan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan sebagai tempat bermalam, lalu dengan menyewa perahu nelayan, mereka mengunjungi pulau-pulau kecil lain untuk berenang, menyelam, atau sekadar menikmati matahari terbenam di pantai berpasir putih itu. Para nelayan pun mendapatkan penghasilan tambahan dari sewa perahu dan memandu para wisatawan.
Jelajah pulau
Salah satu kegiatan mengasyikkan saat berwisata ke Kepulauan Seribu adalah menjelajah pulau-pulau kecil di wilayah itu. Pada saat itulah, kita kembali disadarkan bahwa kita adalah penduduk negeri bahari yang begitu dekat dengan laut dan pulau-pulau.
Jarak ke setiap pulau ditempuh dalam waktu 20-60 menit dengan perahu nelayan dari Pulau Kelapa. Setiap pulau yang kami jelajahi menyimpan berbagai potensi wisata, konservasi, dan pendidikan.
Pulau Kotok Besar, misalnya, merupakan tempat konservasi satwa elang. Sebanyak 35 ekor elang bondol dan elang laut hasil sitaan pemerintah hidup di sana. Elang dirawat dan dilatih hidup di alam bebas. Saat sudah siap, elang akan dilepaskan. Konservasi elang dilakukan para aktivis dari lembaga swadaya masyarakat Jakarta Animal Aid Network.
Pulau lain yang dijadikan tempat konservasi satwa adalah Pulau Kelapa Dua, yang hanya berjarak beberapa puluh meter di utara Pulau Kelapa. Pulau ini merupakan tempat konservasi penyu sisik.
Pulau-pulau lain di sekitar Pulau Kelapa menawarkan keunikan berbeda-beda. Bagi pengunjung yang menginginkan kesunyian, menghindari suasana ramai dan bising, mengunjungi Pulau Perak, Pulau Bira, dan Pulau Bulat bisa jadi pilihan.
Di pulau-pulau ini kita serasa berada sangat jauh dari hiruk-pikuk Jakarta. Padahal, semua pulau itu masih berada dalam wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta!
Selain terkenal dengan pasir putihnya yang lembut dan mengilap, Pulau Perak juga menyimpan keindahan alam bawah laut yang pas dijadikan tempat menyelam atau snorkeling.
Sementara Pulau Bira adalah pulau yang dulunya pernah menjadi pulau resor wisata mewah. Fasilitas di pulau itu bahkan meliputi lapangan golf dan kolam renang. Namun, resor tersebut sudah lama tutup.
Sebagai gantinya, masyarakat setempat menyewakan sendiri rumah-rumah penginapan yang masih utuh kepada wisatawan. Pantai yang dangkal dan berair jernih, pasir putih, dan pepohonan yang rindang membuat pulau ini cocok untuk menyepi.
Berbagai agen wisata memasukkan aktivitas jelajah pulau ini dalam paket wisata mereka. Paket wisata ini sudah termasuk ongkos penyeberangan dari Jakarta pergi pulang, penginapan berpendingin udara untuk dua malam, makan selama berada di sana, sewa perahu, sewa alat snorkeling, dokumentasi foto bawah laut, dan pemandu wisata.
Harga paketnya bervariasi, mulai dari Rp 470.000 per orang untuk rombongan di atas 50 orang, sampai Rp 880.000 per orang untuk rombongan 4 orang. Itu harga untuk perjalanan menggunakan kapal penyeberangan rakyat (ojek) dari Pelabuhan Muara Angke. Jika ingin lebih nyaman dan cepat, bisa menggunakan perahu cepat (speedboat) dari Dermaga Marina, Ancol. Tentu saja dengan ongkos yang lebih mahal. (DAHONO FITRIANTO)