Ada beberapa aturan yang harus ditaati saat berkunjung ke obyek wisata cagar budaya. Benda-benda warisan cagar budaya harus diperlakukan dengan baik agar bisa dilestarikan. Sayangnya, belum semua wisatawan sadar akan hal itu.
Kiki (25) dan Riki (25) bersorak setelah sampai di pucuk tertinggi Benteng Martello, Pulau Kelor, medio April lalu. Mereka berjoget-joget sambil memotret temannya yang sedang berkemah di samping benteng. Beberapa jam berselang, 23 fotografer yang tergabung dalam grup Paku-paku pun dengan santainya naik ke sudut-sudut benteng untuk mengambil foto. Beberapa model berpakaian renang diarahkan berpose di sudut benteng.
Para pengunjung ini rupanya tidak mengindahkan aturan yang jelas terpampang di pintu masuk benteng. Di depan pintu masuk itu, terpasang papan berwarna putih berisi larangan menaiki benteng. UPT Taman Arkeologi Onrust mengimbau pengunjung untuk menjaga kebersihan, tidak mencoret-coret, memaku, mengebor benteng, tidak menaiki benteng, tidak mendirikan tenda camping, serta tidak membuat api unggun di dekat tembok benteng.
”Wah, kami tidak tahu kalau ada larangan itu. Kalau membaca, kami pasti tidak akan naik,” ujar salah satu fotografer.
Beberapa pengunjung di obyek wisata sejarah memang belum sadar arti penting menjaga benda cagar budaya. Pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI) Asep Kambali mengatakan, benda-benda cagar budaya harus dirawat dengan benar supaya bisa tetap dilestarikan. Pengalaman Kompas saat mengikuti tur sejarah bersama KHI, Asep selalu mengimbau wisatawan untuk tidak memegang meriam kuno dan tidak menaiki benteng. Menurut dia, keringat pengunjung bisa mempercepat proses korosi besi meriam. Selain itu, aktivitas berlebih di dalam benteng bersejarah juga rawan meruntuhkan bangunan.
”Kalau mau foto-foto boleh, tetapi meriam jangan dipegang, ya. Kalian juga jangan naik ke bangunan benteng supaya benteng ini tetap kokoh,” ujar Asep kala itu.
Lokasi obyek wisata yang luas membuat ruang gerak pengelola dan keamanan obyek wisata terbatas. Akibatnya, mereka tidak bisa memantau aktivitas seluruh pengunjung di pulau itu. Kesadaran warga yang minim membuat tempat wisata bersejarah justru terancam. Di Pulau Cipir dan Pulau Onrust, misalnya, coretan-coretan bernada vulgar menghiasi beberapa dinding bekas barak dan rumah sakit. Oli dan bahan bakar mesin diesel yang diletakkan di sebuah ruangan tak luput mengotori bangunan bersejarah itu.
Supriyadi, petugas keamanan Pulau Kelor, menuturkan, pihaknya sering kecolongan dengan aktivitas para pengunjung. Beberapa pengunjung malah marah saat diingatkan aturan itu. Namun, petugas keamanan juga tidak berkutik karena tidak ada sanksi tegas bagi pengunjung yang melanggar aturan.
”Sehari ada lima orang yang berjaga di sini. Kalau ada yang memanjat dinding selalu kami tegur kok,” ujar Supriyadi.
Menikmati keindahan pulau bersejarah harus diikuti dengan semangat menjaga benda-benda cagar budaya. Jangan sampai aktivitas wisata di pulau bersejarah ini malah mengancam keberadaan benda-benda cagar budaya. (DEA)