Sampah dan limbah merupakan masalah krusial bagi pulau kecil berpenduduk seperti Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu. Jika salah urus, pulau jadi kotor, demikian pula pantai dan laut. Tujuan pengembangan pulau menjadi lokasi wisata pun bisa sia-sia. Beruntung, Pulau Pramuka memiliki pengolah limbah meski usianya masih relatif muda.
Hujan deras mengguyur pulau seluas 16 hektar itu, Selasa (10/2) pagi. Intensitasnya seolah tak mereda selama lebih dari 3 jam hingga pukul 09.00. Namun, pulau permukiman seluas 16 hektar itu bebas genangan. Air terserap cepat ke tanah, sebagian mengalir ke saluran, lalu masuk ke instalasi pengolah, sebelum bermuara ke laut.
Sejak tahun lalu, Pulau Pramuka memiliki instalasi pengolah air limbah (IPAL). Ada sekitar 2.600 meter pipa berdiameter 6 inci (15,24 cm) yang ditanam di bawah tanah jalanan utama permukiman. Pipa-pipa itu menjadi ”urat” aliran limbah ratusan rumah tangga yang terhubung ke lima IPAL. Jaringan pipa ini menggantikan peran got, selokan, dan saluran yang ada sebelumnya.
Lima IPAL tersebut tersebar di lima lokasi di pinggiran pulau yang dihuni 435 keluarga atau sekitar 1.700 jiwa itu. Fungsinya menyaring seluruh buangan berbentuk cairan sebelum mengalir ke laut.
”Di setiap IPAL, ada blower yang mengembuskan angin untuk mengaduk endapan, ada bak kontrol, dan lima bak penyaring yang berfungsi menetralkan air,” kata Rasyid (45), operator IPAL Pulau Pramuka.
Dari pipa-pipa IPAL, air yang keluar menuju perairan terlihat bening. Menurut Rasyid, selain menyaring kotoran, instalasi itu juga menyaring kandungan berbahaya dalam limbah cair. Air hasil penyaringan itu bahkan diklaim bisa dijadikan air baku minum. Namun, warga menolak usulan pengolahan air hasil penyaringan instalasi itu menjadi air bersih karena alasan belum terbiasa.
Pembangunan instalasi itu memang terlambat jika menilik pesatnya pertumbuhan pariwisata di Kepulauan Seribu beberapa tahun terakhir. Dengan keindahan alam sebagai daya tarik utama, mutlak bagi pemerintah dan warga melindungi laut, pantai, serta alam pulau-pulau karang. Idealnya, tak ada lagi limbah rumah tangga yang mengalir ke pantai dan mencemari beningnya air.
Operasi instalasi itu mensyaratkan sejumlah hal, antara lain warga dilarang membuang sisa minyak goreng ke saluran. Menurut Rasyid, minyak memicu penggumpalan yang dapat menyumbat aliran.
Namun, sebagian warga masih mengabaikan larangan itu sehingga saluran beberapa kali tersumbat.
Mengatasi gangguan
Rasyid kini dibantu tiga operator di bawah pengelolaan Dinas Tata Air DKI Jakarta. Selain menyuluh tentang bagaimana mengelola limbah rumah tangga, mereka juga siaga mengatasi berbagai gangguan, seperti penyumbatan saluran, membersihkan bak kontrol, serta melakukan pemeliharaan rutin bak-bak penyaring.
IPAL Pulau Pramuka beroperasi 24 jam penuh. Pada setiap unit IPAL terdapat generator yang otomatis menyala ketika listrik padam. Ada pula blower cadangan untuk memastikan fungsi penyaringan di bak-bak kontrol berjalan baik.
Sebagian wisatawan Pulau Pramuka barangkali belum menyadari keberadaan dan manfaat instalasi itu. Namun, warga bersyukur kini tak ada genangan lagi. Air yang mengalir dari selokan-selokan pembuang menuju laut pun lebih bening dan tak berbau busuk. ”Setidaknya tak perlu waswas untuk berenang di pinggiran,” kata Mahdum (60), penyedia jasa menyelam di Pulau Pramuka.
Pulau Pramuka, pusat Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, menjadi penghubung ke lokasi-lokasi penyelaman dan snorkeling di sekitarnya. Di Pulau Pramuka, wisatawan biasa menginap. (MKN/ARM)