Kepulauan Seribu merupakan salah satu destinasi wisata andalan di Provinsi DKI Jakarta. Salah satu pulau yang belakangan ramai dikunjungi adalah Pulau Harapan yang berjarak sekitar 60 kilometer di utara daratan Jakarta. Seperti apa bentuk transportasi laut menuju pulau ini?
Menuju Pulau Harapan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara ini dapat menggunakan kapal cepat dari Dermaga Marina Ancol dengan tarif Rp 270.000 per orang atau dengan menumpang kapal kayu bertarif Rp 50.000 per orang dari Pelabuhan Pendaratan Ikan di Muara Angke, Jakarta Utara.
Dari Marina Ancol hanya memerlukan waktu tempuh 1,5 jam ke Pulau Harapan. Sementara dari Muara Angke, perjalanan ditempuh sekitar 3,5 jam. Seperti layaknya naik metromini, penumpang yang berangkat dari Muara Angke akan dipungut ongkos tanpa tiket di tengah jalan oleh anak buah kapal yang bertindak sebagai kernet.
Kapal kayu atau yang biasa disebut kapal ”ojek” oleh masyarakat setempat bertolak sekitar pukul 07.30 dari Muara Angke. Kapal berkapasitas 400 penumpang ini umumnya dipadati wisatawan saat akhir pekan.
Namun, di hari biasa, penumpang kapal lebih didominasi warga Pulau Harapan yang pulang ke kampung halaman seusai bekerja di Jakarta atau mereka yang membeli bahan kebutuhan pokok di daratan Ibu Kota.
Bebas memilih
Penumpang bebas memilih mau duduk di ruang mana pun dari kapal kayu berlantai dua ini. Lantai atas berupa ruangan berlantai kayu dengan jarak atap hanya sekitar 1,5 meter sehingga biasa dipakai penumpang untuk berbaring atau duduk lesehan.
Sementara di lantai bawah terdapat ruangan yang lebih besar dengan jarak atap yang lebih tinggi. Terdapat deretan kursi plastik mirip kursi metromini atau kopaja. Barang-barang penumpang juga biasanya diletakkan di lantai bawah ini, agak menjorok ke bagian belakang.
Pada Kamis (22/1), di salah satu kapal ojek bernama KM Satria, ruangan ini dipenuhi berdus-dus telur ayam, sayuran, beras, tabung gas 3 kilogram, serta berbagai bahan kebutuhan pokok lain. Sebagian dibawa oleh penumpang, sebagian lagi merupakan barang dagangan yang dititipkan kepada nakhoda atau anak buah kapal.
Kenapa kapal kayu ini dijuluki kapal ojek oleh penduduk setempat? ”Dari dulu yang saya tahu kapal ini sudah dinamai ojek oleh orang-orang tua, mungkin karena mengangkut penumpang. Kalau ojek di darat, kan, juga membawa penumpang dengan sepeda motor,” ujar Nurdin (36), warga Pulau Harapan.
Menurut Nurdin, kapal ojek di tahun 1980-an berupa kapal kayu berkapasitas 30-50 penumpang. Seiring dengan semakin padatnya pulau-pulau di Kepulauan Seribu dan kian ramainya wisatawan, kapal penumpang ini pun berganti rupa jadi kapal berukuran lebih besar.
Menurut Suhair, nakhoda KM Satria, kapal ojek berkapasitas besar ini mulai muncul setelah tahun 2000 dan melayani penumpang setiap hari. KM Satria yang bercat serba putih, misalnya, baru beroperasi dua tahun terakhir.
Meskipun berbahan kayu dan belum memenuhi aspek kenyamanan, kapal ojek ini menjadi sandaran transportasi warga Kepulauan Seribu atau para wisatawan yang hendak berlibur dengan biaya rendah. (HARRY SUSILO)