Susur Rel 2015

Susur Rel: Kaca Retak di Kabin Masinis – Liputan Khusus Susur Rel 2015

·sekitar 4 menit baca

Begitu kereta api perlahan keluar dari Stasiun Medan, Sumatera Utara, menuju Stasiun Bandara Kualanamu, langsung terpampang bangunan liar di areal kiri-kanan rel. Dari kaca retak di kabin masinis, pemandangan tersebut memperlihatkan rumitnya persoalan sosial yang melampaui persoalan teknis rencana pembangunan rel ganda di kawasan itu.

Kacanya dilempar batu sebulan lalu. Saya melihat anaknya masih di bawah usia 20 tahun, laki-laki, melemparkan batunya di antara Stasiun Medan menuju Stasiun Bandar Khalipah,” kata masinis Mugiono, setiba di Stasiun Bandara Kualanamu, Medan, akhir April 2015.

Secara kebetulan, siang itu Kompas bertemu Direktur Utama PT Railink Heru Kuswanto di Stasiun Medan. Heru mengizinkan Kompas naik ke kabin masinis untuk mengamati kondisi sepanjang rel dengan prosedur khusus.

Dia menyerahkan Surat Izin Naik di Kabin Lokomotif kepada masinis. Izin itu disertai beberapa persyaratan antara lain tidak melakukan perbincangan dan gerakan yang mengganggu konsentrasi masinis.

Mugiono memberikan beberapa penjelasan, setiba di Stasiun Bandara Kualanamu. Salah satunya, soal perilaku vandalistis warga seperti melemparkan batu ke kaca masinis. ”Kaca masinis di bagian belakang kereta ini juga dilempar batu dan retak seperti ini,” katanya.

Itulah sekelumit persoalan sosial yang merundung kereta api bandara di Medan. Masyarakat penghuni bangunan liar itu resah dengan rencana penggusuran untuk pembangunan satu jalur rel tambahan.

Menurut Kepala Divisi Regional I PT Kereta Api Indonesia (Persero) Sumatera Utara dan Aceh Saridal, dimulai dari Kilometer 0 hingga Kilometer 8 dari Stasiun Medan, terdapat sekitar 1.640 bangunan liar. Padahal, kawasan yang kini disesaki bangunan liar itu dirancang untuk dibangun jalur layang kereta api sebagai bagian proyek jalur ganda menuju Bandara Kualanamu.

Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia Paulus Wirutomo, saat dimintai komentar di Jakarta, mengatakan, persoalan sosial, seperti pelemparan batu ke kaca lokomotif, adalah bagian dari budaya perlawanan (counter culture) terhadap kemapanan. Itu karena masyarakat yang bersangkutan tak mampu mengakses sarana akibat kesenjangan sosial. ”Cara untuk mengatasinya, melalui jalur pendidikan di sekolah,” katanya.

Jalur kereta api dari Stasiun Medan menuju Bandara Kualanamu mulai beroperasi 25 Juli 2013. Dengan jarak sekitar 27 kilometer dan waktu tempuh lebih kurang 30 menit, penumpang dikenai tarif Rp 100.000 untuk satu kali perjalanan.

Sebagian besar jalur rel di ruas ini memakai jalur lama dari Stasiun Medan hingga Stasiun Araskabu (22,96 kilometer). Setelah itu, jalur percabangan menuju Bandara Kualanamu dibuat sepanjang 4,8 kilometer.

Jalur komoditas

Berdasarkan catatan sejarah, pembangunan ruas jalur rel kereta api di kawasan ini bermula dari Stasiun Medan hingga Stasiun Serdang, satu petak sebelum Stasiun Araskabu, yang diresmikan 1 Juli 1889. Pada masanya, jalur itu untuk mengangkut komoditas pertanian, terutama tembakau. Kualitas tembakau serdang terkenal di dunia karena paling bagus untuk pembungkus cerutu.

Dari Serdang, jalur kereta dilanjutkan secara bertahap sampai Stasiun Perbaungan, yaitu satu petak setelah Stasiun Lubuk Pakam, yang diresmikan 7 Februari 1890. Dari situ, dibuat percabangan ke Stasiun Bangun Purba sepanjang 28 kilometer dan diresmikan 10 April 1904.

Tujuan utama pembangunan jalur kereta api masa itu untuk mengeksploitasi hasil-hasil pertanian di wilayah Sumatera Utara untuk diekspor ke Eropa melalui Pelabuhan Belawan.

Pembangunan jalur kereta api dari Stasiun Medan pun berujung ke Stasiun Rantau Prapat. Ruas sepanjang 268 kilometer dari Stasiun Medan ke Stasiun Rantau Prapat ini diresmikan 19 Agustus 1937.

Percontohan

Dari hasil pemantauan Kompas pada akhir April lalu, mulai percabangan jalur kereta api dari Stasiun Araskabu menuju Stasiun Bandara Kualanamu kini sudah dipersiapkan bantalan-bantalan untuk jalur rel ganda. Jalur itu berada di permukaan tanah, berbeda dengan jalur Stasiun Medan ke Araskabu yang merupakan jalur layang.

”Kereta api bandara di Medan ini akan menjadi percontohan untuk jalur kereta bandara di Jawa,” kata Heru.

Dia menjelaskan, jalur itu menjadi contoh untuk membangun kereta bandara yang baru di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jalur tersebut merupakan percabangan sepanjang sekitar 11 kilometer, dari jalur rel lama dari Stasiun Yogyakarta menuju Wates.

Di Jakarta, kereta bandara juga akan segera diwujudkan. Menurut Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Kementerian Perhubungan Hanggoro Budi Wiryawan, kereta bandara di Jakarta dirancang dua jalur. Jalur pertama dikerjakan PT KAI dengan menggunakan jalur lama dari Stasiun Tanah Abang menuju Stasiun Duri, kemudian ke Stasiun Batuceper di Tangerang. Dari Batuceper, lantas dibuat jalur baru menuju Bandara Soekarno-Hatta.

Jalur kedua, berawal dari sisi utara Bandara Halim Perdanakusuma menuju Cawang, Manggarai, Tanah Abang, Pluit, dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta.

Realisasi jalur kereta api bandara yang kedua disarankan tak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dana diharapkan berasal dari patungan perusahaan swasta dengan PT KAI.

Rancangan jalur kereta bandara yang pertama oleh PT KAI, yaitu dari Stasiun Manggarai melalui Stasiun Sudirman, Stasiun Duri, Stasiun Batuceper, dan Stasiun Bandara Soekarno-Hatta, sepanjang 36,3 kilometer. Jalur baru, dari ruas yang sudah ada di Stasiun Batuceper hingga bandara, sepanjang 12,1 kilometer.

Pada era yang sudah maju seperti sekarang, pembangunan jalur baru kereta bandara bakal menghadapi persoalan sosial, sebagaimana terjadi di Medan. Kaca retak akibat lemparan batu di kabin masinis kereta Bandara Kualanamu menggambarkan kerumitan masalah sosial yang harus ditangani secara tepat.

Artikel Lainnya