KOMPAS/NAWA TUNGGAL

Irma Juliasari Batubara.

Susur Rel 2015

Sosok: Irma Juliasari Batubara – Mengobati Keluhan Penumpang

·sekitar 4 menit baca

Irma Juliasari Batubara (29), salah satu petugas di kereta api Bandar Udara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara. Ia dengan sabar mengobati keluhan penumpang kereta api yang menghubungkan bandara dan Kota Medan, terutama terkait harga tiket yang mencapai Rp 100.000 untuk sekali jalan. Tiket itu masih dinilai mahal sebagian penumpang karena waktu tempuh hanya 30 menit.

Di Indonesia, ini merupakan jaringan kereta api (KA) pertama yang dirancang menghubungkan bandara dan stasiun KA di sebuah kota. Kereta bandara ini pertama kali dioperasikan pada Maret 2013.

”Para penumpang masih membandingkan tarif KA bandara dengan kereta reguler yang jauh lebih murah. Seperti membandingkan tarif KA dari Medan ke Binjai yang hanya Rp 5.000 untuk sekali jalan,” kata Irma, Sabtu (25/4), ketika ditemui di sela-sela melayani calon penumpang KA tersebut.

Jalur KA dari Stasiun Medan ke Binjai (arah menuju Aceh) sepanjang 20,8 kilometer merupakan jalur lama. Jalur ini dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dan resmi dioperasikan pada 1 Mei 1887. Saat ini, di jalur itu masih dilayani KA Ekonomi Putri Deli dan KA Bisnis Sribilah.

Saat ini pun, sebagian besar KA dari Stasiun Medan ke Bandara Kualanamu masih menggunakan satu jalur rel lama ini. Dari Stasiun Medan, rute ini terlebih dahulu melalui Stasiun Araskabu sepanjang 22,9 kilometer, baru kemudian dibuat percabangannya dari Stasiun Araskabu menuju bandara sepanjang 4,8 kilometer.

Menjelang keberangkatan KA bandara, Irma tak segan-segan menerima dan membantu mengangkat koper besar sekalipun yang disodorkan penumpang. Ia kemudian meletakkan kopor tersebut di rak yang ada di gerbong. Irma selalu memberi salam dan menanyakan nomor tempat duduk setiap penumpang, kemudian menunjukkan tempat duduknya.

”Yang saya lakukan ini bagian dari hospitalitas (keramahtamahan). Penumpang selama ini masih memiliki keluhan sehingga membutuhkan pelayanan penuh keramahtamahan,” katanya.

Jeda keberangkatan

Selain mengeluhkan tarif yang mahal, menurut Irma, para penumpang juga merasakan jeda keberangkatan KA yang masih lama, antara 45 menit dan satu jam. Persoalan harga ini memang masih menjadi pertimbangan bagi perusahaan pengelolanya, yaitu PT Railink, perusahaan patungan antara PT Kereta Api Indonesia dan PT Angkasa Pura II (pengelola bandara).

Sejak September 2014, perempuan itu dipercaya sebagai Supervisor Hospitalitas PT Railink, yang mengoperasikan KA jalur Stasiun Medan ke Bandara Kualanamu, pergi-pulang.

Hospitalitas, dari kata hospitium (bahasa Latin) dengan asal kata hospes, yang bisa diartikan ’tamu’. Hospitalitas berkembang menjadi konsep keramahtamahan menerima orang lain dengan rasa hormat serta persahabatan. Bagi perusahaan tertentu, hospitalitas dirancang untuk mewujudkan tanggung jawab usahanya.

”Paling sering saya kena marah calon penumpang ketika mengetahui tarifnya mahal sampai Rp 100.000. Saya katakan, tarif ini lebih murah jika dibandingkan naik taksi dari Stasiun Medan ke Bandara Kualanamu yang mencapai Rp 150.000,” kata Irma.

Pada 2015, frekuensi perjalanan KA dari Stasiun Medan ke Bandara Kualanamu atau sebaliknya, masing-masing 20 kali, dengan kapasitas 172 tempat duduk. Layanan angkutan Stasiun Medan paling pagi pukul 04.00, dan paling malam pukul 20.30. Adapun KA dari Stasiun Bandara Kualanamu paling pagi pukul 04.45 dan paling malam pukul 22.00.

Jauh lebih baik

Irma sudah lama jatuh cinta pada KA. Namun, ia mengaku pertama kali naik KA dari Stasiun Medan menuju Stasiun Kisaran sepanjang 154 kilometer pada 2006. Kereta di jalur ini bermula dari Stasiun Medan dan berujung di Rantau Prapat dengan jarak mencapai 268 kilometer, yang jalurnya melalui beberapa tahapan. Jalur ini pertama kali dioperasikan pada 19 Agustus 1937.

”Kondisi perkeretaapian sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan pada waktu pertama kali saya naik,” kata perempuan yang lahir di Kota Medan, 4 Juli 1986, ini.

Ketika pertama kali naik KA, perempuan berwajah manis ini menjumpai kondisi KA dengan kenyamanan yang tidak optimal. Disediakan penyejuk udara, tetapi tidak berfungsi dengan baik karena ruang di dalam KA tetap terasa gerah.

Perjalanan Irma dari Medan ke Kisaran bersama orangtuanya untuk berziarah ke makam leluhur keluarganya. Pulang dari Kisaran, mereka tidak lagi menggunakan KA, tetapi mobil.

Anak keenam dari enam bersaudara ini menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (2006-2010). Selain itu, Irma juga menempuh studi bahasa Mandarin di University Union Beijing International (2008-2009).

”Di Beijing, saya ikut kakak yang sedang bertugas di kedutaan,” katanya.

Setelah dinyatakan lulus kuliah dari Universitas Islam Sumatera Utara pada 2010, Irma bekerja di PT Bakrie Telecom hingga 2012. Kemudian bekerja di Bank CIMB Niaga selama enam bulan, lantas diterima bekerja di PT Railink pada Juni 2013 dan mulai bekerja untuk layanan pelanggan dan pemasaran.

Tugas tersebut dijalani Irma hingga September 2014. Kemudian perempuan itu dipercaya menjadi Supervisor Hospitalitas pada layanan pelanggan hingga sekarang.

Soal KA, Irma juga pernah merasakan enaknya perjalanan KA di luar negeri. Ia pernah menempuh perjalanan dengan KA dari Beijing ke Hongkong selama dua hari pada 2007.

Pengalaman tersebut, menurut Irma, membuatnya amat berkesan, terutama soal hospitalitas yang baik. Bedanya, penumpang di sana tidak pernah mengeluhkan tarif yang mahal.

”Sampai hari ini masih saja ada penumpang dari Stasiun Medan ke Bandara Kualanamu yang komplain tentang tarif yang dianggap terlalu mahal. Di sinilah pentingnya hospitalitas dijalankan dengan baik,” kata Irma yang meyakini bahwa suatu saat, publik makin mengandalkan KA sebagai sarana angkutan massal. Ketika itu terjadi, tak mustahil tarif KA bakal semakin murah dan lebih terjangkau.

Artikel Lainnya