Susur Rel 2015

Susur Rel: Naik Lori Inspeksi ke Belawan

·sekitar 4 menit baca

Ketika suatu pagi naik lori inspeksi yang menyusuri rel menuju Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, kami dikejutkan oleh peristiwa aneh. Sekitar 1 kilometer setelah Stasiun Belawan, ada pasar tumpah hingga di atas rel. Lori tak berhenti, pedagang sayur-mayur pasrah saat dagangannya terlindas lori.

Oleh NAWA TUNGGAL

Ini namanya Pasar Pompa karena letaknya di dekat pompa air untuk memenuhi kebutuhan Pelabuhan Belawan. Para pedagangnya tidak menyangka kalau rel ini akan dilintasi kereta karena biasanya kereta melintas sore hingga dini hari saja,” ujar Masyur Sianturi (33), warga setempat.

Jarak antara Stasiun Belawan dan Pelabuhan Belawan tidak lebih dari 5 kilometer (km). Pasar Pompa terletak di lengkungan jalur rel sehingga lori inspeksi yang akan melintas tidak terlihat. Banyak pedagang meletakkan barang dagangannya di atas rel. Terutama dagangan baju dan sayur-mayur.

Para pedagang baju bergerak sigap untuk mengalihkan dagangannya. Tetapi, pedagang sayur-mayur hanya bisa pasrah. Kebetulan sayur-mayur yang digelar di antara dua rel tidak tersangkut lori.

Kompas menyusuri salah satu jalur rel kereta api tertua di Sumatera Utara itu pada pertengahan tahun 2015 dengan menggunakan lori inspeksi. Pagi-pagi berangkat dari Stasiun Medan, dan pertama kali berhenti di Stasiun Labuhan.

Jalur Stasiun Medan-Labuhan sepanjang 16,743 km merupakan jalur yang pertama kali dibuat perusahaan Deli Spoorweg Maatschappij di Sumatera Utara. Ruas ini resmi dioperasikan pada 25 Juli 1886.

Stasiun Labuhan dipilih pertama kali karena ada di kawasan pelabuhan yang mengalami pendangkalan. Kemudian pelabuhan itu dipindahkan ke Belawan. Jalur kereta api dari Stasiun Labuhan pun diperpanjang 6,162 kilometer mencapai Stasiun Belawan pada 16 Februari 1888.

Dari Stasiun Belawan, ruas itu kemudian diperpanjang beberapa kilometer saja hingga memasuki dermaga Pelabuhan Belawan. Pasar Pompa terletak di antara Stasiun Belawan dan dermaga. Pasar itu menjadi pasar tumpah di atas jalur rel.

Kepala Stasiun Medan Anang Subiyono waktu itu menjelaskan, kereta api milik PT Pertamina melintas dari Stasiun Medan tujuan Stasiun Labuhan hingga Pelabuhan Belawan pada pukul 16.32. Lalu disusul setidaknya 13 rangkaian kereta api hingga terakhir kali pukul 05.40.

”Setelah itu, tidak ada lagi yang lewat hingga sore esok harinya,” kata Anang.

Itulah yang membuat para pedagang di Pasar Pompa nekat membuka lapak yang merambah jalur rel kereta. Saat itulah, sekitar pukul 08.00, kereta lori inspeksi yang kami naiki mengejutkan para pedagang.

Sebelum pasar, sepanjang jalur kereta tersebut dipadati permukiman. Ketika lori akan melintas, di sepanjang pinggir rel kami disambut lambaian tangan anak-anak. Salam anak-anak itu penuh senyum dan tawa. Namun, anak-anak itu ada di tengah wajah-wajah murung orang dewasa di sekelilingnya.

Kemiskinan masih mendera warga yang tinggal di sempadan jalur kereta api. Sebagian tempat tinggal mereka berdiri di atas lahan yang tak semestinya. Wajar saja para orang tua itu menampakkan wajah murung.

Hindari Selat Malaka

Pelabuhan Belawan selama masa pemerintahan Hindia Belanda termasuk salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara. Ini menjadi jalur penting untuk menghindari jalur perdagangan di Selat Malaka yang dikuasai Inggris.

”Pelabuhan Belawan menjadi sangat penting bagi Pemerintah Hindia Belanda untuk ekspor- impor produk tanpa harus melintasi Selat Malaka yang dikuasai Inggris,” kata Ibnu Murti Hariyadi, Staf Kelompok Kerja Bidang Sejarah pada Bidang Pelestarian Bangunan Sejarah Unit Pusat Pelestarian, Perawatan, dan Desain Arsitektur PT Kereta Api Indonesia, di Jakarta, Jumat (18/9).

Jalur kereta api menjadi jalur distribusi masuk-keluarnya sejumlah produk di Pelabuhan Belawan. Pada awalnya, perusahaan Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) membangun jalur kereta api tersebut untuk kebutuhan ekspor tembakau Deli.

DSM, yang dibentuk perusahaan de Deli Maatschappij pada tahun 1883, terus mengembangkan jalur kereta api. Ada jalur ke arah barat di Sumatera Utara, dikembangkan hingga Stasiun Besitang dan Pangkalan Susu. Lalu, ke arah timur hingga Stasiun Rantau Prapat menuju perbatasan dengan Riau. Kemudian jalur ke arah selatan hingga Stasiun Siantar di Pematang Siantar sebagai daerah penghasil produk perkebunan teh yang terkenal di dunia.

Menurut Ibnu, selama 10 tahun pertama beroperasi, DSM mulai memperoleh laba. Perusahaan itu berjaya pada tahun 1937 sampai 1939. Pada periode itu, penghasilannya mencapai 2 juta gulden.

Trans-Sumatera

Jalur kereta api terbukti menunjang perekonomian Pemerintah Hindia Belanda. Dengan kesadaran itu, Pemerintah Hindia Belanda kemudian merancang jalur kereta api dari Aceh hingga Lampung.

”Dari suatu peta yang berangka tahun 1910, diketahui jalur kereta api sudah dirancang Pemerintah Hindia Belanda dari Aceh hingga Lampung,” kata Ibnu.

Pembangunan jalur rel Trans-Sumatera dilakukan secara terpisah-pisah. Hingga tahun 1942, sebelum masa pendudukan Jepang, jalur rel yang terealisasi meliputi wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Jepang mencoba meneruskan pembangunan jalur kereta api di Riau. Dengan mengerahkan para Romusha, dibangun jalur rel sepanjang 220 kilometer di Riau. Wilayah Pekanbaru sampai Muara Sijunjung terhubung dengan rel itu, tetapi peninggalan itu kini hampir tidak berbekas.

”Jalur kereta api pada masa Hindia Belanda, bahkan hingga sekarang, masih jauh lebih bagus,” kata Ibnu.

Fakta sejarah itu menyadarkan kita, Pemerintah Hinda Belanda sebenarnya telah merencanakan pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan Sumatera dari ujung ke ujung. Namun, jalur itu tak kunjung terwujud sempurna hingga kini.

Kita sambut baik rencana pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk kembali menghidupkan mimpi rel Trans-Sumatera. Tak perlu malu melanjutkan apa yang pernah dirancang pada masa lalu jika memang serius diniatkan untuk memajukan bangsa Indonesia.

Artikel Lainnya