Susur Rel 2016

Susur Rel: Trans-Sulawesi Menyambung Mimpi Lama * Liputan Khusus Susur Rel 2016

·sekitar 4 menit baca

Pulau Sulawesi pernah memiliki jalur kereta api aktif sepanjang 47 kilometer dari Makassar sampai Takalar pada 1922-1930. Ketika itu, direncanakan pembangunan jalur lainnya dari Makassar sampai Manado, tetapi gagal diwujudkan. Sekarang, mimpi tersebut tengah diupayakan untuk direalisasikan.

Oleh M FINAL DAENG dan NAWA TUNGGAL

Ketika itu, Kamis (17/11) siang, matahari bersinar dengan terik. Rombongan kecil dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama petugas dari Kementerian Perhubungan mengunjungi lokasi pembangunan jalur rel kereta api di Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

Jalur rel di Tanete Rilau merupakan bagian dari rencana lintasan kereta api Makassar-Maros-Pangkajene-Barru-Parepare yang panjangnya 145 kilometer. Saat itu, sebuah jembatan layang hampir selesai dibangun di Tanete Rilau. Tiga jalur rel sudah terpasang. Di sebelah jalur rel ini, terhampar persawahan yang siap diubah menjadi Stasiun Kereta Api Tanete Rilau.

Pejabat Pembuat Komitmen Pengembangan Perkeretaapian Sulawesi Selatan dari Kementerian Perhubungan, Henry Hidayat, mengatakan, di wilayah Kabupaten Barru, panjang jalur yang sudah terbangun mencapai 16,1 kilometer. ”Tahun 2017, direncanakan terbangun 41 kilometer lagi,” ujarnya.

Rel lebih lebar

Pemerintah merencanakan jalur kereta api di Sulawesi akan melintasi seluruh provinsi di pulau itu. Total panjang relnya mencapai 4.679 kilometer. Ukuran rel lebih lebar dibandingkan rel kereta di Jawa.

”Rel kereta api untuk Trans-Sulawesi memiliki spesifikasi teknis yang lebih unggul ketimbang jalur di Pulau Jawa. Lebar rel yang digunakan 1.435 milimeter, sedangkan di Jawa, lebar relnya 1.067 milimeter,” ungkap Henry.

Dengan lebar rel 1.435 milimeter, kecepatan maksimal kereta api Trans-Sulawesi mencapai 200 kilometer per jam. Di Jawa, dengan lebar rel 1.067 milimeter, kecepatan tertinggi 120 kilometer per jam.

Rel Trans-Sulawesi juga mampu menahan beban gandar yang lebih berat. Pada rel di Jawa, jumlah beban yang bisa ditahan ialah 18 ton, sedangkan rel Trans-Sulawesi mampu menahan beban 25 ton. Dengan demikian, kereta api Trans-Sulawesi akan memiliki kapasitas angkut yang lebih besar.

Jalur Trans-Sulawesi juga dirancang tidak memiliki pelintasan sebidang sehingga perjalanan kereta tidak akan mengganggu lalu lintas jalan raya. Maka, risiko kecelakaan tabrakan kereta api dengan kendaraan, seperti mobil atau sepeda motor, bisa dikatakan tidak ada.

Stasiun Tanete Rilau direncanakan berada tidak jauh dari terminal angkutan kendaraan umum dan pasar. ”Stasiun kereta api di Tanete Rilau akan terhubung dengan terminal sehingga tercipta intermoda antara angkutan kendaraan umum dan kereta api,” ujar Henry.

Pemancangan pertama

Pemancangan tiang pertama Trans-Sulawesi untuk jalur Makassar-Parepare dilakukan pada 12 Agustus 2014. Lokasinya di Desa Siawung, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru.

Pembangunan konstruksi dimulai pada pertengahan 2015. Rel pertama dipasang pada 13 November 2015, di Desa Lalabata, Kecamatan Tanete Rilau.

Menurut Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, dalam rencana pembangunan Trans-Sulawesi, ruas yang pertama kali ditargetkan rampung ialah Makassar-Parepare sepanjang 145 kilometer pada 2018.

”Kereta api membawa peradaban baru bukan hanya bagi Sulawesi Selatan, melainkan juga bagi seluruh Sulawesi,” kata Syahrul.

Jalur Makassar-Parepare akan melintasi lima kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan, yaitu Makassar, Maros, Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Barru, serta Parepare. Direncakanan terdapat 23 stasiun di sepanjang jalur ini.

Di Makassar, jalur kereta Trans-Sulawesi terhubung dengan Pelabuhan Makassar New Port, sedangkan di Kabupaten Barru terkoneksi dengan Pelabuhan Garongkong. Jalur kereta api Trans-Sulawesi juga akan dihubungkan dengan Bandara Sultan Hasanuddin di Kabupaten Maros.

Suryani (45), warga Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep, mengaku sangat senang dengan rencana pengoperasian kereta api di dekat tempat tinggalnya itu.

”Selama ini, saya hanya mengetahui kereta api dari televisi. Saya belum pernah pergi ke Pulau Jawa sehingga tidak bisa merasakan naik kereta api,” ujar Suryani, pemilik sebuah warung kopi.

Muzakkar (55), warga yang tinggal tak jauh dari lokasi yang direncanakan untuk Stasiun Tanete Rilau, mengaku ingin segera menikmati perjalanan perdana kereta api. ”Saya merencanakan ikut dalam perjalanan perdana kereta api ini. Nantinya, saya dapat bepergian ke Makassar dengan lebih mudah dan cepat,” ucapnya.

Bawa hasil bumi

Lulusan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, Makassar, Zulkifly Natsir, menulis skripsi, ”Tinggalan Perkeretaapian di Kota Makassar, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar” pada 2016. Tinggalan perkeretaapian yang dimaksud adalah jalur kereta api yang aktif pada 1922 sampai 1930 serta menghubungkan Makassar dengan Takalar sejauh 47 kilometer.

Menurut Zulkifly, jalur kereta api Makassar-Takalar waktu itu diperuntukkan untuk membantu warga yang hendak membawa berbagai hasil bumi dari pedalaman ke pelabuhan. ”Pada masa itu, kereta api selain untuk mengangkut tebu dari perkebunan besar di Takalar, juga untuk mengangkut komoditas beras dari Gowa serta Takalar. Komoditas hewan ternak, seperti kuda dan sapi, diangkut pula dengan kereta api tersebut,” ungkapnya.

Tidak diketahui dengan persis sampai kapan berlangsungnya pengangkutan komoditas penting untuk ekspor dari pelabuhan Makassar dengan kereta api tersebut. Hanya diketahui bahwa menjelang akhir penutupan jalur tersebut pada 1 Agustus 1930, keberangkatan kereta sering terlambat karena jumlah penumpang belum mencukupi. Komoditas barang sudah tidak lagi diperhitungkan.

Hal ini menjadi tantangan bagi jaringan kereta api Trans- Sulawesi. Jaringan ini perlu mengantisipasi kemungkinan minimnya jumlah penumpang ataupun komoditas.

Artikel Lainnya