Kemarau
SUNGAI SURUT, WARGA HULU MAHAKAM SULIT BEPERGIAN
Sendawar, Kompas
Musim kemarau mulai terlihat dampaknya di hulu Sungai Mahakam dan Sungai Barito. Angkutan sungai di pedalaman menjadi sulit melintasinya. Dampaknya, biaya angkutan menjadi mahal dan biaya barang-barang kebutuhan juga naik.
Perahu bermesin tempel atau ces yang membawa Tim Ekspedisi Lintas Barito-Muller-Mahakam untuk melintasi Sungai Sebunut di Kutai Barat, Kalimantan Timur, terpaksa berkali-kali berhenti untuk menghindari batu. Batu-batu cadas yang tajam terpaksa diterjang karena tidak ada alternatif lain.
Klemen (40), warga Dayak Aoheng di Long Bagun Ilir, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim, yang mengendalikan perahu ces, Selasa (5/7), berkali-kali harus turun untuk mengangkat perahu yang kandas. Beberapa kali anggota tim ekspedisi terpaksa turun dari perahu karena tidak mungkin menaikinya lagi.
Satu perahu ces dari enam perahu yang digunakan tim ekspedisi karam. Perahu ces itu membentur batu dan kemudian terempas mengakibatkan air masuk ke perahu ces.
Klemen mengatakan, jalur Sungai Sebunut dari Penyinggahan Penyungkat menuju Long Bagun merupakan jalur yang berbahaya. “Kalau sopirnya tidak punya pengalaman pasti perahunya terbalik. Itu sering terjadi di Sungai Sebunut dan saya juga sering menolong para korban riam-riam itu,” katanya.
Isang (38), sopir perahu ces lainnya, mengatakan, jika air sedang turun, biaya angkutan ces menjadi dua kali lipat. Selain karena rute yang berbahaya, sungai yang dangkal juga mengakibatkan bahan bakar perahu ces menjadi boros.
“Ongkos milir ke Long Bagun pada waktu air tinggi dikasih berapa pun kami mau asal sudah menutup biaya minyak. Tapi kalau musim sungai kandas seperti ini, kami terpaksa meminta lebih,” kata Isang. Biaya sewa perahu ces saat sungai kandas mencapai Rp 450.000 per perahu. Lama perjalanan dari Penyinggahan Penyungkat jika air normal hanya 45 menit, namun jika air surut mencapai dua jam.
Harga barang naik
Mahalnya biaya angkutan ke hulu sungai mengakibatkan barang kebutuhan pokok di bagian hulu Sungai Mahakam dan Sungai Barito naik hingga 100 persen. Warga Tumbang Topus, Kecamatan Sumber Barito, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, yang biasa berbelanja barang kebutuhan di Long Bagun merasakan betul dampak kenaikan harga tersebut.
Bonken (40), warga Tumbang Topus, mengatakan, saat air normal, harga satu bungkus rokok Rp 8.000, namun jika air surut bisa sekitar Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per bungkus. “Kami ikut merasakan dampak air sungai yang surut ini karena baik ke Kaltim maupun ke Kalteng kami sama-sama terhambat oleh sungai yang dangkal,” katanya.
Harga solar yang sebelumnya Rp 5.000 per liter kini juga naik menjadi Rp 8.000. Kondisi itu dirasa berat oleh warga di bagian hulu karena ongkos minyak jika milir menuju ke kota kabupaten saja kini bisa mencapai Rp 1 juta, padahal sebelumnya hanya sekitar Rp 750.000.
“Rp 1 juta itu kalau kami punya perahu ces sendiri, kalau tidak punya biayanya pasti lebih besar dari itu,” kata Utun (42), warga Tumbang Topus. Akibat sungai dangkal, pasokan pisang ke hilir Sungai Murung juga tersendat.
Beberapa warga Tumbang Topus terlihat masih ada yang “berjuang” melawan riam-riam Sungai Murang yang mulai kandas demi mendapatkan minyak pengganti. Warga umumnya memilih barter pisang miliknya diganti dengan minyak yang disediakan sebuah perusahaan kayu di daerah itu.(AMR/RAY)