Jalur ”kantong” kereta api di Cirebon, Jawa Barat, adalah sebutan untuk jalur rel sepanjang sekitar 40 kilometer yang dibangun melengkung pada 1897-1899. Jalur yang membentuk huruf U atau menyerupai kantong ini dimulai dari Stasiun Mundu sampai Stasiun Losari. Jalur ”kantong” merupakan saksi kejayaan industri gula di Cirebon dulu.
”Dulu, sewaktu kecil, saya sering berlarian untuk melihat kereta api yang lewat mengangkut tebu dibawa ke pabrik gula (Pabrik Gula Karangsuwung). Salah satu anak saya kemudian bekerja di pabrik itu, tetapi beberapa tahun lalu tutup dan anak saya sekarang menganggur,” kata Diah Dariah (61), warga yang tinggal di sekitar Pabrik Gula (PG) Karangsuwung di Karangsembung, Cirebon, Jawa Barat, Minggu (1/5).
Pabrik itu tampak kokoh dari kejauhan. Di cerobongnya terpampang tulisan tahun 1896. Di bawahnya, ada tulisan PG Karangsuwung.
Dari pabrik gula ini, Kompas bersama Aditya Dwi Laksana dan Gurnito Rakhmat Wijokangko dari organisasi Kereta Anak Bangsa menyusuri bekas jalur rel yang sudah menjadi jalan kampung.
Ada sepotong rel dengan panjang 6 meter yang tersisa di jalan kampung itu. Iman Sarusman (60), warga setempat, mengatakan, sepotong rel itu dipertahankan warga guna menghalangi penggerusan tanah.
Tidak jauh dari situ, ada bekas jembatan kereta atau trem yang melintas di atas Kali Cimanis. Jembatan ini masih kokoh serta digunakan oleh para pejalan kaki dan pengendara sepeda motor.
Diah bercerita masa-masa ketika jalur kereta api itu masih ramai. ”Sawah-sawah kami dulu ditanami tebu dan menghasilkan uang. Sekarang, kami tidak bisa lagi menanam tebu,” kata Diah.
Keluh kesah Diah mewakili ribuan penduduk lainnya di jalur ”kantong” Cirebon. Dulu, penduduk disibukkan dengan kerja keras menanam tebu dan menggilingnya menjadi gula. Kini, hal itu sudah tidak ada lagi. Semua pabrik gula di jalur ini bangkrut.
Menurut Aditya, pembangunan jalur ”kantong” sepanjang 40 kilometer pertama-tama dilakukan dari Stasiun Mundu sampai Sindanglaut sepanjang 10 kilometer. Stasiun Mundu berada tak jauh dari Stasiun Cirebon Prujakan.
Dari Sindanglaut, pembangunan dilanjutkan ke Ciledug sepanjang 18 kilometer. Dua jalur tersebut dibuka bersamaan pada 1 Mei 1987.
Kemudian, dari Ciledug, jalur dilanjutkan sampai ke Losari sepanjang 12 kilometer. Jalur ini dibuka pada 10 Oktober 1897.
Jalur ”kantong” pada mulanya diprioritaskan untuk mengangkut tebu dan gula yang hendak diekspor lewat pelabuhan Cirebon atau Semarang. Pabrik-pabrik gula yang berada di jalur ”kantong” adalah PG Sindanglaut, Karangsuwung, Jatipiring, Luwunggajah Pecinan, Sigong, Tersana, Blender, dan Waled Pecinan.
Jalur ”kantong” sangat membantu kelangsungan pabrik gula. Jalur ini menjadi salah satu bukti bahwa wilayah Nusantara pernah menjadi tempat produksi gula dalam skala besar sehingga dikenal sebagai pengekspor gula terbesar ke Eropa. Sekarang, untuk mencukupi kebutuhan gula dalam negeri saja, Indonesia kesulitan.
Perpendekan jalur
Pemanfaatan jalur ”kantong” dari Stasiun Mundu ke Losari, yang dibangun pada 1897-1899, dalam perkembangannya tidak hanya diprioritaskan untuk tebu dan gula, tetapi juga untuk mengangkut penumpang. Pada 1915, dibuka jalur baru yang menghubungkan Stasiun Mundu ke Losari dengan jarak lebih pendek, yaitu 28 kilometer.
Jalur ”kantong” tetap dipakai untuk menunjang produksi gula. Adapun jalur baru yang lebih pendek digunakan untuk melayani pengangkutan penumpang dan barang lainnya dari Cirebon ke Semarang atau sebaliknya. Pengoperasiannya dilakukan oleh perusahaan swasta Semarang-Cheribon Stoomtram-Maatschappij (SCS).
Pada 1916, perusahaan kereta api Staatsspoorwegen (SS) milik pemerintah Hindia Belanda membuka jalur baru yang menghubungkan Cirebon dengan Prupuk. Rute ini merupakan jalur rintisan SS menuju Kroya yang pada tahun-tahun berikutnya menjadi lintasan Cirebon-Purwokerto-Yogyakarta.
”Jalur rel baru milik perusahaan SS itu memotong jalur ’kantong’ yang lebih dulu dibangun perusahaan SCS di dua titik, yaitu di Karangsuwung dan Ciledug,” kata Aditya.
Kami mendatangi dua titik perpotongan tersebut. Jalur rel milik SS sekarang masih aktif dan menghubungkan jalur Cirebon-Purwokerta-Yogyakarta. Bekas jalur rel lama milik SCS sudah hilang, berubah menjadi jalan kampung.
Pada masa pendudukan militer Jepang pada 1942, rel jalur lama milik SCS dipereteli untuk dipakai di jalur lain. Jalur ”kantong” sepanjang 40 kilometer digantikan sepenuhnya dengan jalur yang lebih baru dan hanya berjarak 28 kilometer.
Perubahan itu mengganggu kelangsungan beberapa pabrik gula. Sejumlah pabrik lainnya yang masih bisa mengakses jalur rel, seperti PG Sindanglaut dan Karangsuwung, bisa bertahan hingga pasca kemerdekaan. Meski demikian, dua pabrik itu akhirnya juga harus berhenti beroperasi.
Jalur ”kantong” kereta api Cirebon tinggal kenangan. Namun, warga masih menaruh harapan jalur itu diaktifkan kembali.