Sebelum ada mesin reverse osmosis, kehidupan warga Pulau Untung Jawa sengsara. Apalagi, jika musim kemarau tiba. Mereka mengandalkan pemenuhan air bersih pada air galon dan bantuan dari pihak luar. Sejak tahun 1993, warga setempat tidak lagi kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih.
Botol-botol galon antre berjajar untuk diisi di rumah pemurnian air tanah dalam (reverse osmosis/RO) Pulau Untung Jawa, pertengahan April lalu. Suara mesin pemurnian menderu pelan dan mengalirkan air yang sudah selesai diproses ke dalam galon. Setelah terisi penuh, galon-galon itu siap diantarkan ke rumah-rumah dengan sepeda motor bak besar.
Sejak tahun 1993, kebutuhan air bersih untuk memasak di Pulau Untung Jawa dipenuhi oleh air tanah sumur dalam. Kedalaman sumur bor itu mencapai 200 meter. Setiap hari, 3.000 liter air bersih dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan 2.000 lebih warga pulau.
Badrun, petugas pengelola air RO, menuturkan, air diproses melalui lima kali tahapan penyaringan. Pertama, air dimasukkan ke tangki bahan baku. Ada dua tangki bahan baku yang masing-masing berkapasitas 4.000 liter dan 5.000 liter. Bahan baku itu lalu disedot ke dalam tangki filter bermedia silika dan karbon. Usai disaring, air masuk ke mesin booster dan didorong melalui membran. Baru setelah itu air masuk ke tangki hasil.
”Dulu, mesinnya sering rusak karena listrik belum stabil. Sekarang Alhamdulillah lancar,” ujar Badrun.
Air bersih ini digunakan warga untuk keperluan minum dan memasak. Sementara untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK), warga memanfaatkan air sumur.
Lurah Pulau Untung Jawa Badri menuturkan, saat ini Kementerian Pekerjaan Umum juga sedang membangun instalasi pengolahan air laut. Bangunan mesin instalasi itu sudah ada, tetapi pipa-pipa penghubungnya belum dipasang. Menurut rencana, mesin pemurnian air laut itu akan dioperasikan pada awal 2016.
”Kami berharap mesin ini bisa membantu memperlancar pasokan air bersih bagi warga pulau,” ujar Badri.
Warga setempat pun bersyukur pengolahan air di pulau ini sudah cukup maju. Abdul Syukur (55) memanfaatkan air RO untuk kebutuhan minum dan memasak sehari-hari. Dalam satu bulan, ia membutuhkan delapan buah galon atau Rp 20.000. Menurut dia, air hasil RO itu layak dikonsumsi dan tidak terasa asin.
”Semoga mesin pemurnian air laut segera dioperasikan. Jika ada dua mesin, jika ada yang rusak, kan, bisa menjadi cadangan,” kata Syukur.
Air limbah
Tak hanya air bersih, air limbah yang berasal dari aktivitas domestik rumah tangga juga diolah di instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Menurut Rahmat Ayudi, operator IPAL, IPAL mengolah 80 persen air limbah yang dihasilkan warga pulau. Mesin IPAL itu sudah beroperasi selama sembilan tahun.
Air kotor dari rumah-rumah warga disalurkan melalui saluran pipa. Air kemudian masuk ke mesin bioaktivator bermedia silika dan karbon. Air kotor yang sudah difilter kemudian diolah kembali menggunakan bakteri pengolah sampah. Air yang sudah diolah baru dibuang ke laut.
Sayangnya, sejak akhir tahun 2014, mesin IPAL itu rusak karena listrik bermasalah. Permasalahan listrik itu mengganggu mesin perputaran air yang ada di dalam mesin. Empat bagian mesin bearing hancur termakan karat.
Sementara itu, untuk mengoperasikan mesin itu diperlukan listrik berkapasitas 10.600 watt. ”Untuk berjaga-jaga sudah ada mesin generator. Tetapi, itu tidak kuat untuk mengoperasikan mesin,” ujar Rahmat.
Ketersediaan air bersih memang menjadi masalah krusial warga Pulau Untung Jawa dan gugusan pulau lain di Kepulauan Seribu. Pasalnya, tidak ada sumber air permukaan seperti sungai atau mata air. Dengan mengolah air dan limbah cair, mereka telah berinvestasi untuk masa depan pulau. (DIAN DEWI PURNAMASARI)