Sama seperti pulau-pulau lain di gugusan Kepulauan Seribu, produksi air bersih hasil pengolahan air payau di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu Utara, Kepulauan Seribu, menurun. Produksi air bersih yang biasanya mencapai 16 liter per menit, kini hanya 8 liter per menit.
Operator Unit Pengelolaan Air Payau Sistem Reverse Osmosis (RO), Rohmat Adane, menuturkan, berkurangnya produksi air bersih diakibatkan mesin membran RO atau mesin penyaring air tidak bekerja optimal. ”Harusnya mesin sudah dirawat dan dibersihkan sejak Januari. Namun, sampai sekarang belum ada perawatan mesin,” kata Rohmat di Pulau Kelapa, Senin (13/7).
Perawatan menyeluruh mesin biasanya dilakukan setiap Januari. Perawatan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu memakan waktu sekitar tiga minggu. Karena keterlambatan perawatan, proses pengolahan air payau menjadi air bersih tak bisa secepat biasanya. Untuk menjaga kondisi mesin, setiap hari proses pengolahan berlangsung selama 10 jam. Mesin harus diistirahatkan sebelum difungsikan lagi.
Saat musim kemarau seperti bulan ini, menurunnya produksi air bersih di Pulau Kelapa sangat terasa. Warga harus mengantre membeli air bersih karena penampungan air di rumah mereka kering. Berkurangnya produksi air bersih membuat antrean semakin panjang.
Warga bahkan harus mengantre hingga dini hari untuk membeli air bersih yang dijual Rp 500 per jeriken. Di pulau yang dihuni 6.241 penduduk itu, rata-rata warga membeli 5-10 jeriken air bersih per hari.
Jamil (55), warga Pulau Kelapa, mengatakan, setiap hari dirinya mengantre untuk membeli air bersih. ”Air di rumah saya payau sehingga tidak bisa diminum atau dipakai memasak,” katanya. Untuk mendapakan air bersih, kadang-kadang Jamil harus mengantre hingga pukul 10 malam.
Saat antrean panjang, petugas membatasi jumlah air bersih yang bisa dibeli warga. Selain itu, petugas juga menggilir warga yang ingin membeli air bersih. ”Harus adil. Jangan sampai ada warga yang tidak kebagian,” kata Rohmat. (DNA)